Warga Bawa Keranda Jenazah via Sungai
Pantas Sulasmi Larang Keranda Jenazah Lewati Rumahnya, Akhirnya Warga Mengalah Bopong Lewat Sungai
Sekelompok warga di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengantarkan keranda jenazah melewati sungai.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Kejadian sekelompok warga di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengantarkan keranda jenazah melewati sungai, viral di medsos.
Dalam video berdurasi 58 detik tersebut, terlihat rombongan pengantar jenazah memikul keranda jenazah.
Kemudian mereka berhati-hati turun dan melintasi sungai.
Baca juga: Sosok Ati Taek Sopir Truk Wanita Berani Menyetir di Daerah Terisolasi, Viral Terobos Banjir Sungai
Data terhimpun, jenazah yang diantar adalah Mulyadi (38) warga Desa Wares, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Jatim.
Rombongan hendak menyebrang sungai menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) Guyangan di Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Jatim.
Warga Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, tersebut rela menyeberangi sungai saat harus memakamkan warga di TPU.
Adapun mereka lewat sungai bukan karena infrastruktur jalan atau jembatan yang tak memadai.
Namun, ada satu warga yang menolak tanahnya dilewati prosesi pengantaran jenazah.
Ya, rupanya mereka dilarang oleh Mbah Oso.
Lalu siapa Mbah Oso dan apa alasannya melarang warga membawa keranda melintasi jalan di depan rumahnya?
Padahal jalur tersebut merupakan satu-satunya jalur menuju jembatan yang dibangun swadaya oleh warga untuk mengakses pemakaman di Desa Tugurejo.
"Kemarin kejadiannya," ungkap salah satu warga, Tri Utami, Minggu (20/4/2025).
"Kalau warga Desa Wates yang sebelah sini (perbatasan) dekat dengan Desa Tugurejo, dimakamkan di Desa Tugurejo. Tidak boleh lewat situ (tanah warga)," imbuhnya.

Dia menjelaskan, bahwa sudah beberapa kali warga harus menggotong keranda melintasi sungai karena alasan yang sama.
"Sudah berulang kali kejadian seperti itu. Akhirnya ya warga memilih lewat sungai," ujar Tri.
Kades Tugurejo, Siswanto membenarkan kejadian tersebut.
Dia menjelaskan bahwa Sabtu (19/4/2025) kemarin, Mulyadi warga Desa Wates, meninggal dunia.
"Kebetulan pemakamannya di desa kami (Desa Tugurejo). Karena memang dua dukuh yang perbatasan dengan Desa Tugurejo, tidak mempunyai pemakaman," katanya.
Akses jalan, kata dia, telah dibuatkan jembatan dengan swadaya masyarakat.
Akan tetapi ada salah satu keluarga yang merupakan penduduk Desa Wates yang tidak boleh dilintasi
"Jalan yang di depan rumahnya tidak boleh dilintasi keranda jenazah begitu. Jadi warga mengalah melewati sungai," terangnya.
Baca juga: Bambang Merasa Ditipu saat Nikahi Siti, Kini Dituntut Anak Ganti Rugi Rp 10 M 30 Tahun Menelantarkan
Sekretaris Desa Wates, Misdi mengatakan bahwa larangan keranda jenazah menuju pemakaman lewat jalan sebelah rumah sudah berlaku sejak Oso, bapak dari Sulasmi, masih menempati rumah tersebut.
"Sudah puluhan tahun sejak Mbah Oso, bapaknya Sulasmi, itu sudah dilarang lewat situ. Katanya kalau jenazah lewat jalan di samping rumahnya, katanya jadi lemah sangar," ujarnya ditemui di Balai Desa Wates, Senin (21/4/2025).
Tak hanya melarang warga Desa Wates, Sulasmi juga melarang warga Desa Tugurejo yang meninggal melewati jalan di depan rumahnya.
Akhirnya, jika ada warga yang meninggal, terpaksa harus melewati jalan kebun yang cukup curam untuk menyusuri sungai kurang lebih 150 meter, baru naik menuju ke lokasi pemakaman.
"Warga desa sini pun harus lewat sungai ke pemakaman meski pemakaman tersebut masuk Desa Tugurejo," kata salah satu warga Desa Tugurejo, Syarifudin.
Misdi mengungkapkan, tiga tahun lalu Sulasmi sempat protes ke Pemerintah Desa Wates karena salah satu warga desa yang meninggal melintas di jalan samping rumahnya dengan menggunakan ambulans.
Meski sempat dimediasi, Sulasmi tetap kekeh melarang warga yang meninggal diantar ke pemakaman melalui jalan di samping rumahnya.
"Rupanya warga langsung membawa mobil ambulans menuju ke makam. Sulasmi langsung protes ke desa. Hasil mediasi tidak ada titik temu antara warga dengan Sulasmi," katanya.

Sayangnya, upaya konfirmasi Kompas.com kepada Sulasmi dicegah oleh warga yang berada di rumah Sulasmi.
Warga beralasan, saat ini Sulasmi sedang punya hajat mengkhitankan anaknya.
Salah satu tetangga Sulasmi, Chandra, mengatakan bahwa Sulasmi memang melarang keranda jenazah melewati jalan di samping rumahnya meski dia juga tidak tahu alasan larangan tersebut.
"Iya, memang Bu Sulasmi melarang jenazah lewat di jalan sini. Alasannya kita tidak tahu," ucapnya.
Karena larangan keranda jenazah melewati jalan samping rumahnya, warga akhirnya sepakat melarang jenazah Mbah Oso dimakamkan di pemakaman Desa Tugurejo saat meninggal dunia.
"Karena larangan itu, warga akhirnya melarang jenazah Mbah Oso dimakamkan di Tugurejo."
"Akhirnya jenazah Mbah Oso dimakamkan di Gemahharjo, Kabupaten Pacitan, di tempat kelahirannya, meski dia warga sini," kata Misdi.
Baca juga: Kepsek Kecewa Lahan SMA Direbut Perkumpulan Lyceum Kristen, Dedi Mulyadi: Negara Tidak Boleh Kalah
Pemakaman Umum milik Desa Tugurejo memang puluhan tahun digunakan untuk pemakaman warga Dukuh Bungkul dan sekitarnya karena pemakaman aset Desa Wates dari Dukuh Bungkul berjarak 3 kilometer.
Pemerintah Desa Tugurejo tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
Pemakaman Desa Tugurejo dipisahkan sungai sebagai batas desa dengan Desa Wates.
Satu-satunya jalan menuju pemakaman adalah jalan yang berada di samping rumah Sulasmi.
Karena larangan tersebut, warga terpaksa melintasi sungai untuk memakamkan warga yang meninggal.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.