Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Hikmah Ramadan 2025

Puasa Ramadan dan Pentingnya Efisiensi Anggaran Negara

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kesabaran, menundukkan hawa nafsu, serta meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

Editor: Dwi Prastika
Istimewa
HIKMAH RAMADAN - KH Romadlon, Ketua Komisi Hubungan Ulama Umara MUI Jatim dalam artikel berjudul "Puasa Ramadan dan Pentingnya Efisiensi Anggaran Negara" yang ditayangkan pada Kamis (6/3/2025). 

Oleh: Dr KH Romadlon, MM, Ketua Komisi Hubungan Ulama Umara MUI Jatim

TRIBUNJATIM.COM - Puasa Ramadan adalah ibadah yang sarat dengan keberkahan dan keutamaan bagi setiap Muslim. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah: 183)

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kesabaran, menundukkan hawa nafsu, serta meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap rida Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR Bukhari dan Muslim).

Ramadan adalah bulan penuh rahmat, di mana pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.

Dalam bulan ini, terdapat Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Puasa juga memberikan manfaat kesehatan, baik fisik maupun mental, karena membantu detoksifikasi tubuh dan meningkatkan ketenangan jiwa.

Dengan menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan, seorang Muslim tidak hanya memperoleh pahala besar, tetapi juga menjadi pribadi yang lebih bertakwa dan berakhlak mulia.

Puasa dan Pengelolaan Keuangan: Esensi Hidup Sederhana

Puasa Ramadan bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga latihan spiritual dalam menahan diri, mengendalikan hawa nafsu, dan menerapkan pola hidup sederhana.

Prinsip ini seharusnya tidak hanya tercermin dalam pola makan dan ibadah, tetapi juga dalam cara kita mengelola keuangan.

Bulan Ramadan dapat menjadi momentum penting untuk menerapkan efisiensi anggaran, baik dalam lingkup rumah tangga maupun kebijakan nasional.

1. Ironi Konsumsi Berlebihan di Bulan Ramadan

Fenomena yang kerap terjadi adalah meningkatnya pola konsumsi selama bulan puasa.

Data menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat justru melonjak, terutama dalam hal belanja makanan, pakaian, hingga gaya hidup.

Padahal, esensi Ramadan adalah kesederhanaan dan berbagi dengan sesama.

Ketidakseimbangan ini sering kali memicu pemborosan dan bahkan utang konsumtif.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menerapkan efisiensi anggaran dengan mengutamakan kebutuhan utama dan menahan diri dari pengeluaran yang tidak perlu.

2. Efisiensi Anggaran dalam Skala Nasional

Prinsip efisiensi tidak hanya berlaku dalam rumah tangga, tetapi juga dalam kebijakan negara.

Pemerintah perlu memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Puasa Ramadan bisa menjadi refleksi bagi para pemangku kebijakan untuk lebih bijak dalam alokasi anggaran, menghindari pemborosan, dan fokus pada program yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Presiden RI Prabowo Subianto telah menekankan pentingnya optimalisasi anggaran, terutama dalam sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Ini selaras dengan semangat puasa yang menekankan keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan.

Dalam Islam, konsep efisiensi dan keberpihakan terhadap kaum duafa telah ditegaskan dalam Surat Al-Ma'un yang artinya:

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan memberikan bantuan." (QS. Al-Ma'un: 1-7)

Ayat ini menegaskan, Islam mengutamakan kesejahteraan sosial, bukan sekadar ibadah formalitas.

Prinsip ini harus tercermin dalam kebijakan negara, termasuk dalam pengelolaan anggaran.

3. Ramadan sebagai Titik Awal Perubahan

Jika masyarakat dapat menerapkan pola hidup hemat selama Ramadan, kebiasaan ini bisa berlanjut menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menekan gaya hidup konsumtif dan lebih selektif dalam pengeluaran, stabilitas ekonomi individu dan nasional dapat lebih terjaga.

Efisiensi anggaran bukan hanya soal menghemat uang, tetapi juga tentang menyalurkan sumber daya secara lebih tepat guna.

Puasa Ramadan adalah momentum untuk kembali ke nilai-nilai dasar ekonomi Islam: keseimbangan, keadilan, dan kebermanfaatan bagi sesama.

Dengan semangat ini, kita dapat membangun ekonomi yang lebih kuat, mandiri, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved