Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Suami Tak Kerja karena Lumpuh, Warga Nunggak Bayar Rusun Rp15 Juta, Dulu Tinggal di Kolong Jembatan

Kisah warga nunggak bayar rusun sebesar Rp15 juta ini mendapat perhatian. Ia terpaksa tak bisa membayar karena suaminya lumpuh.

FREEPIK/Krishna Tedjo
NUNGGAK BAYAR - Ilustrasi uang pecahan Rp100 ribu. Rohiah (57) tidak mampu membayar cicilan bulanan rusunawa hingga nunggak bayar Rp15 juta. Suami tidak bisa kerja karena lumpuh. 

TRIBUNJATIM.COM - Kisah warga nunggak bayar rusun sebesar Rp15 juta ini mendapat perhatian.

Ia terpaksa tak bisa membayar karena suaminya lumpuh sehingga tidak bisa bekerja untuk menghasilkan uang.

Kisah ini dialami Rohiah (57), bukan nama sebenarnya.

Sudah tujuh tahun terakhir, Rohiah tidak mampu membayar cicilan bulanan unitnya di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara. 

Rohiah mengungkapkan, kesulitan membayar cicilan ini berawal dari suaminya yang menderita diabetes hingga mengalami kelumpuhan.

Akibatnya, suami Rohiyah hanya bisa terbaring di tempat tidur dan tidak bisa lagi bekerja.

Baca juga: Tahan Ijazah Para Siswa SMK yang Nunggak SPP, Kepsek Akan Dipanggil Dewan: Harusnya Tetep Dikeluarin

“Sekarang jadi enggak bayar karena suami sakit. Sakitnya parah, sudah enggak bisa usaha. Dari pertama datang ke sini (Rusunawa Marunda), dia memang sudah sakit diabetes, tapi waktu itu belum lumpuh,” ujar Rohiah kepada Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).

Rohiah adalah salah satu warga yang direlokasi dari Kampung Walang, Jalan Lodan Raya, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, pada 2017.

Sebelum pindah ke Rusunawa Marunda, ia bersama keluarganya tinggal di kolong jembatan.

Sebelumnya, Rohiah dan suaminya bekerja sebagai pedagang di dekat Museum Fatahillah, Kota Tua, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat.

Namun, setelah direlokasi ke Marunda, mereka terpaksa berhenti berjualan.

Jarak yang jauh dari tempat usaha lama menjadi kendala utama, ditambah dengan biaya transportasi yang tidak sebanding dengan penghasilan.

Ilustrasi rusunawa.
Ilustrasi rusunawa. (KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU)

“Saya ke sini karena dijanjikan pemerintah akan dikasih peluang usaha, anak kami bakal dapat pekerjaan, atau suami kami bisa kerja lagi. Tapi, ternyata semuanya nol, enggak ada,” kata Rohiah.

Kini, satu-satunya sumber pemasukan Rohiah berasal dari anaknya yang bekerja sebagai kernet.

Terkadang, anak semata wayangnya itu mendapat pekerjaan tambahan, tetapi penghasilannya tidak menentu.

“Kalau lagi ada kerjaan, saya dikasih duit Rp 50.000. Itu buat dua atau tiga hari, tergantung dapatnya anak. Uang itu buat makan saya dan suami,” ujarnya.

Selain mengurus suaminya, Rohiah juga mengasuh tiga cucunya.

Salah satu dari bocah tersebut sebenarnya tak punya hubungan darah dengan Rohiah.

Namun, bocah itu dirawat oleh Rohiah setelah orangtuanya meninggal.

“Di sini ada enam orang, termasuk suami saya, anak saya, dan cucu saya. Saya urus sendiri,” tambahnya.

Karena menunggak pembayaran selama bertahun-tahun, unit Rohiah disegel oleh pihak berwenang lima bulan lalu.

Namun, ia dan keluarganya tetap bertahan di dalam rusun tersebut.

Baca juga: Watak Guru Haryati yang Hukum Siswa Belajar di Lantai, Tak Merasa Salah, Terkuak Alasan Nunggak SPP

“Sampai sekarang masih disegel. Saya diminta bayar, bahkan pernah diberi ultimatum, ‘Kalau enggak bayar, enggak boleh tinggal di sini, harus keluar’. Tapi saya bilang, ‘Kalau disuruh keluar, saya mau tinggal di mana? Suami saya sakit’,” kata Rohiah.

Rohiah sering membandingkan kehidupannya sebelum dan sesudah pindah ke Rusunawa Marunda.

Menurutnya, ia justru lebih sejahtera saat masih tinggal di kolong jembatan karena masih bisa berdagang.

“Di sini saya merasa mati. Usaha buntu, suami sakit, tunggakan menumpuk. Sampai sekarang saya belum bisa bayar. Bahkan, rumah saya sudah disegel sama UPRS,” katanya.

“Sejak dipindah ke sini, saya enggak usaha, enggak dagang. Waktu masih di kolong jembatan, meski tempatnya begitu, rezeki tetap ada. Makan enak. Tapi setelah pindah ke sini, saya enggak bisa apa-apa,” lanjutnya. 

Kini, Rohiah hanya bisa berharap pemerintah memberikan keringanan terkait tunggakannya.

Baca juga: Nasabah Nunggak Utang Malah Baca Doa saat Motor Hendak Ditarik Leasing, Bikin Debt Collector Bingung

Ia juga berharap pemerintah menghapus bunga yang terus bertambah bagi para penunggak.

Diberitakan sebelumnya, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Jakarta menyebut penghuni rusunawa di Jakarta memiliki tunggakan sejak 2010.

Data menyebutkan, warga rusun yang paling banyak menunggak ada di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara yaitu untuk masyarakat terprogram sebanyak 1.552 unit dengan besaran tunggakan Rp 10,8 miliar.

Sedangkan masyarakat umum sebanyak 773 unit dengan besaran tunggakan Rp 8,8 miliar.

"Tunggakan penghuni rusunawa terhitung sejak tahun 2010, di mana terdapat penghuni yang masuk kategori masyarakat terprogram sejak menempati rusunawa tidak melakukan pembayaran retribusi sewa rusunawa," kata Kepala DPRKP Kelik Indriyanto di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (7/2/2025).

DPRKP segera mendata dan memetakan lebih lanjut soal pekerjaan, penghasilan, kepemilikan aset, dan jumlah jiwa penghuni rusunawa yang menunggak, terutama masyarakat umum.

"Selanjutnya akan diterbitkan sanksi administrasi berupa surat teguran, surat peringatan, hingga penyegelan kepada penghuni dengan jangka waktu sesuai ketentuan," jelas Kelik.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved