Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Niat Prabowo Akan Maafkan Koruptor Jadi Sorotan, Beda Jauh dari China yang Hukum Mati Tikus Berdasi

Niat Prabowo memaafkan para koruptor belakangan menjadi sorotan, hal itu sepertinya berbeda jauh dari negara China dalam mengambil keputusan.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Prabowo Subianto menyatakan akan memaafkan koruptor, kini pernyataannya itu tengah menjadi sorotan di media sosial. 

TRIBUNJATIM.COM - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang koruptor belakangan jadi sorotan.

Presiden RI Prabowo Prabowo Subianto akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra merespons pernyataan Prabowo itu.

Yusril mengatakan bahwa pernyataan Prabowo itu sebagai salah satu bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery). 

"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006," kata Yusril dikutip, Jumat (20/12/2024).

"Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut, Namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," ujar Yusril.

"Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara (asset recovery)," jelas Yusril.

Menurut Yusril, pernyataan Prabowo itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026.

"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif," ucap Yusril.

"Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi harus membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya," jelas Yusril.

"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka  penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat," tutur Yusril.

Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Maafkan Koruptor, Beri Kesempatan Tobat Asal Turuti Syarat: Bisa Diam-diam

Yusril menjelaskan, pelaku korupsi di dunia usaha silahkan meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak akan mengulangi praktek korupsi lagi. 

Dengan demikian kata Yusril, usahanya tidak tutup atau bangkrut.

Negara tetap dapat pajak, tenaga kerja tidak nganggur, pabrik-pabrik tidak jadi besi tua dan seterusnya. 

Tak hanya Yusril, pernyataan Prabowo juga menjadi sorotan pakar hukum Mahfud MD.

Baca juga: VIRAL TERPOPULER Bos Elpiji Bungkam Usai Tempat Usahanya Kebakaran - Bule Sebut IKN Ibukota Koruptor

Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengingatkan Presiden RI Prabowo Subianto tentang bahayanya pengampunan terhadap koruptor secara diam-diam.

Pernyataan Mahfud MD itu diberikan setelah Presiden Prabowo Subianto mengaku mau memaafkan koruptor secara diam-diam asalkan semua kerugian negara karena korupsi dikembalikan.

Terkait hal itu, eks Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) itu mengaku memahami posisi Prabowo Subianto yang mulai cemas dengan korupsi yang semakin besar dan merugikan negara Indonesia. 

Namun demikian, dirinya mengingatkan bahayanya pengampunan koruptor secara diam-diam.

Mahfud MD pun mengungkap dirinya tidak menghadiri penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Mahfud MD pun mengungkap dirinya tidak menghadiri penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

Seperti dimuat Tribunnews.com Jumat (20/12/2024) Mahfud MD mengingatkan soal akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban yang sulit dilakukan apabila hal itu terjadi.

Hal itu juga kata Mahfud akan bertentangan dengan undang-undang.

Terlebih belum tentu orang mau mengaku korupsi.

"Tetapi menurut saya itu berisiko ya. Kalau misalnya memaafkan korupsi, apalagi dengan diam-diam. Lalu asas pemerintahan yang dua saja, menyangkut akuntabilitas, pertanggung jawabnya bagaimana? Siapa yang melapor dan korupsi apa, dan apa jumlahnya benar?" ujar Mahfud MD.

"Lalu asas transparansi juga bagaimana? Belum lagi bertentangan dengan Undang-Undang misalnya. Kalau bertentangan dengan undang-undang sih ya gampang dibuat undang-undang baru kan. Tetapi transparansi dan akuntabilitasnya nggak bisa dijamin. Dan belum tentu orang mengaku juga korupsi kan," lanjut dia.

Selain itu, Mahfud juga berbicara dua alternatif untuk membereskan masalah korupsi berdasarkan pengalaman negara-negara lain yang pernah diusulkannya pada medio 2003.

Alternatif pertama, kata dia, melalui lustration atau lustrasi.

 Di mana pejabat yang ketahuan korupsi dicopot dan dilarang berpolitik serta tidak boleh di pemerintahan selama lima tahun.

"Satu, alternatif lustrasi seperti yang dilakukan oleh Latvia dan beberapa negara. Semua pejabat copot aja dulu dengan undang-undang. Diasumsikan pejabat yang eselon 2, 3 dan mantan menteri copot, nggak boleh berpolitik, nggak boleh di pemerintahan misalnya selama 5 tahun. Beres," ujar Mahfud.

"Itu alternatif pertama, itu namanya pemotongan generasi. Itu banyak di berbagai negara. Itu saya gagas ketika saya sebentar menjadi menteri kehakiman. Di akhir pemerintahan Gus Dur menjelang pembentukan kabinet Megawati ya," sambungnya.

Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Maafkan Koruptor, Beri Kesempatan Tobat Asal Turuti Syarat: Bisa Diam-diam

Sebelumnya Presiden Prabowo dalam pidatonya di hadapan para mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024) lalu, secara terbuka memberi kesempatan kepada koruptor untuk bertobat.

Namun, mereka harus terlebih dahulu mengembalikan uang hasil curiannya kepada negara.

Prabowo mengatakan, selama dua bulan menjabat sebagai Presiden, sudah banyak koruptor yang ditangkap. 

Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, Prabowo telah memberi kesempatan kepada koruptor untuk bertobat.

"Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya nggak ketahuan," ujar Prabowo.

Lebih jauh, Prabowo mengingatkan penyelenggara negara yang menerima fasilitas dari bangsa dan negara agar membayar kewajibannya. Mereka harus taat pada hukum yang berlaku.

"Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah, kita menghadap masa depan, kita tidak ungkit-ungkit yang dulu. Tapi kalau kau bandel terus, apa boleh buat. Kita akan menegakkan hukum," tandas Presiden.

Prabowo juga menyinggung aparat agar setia kepada bangsa, negara, dan rakyat.

Prabowo bahkan tidak segan untuk membersihkan aparat yang setia pada pihak lain.

Presiden pun meyakini langkah tersebut bakal didukung oleh rakyat.

Baca juga: Intip Rupbasan KPK, Tempat Simpan Barang Koruptor yang Disita, Ada Lift Kendaraan Kapasitas 4 Ton

Tindakan Presiden Prabowo itu agaknya berbeda jauh dengan negara China.

Pemerintahan China sekaligus pemimpinnya memilih untuk menghukum mati para koruptor.

Baru-baru ini bahkan China menghukum mati koruptor yang terbukti memakan dana sebesar Rp 6,6 Triliun.

Pemerintah China mengeksekusi mati koruptor terbesar dalam sejarah negara, Li Jianping pada Selasa (17/12/2024).

Diberitakan Business Standard, Selasa, seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Kamis (19/12/2024) menyatakan kematian Li Jianping digunakan untuk membalas kerugian negara dan uang rakyat atas kepentingan pribadinya.

Li Jianping merupakan mantan pejabat di Daerah Otonomi Mongolia Dalam, sekaligus mantan sekretaris komite kerja Partai Komunis.

Li dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah usai menggelapkan lebih dari tiga miliar yuan (sekitar Rp 6,6 triliun).

Ini merupakan jumlah terbesar dalam satu kasus korupsi sepanjang sejarah China.

Sosok Li Jianping belakangan akhirnya mendapat sorotan.

Li Jianping divonis mati pada September 2022 atas tindakan korupsi, penyuapan, penyalahgunaan dana publik, dan berkolusi dengan sindikat kriminal.

Dia terbukti atas berbagai kejahatan, memiliki niat yang sangat jahat, menimbulkan dampak sosial yang parah, serta melakukan pelanggaran berat.

Keputusan itu dikuatkan Mahkamah Rakyat Agung di Mongolia Dalam yang menolak banding yang diajukannya dalam sidang pada Agustus 2024.

Baca juga: JATIM TERPOPULER: Eks Napi Koruptor Ramaikan Pilkada Jember-Rangkaian Harlah Ponpes Al Falah Kediri

Eksekusi tersebut diperintahkan oleh Mahkamah Rakyat Tertinggi Tiongkok dan dilaksanakan oleh pengadilan di Mongolia Dalam.

Dikutip dari Xinhua News (27/8/2024), Li terbukti menyalahgunakan berbagai jabatan yang diembannya pada 2006-2018 untuk menggelapkan uang lebih dari 1,437 miliar yuan (sekitar Rp 3,1 trilun).

Dia juga menerima hadiah dan uang dengan total lebih dari 577 juta yuan (sekitar Rp 1,3 triliun) dan menyalahgunakan lebih dari 1,055 miliar yuan (sekitar Rp 2,3 triliun) dana publik dari perusahaan milik negara.

Dia juga menjalin hubungan dekat dengan seorang pemimpin sindikat kriminal dan meloloskan kegiatan ilegal organisasi tersebut.

Pengadilan memutuskan kejahatan Li sangat berat karena jumlah kerugian sangat besar. Pelanggarannya pun memiliki dampak sosial yang luas.

Baca juga: Sandra Dewi Tak Tahu Suaminya Korupsi Rp271 T, Kini Kurangi Kegiatan Sejak Harvey Moeis Tersangka

Hukuman mati yang diterima Li Jianping termasuk kasus langka, dilansir dari The Independent, Selasa.

Pejabat China yang dieksekusi mati atas tuduhan korupsi biasanya mendapat penangguhan hukuman dua tahun.

Hukuman itu kemudian diubah mejadi penjara seumur hidup karena berperilaku baik.

Sayangnya, meski Xi berusaha menyingkirkan pejabat korup, Partai Komunis banyak memiliki kader yang terlibat korupsi.

Ilustrasi koruptor
Ilustrasi koruptor (Tribunnews.com)

Partai tersebut memecat dua mantan menteri pertahanan dalam dua tahun terakhir karena korupsi.

Mereka diduga menerima suap serta membantu pihak lain memperoleh keuntungan yang tidak pantas.

Terbaru, Kementerian Pertahanan mengungkapkan loyalis lama Xi bernama Laksamana Miao Hua yang bertugas di badan komando militer tertinggi China, Komisi Militer Pusat sedang diselidiki karena pelanggaran disiplin serius.

Data Komisi Pusat Inspeksi Disiplin dari China menunjukkan, sebanyak 610.000 pejabat partai dihukum karena melanggar disiplin partai.

Sekitar 49 orang di antaranya adalah pejabat di atas tingkat wakil menteri atau gubernur.

Harvey Moeis mengenakan kemeja seharga Rp12 juta saat menghadiri sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Harvey Moeis mengenakan kemeja seharga Rp12 juta saat menghadiri sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/8/2024). (Grid.id/Ragillita Desyaningrum)

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved