Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

1 Keluarga Tak Bisa Keluar Rumah Sendiri karena Tanah Dikeruk Jadi Parit, Anak Nangis Ketakutan

Nasib sekeluarga tak bisa keluar rumah sendiri. Ini karena sekeliling rumahnya dikeruk orang lain menyerupai parit.

HO/SINTA SIHOTANG via Tribun Medan
RUMAH TERISOLASI - Darma Ambarita, warga Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara menggendong anaknya yang hendak berangkat ke sekolah. Ia harus melewati parit untuk keluar rumah, Kamis (30/1/2025). Rumahnya terisolasi karena diduga persoalan warisan. 

TRIBUNJATIM.COM - Nasib sekeluarga tak bisa keluar rumah sendiri.

Ini karena sekeliling rumahnya dikeruk orang lain menyerupai parit.

Adapun kasus ini menimpa satu keluarga di tepi Danau Toba, Sumatera Utara.

Tepatnya di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, pada Senin (21/1/2025).

Kasus ini diduga karena persoalan warisan.

Dilansir dari Tribun Medan via Kompas.com, kejadian ini menimpa pasangan suami istri Darma Ambarita dan Rentina Sitohang.

Baca juga: Pantas Juragan Bakso yang Bangun Jalan Desa Tak Mau Buka Bujet yang Dikeluarkan, Bukan Rp 10 Miliar?

Kedua putrinya yang masih kecil pun turut menangis karena merasakan cemas dan ketakutan mendalam atas kejadian tersebut.

Darma Ambarita, menceritakan bagaimana anak-anaknya menjadi saksi langsung saat alat berat menggali tanah di sekitar rumah mereka.

Rasa ketakutan membuat mereka tak berani keluar, bahkan untuk bermain seperti biasa.

"Saat itu saya menyuruh mereka masuk ke rumah, karena saya takut mereka kenapa-napa," ujarnya.

"Tapi trauma itu masih ada. Mereka tak lagi merasa aman di rumah sendiri," imbuhnya.

Rentina Sihotang juga menggambarkan bagaimana kedua anaknya, yang masih sangat muda, tak lagi bermain seperti sebelumnya.

"Mereka takut keluar. Tak ada lagi keceriaan di mata mereka. Mereka takut rumah mereka akan runtuh, atau parit itu akan semakin dalam, membawa mereka pergi," ujarnya.

"Saya hanya ingin mereka kembali bisa bermain, tertawa, merasa aman di rumah mereka sendiri," sambung istri Ambarita itu.

RUMAH TERISOLASI - Darma Ambarita menggendong anaknya yang hendak berangkat ke sekolah, melewati parit buatan yang mengelililingi rumahnya di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Rumah yang ditempati keluarga Darma Ambarita kini terisolasi buntut sengketa warisan tanah.
RUMAH TERISOLASI - Darma Ambarita menggendong anaknya yang hendak berangkat ke sekolah, melewati parit buatan yang mengelililingi rumahnya di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Rumah yang ditempati keluarga Darma Ambarita kini terisolasi buntut sengketa warisan tanah. (HO/SINTA SIHOTANG)

Rentina juga turut menceritakan rasa sedihnya karena ada parit yang dibuat oleh pihak lain sehingga menutup akses keluar masuk.

Apalagi, parit dengan tinggi beberapa meter kini berisi air setinggi dada orang dewasa.

"Setiap kali anak-anak saya mendengar suara keras, mereka langsung menangis ketakutan, tidak bisa lagi tidur tenang," ujar Rentina disertai isak tangis.

Anak-anaknya pun harus terpisah dari dunia luar karena akses jalannya cukup sulit.

Ketika sang ayah menggendong anaknya dan berusaha keluar untuk sekolah pun kesulitan memanjat dinding parit ketika hendak keluar.

Tidak hanya mereka yang merasakan dampaknya, tetapi masyarakat sekitar pun merasa tergerak untuk memberikan perhatian lebih pada kondisi psikologis keluarga ini, yang terperangkap dalam trauma mendalam.

Anggota DPR RI Komisi XIII yang membidangi Hukum dan HAM, Rapidin Simbolon mengunjungi rumah Darma Ambarita yang kini bak pulau terisolasi, Rabu (29/1/2025).

Dirinya turut prihatin dan mengaku telah menyaksikan video yang viral di media sosial, membaca laporan, dan mendengarkan keluhan keluarga.

Rapidin menyebut, kasus ini bukan hanya soal konflik lahan, namun juga menyangkut tentang hak anak-anak untuk merasa aman, untuk bermain tanpa rasa takut, untuk tumbuh dalam lingkungan yang layak.

"Kita tidak boleh membiarkan hal seperti ini terus terjadi," kata Rapidin.

"Saya tidak mengenal pelaku maupun ayah korban secara pribadi, tapi saya melihat ini sebagai sesama warga negara. Ini soal kemanusiaan," imbuhnya.

Ia pun berjanji untuk membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi, agar keadilan dan keamanan bagi anak-anak ini bisa segera terwujud.

Baca juga: Punggung Bripka Abdul Jadi Jembatan Nyebrang Warga, Ibu-ibu Minta Maaf, Kapolsek Langsung Apresiasi

Terpisah, Pj Kepala Desa Unjur, Saudara Nainggolan menuturkan, upaya mediasi sudah pernah dilakukan pada 2019 dan 2024, namun tak membuahkan hasil.

Dia mengungkapkan, pihak yang terlibat dalam sengketa tanah warisan ini adalah keluarga Trapolo Ambarita dan keluarga Darma Ambarita.

Menurut Saudara Nainggolan, kedua belah pihak sejauh ini tidak pernah memperlihatkan surat kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.

Meskipun demikian, dia menyebutkan tak tertutup kemungkinan ada dokumen lain yang memperkuat klaim kepemilikan tanah tersebut, meskipun hal ini belum dapat dibuktikan.

“Surat absah kepemilikan dari kedua belah pihak tidak ada, namun tidak menutup kemungkinan ada surat lain yang bisa memperkuat hak mereka. Namun, ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut,” jelas Nainggolan, dikutip dari Tribun Medan.

Sengketa kepemilikan lahan ini menjadi viral setelah pengerukan tanah dilakukan pihak Trapolo Ambarita mengakibatkan kerusakan pada rumah keluarga Darma Ambarita.

Sekeliling rumah Ambarita dikeruk sedalam 2,5 meter dan lebar 2 meter.

Alhasil, pengerukan itu memutus akses ke rumah Darma.

Baca juga: Sosok Guru Viral Terjang Sungai karena Jembatan Putus Demi Ngajar di Sekolah, Ngaku Tak Ada Pilihan

Menurut Nainggolan, aparat desa tidak mengetahui secara langsung saat pengerukan dilakukan.

Menurut dia, pihak aparatur desa juga tidak dapat menghentikan aktivitas tersebut karena belum ada keputusan hukum terkait kepemilikan lahan.

Nainggolan menuturkan, pada tahun 2019, upaya mediasi telah dilakukan namun tidak mencapai kesepakatan. 

Kemudian pada Oktober 2024, upaya mediasi kembali dilakukan dengan melibatkan pihak Forkopimca.

Namun, keluarga Darma Ambarita memilih untuk tidak hadir dengan alasan mereka sudah siap menghadapi kasus ini di pengadilan.

Camat Simanindo, Hans Rikardo menyatakan, tanah tersebut berada di daerah sempadan sungai, sehingga kemungkinan besar tidak dapat memiliki sertifikat hak milik (SHM).

"Ini adalah masalah urusan dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) I Medan," ujar Camat Rikardo. 

Dia juga menambahkan status hukum lahan ini akan ditentukan oleh proses hukum yang sedang berjalan.

Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada keputusan pasti tentang siapa yang berhak atas lahan tersebut. 

Kata Hans, penyelesaian kasus ini kini berada di tangan aparat hukum, yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved