Berita Viral
Kuli Difabel Gemetaran Pulang Jalan Kaki Lintas Kabupaten, Nangis Ditipu Mandornya, Tak Ada Uang
Langkah kakinya gemetar dan tak seimbang, ketika ia harus menyusuri jalanan untuk pulang.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Ditipu mandor, seorang kuli disabilitas ditemukan menangis saat jalan kaki dari Pasuruan ke Nganjuk, Jawa Timur.
Di tengah keterbatasan ekonomi dan fisiknya, ia justru menjadi korban penipuan oleh mandor tak bertanggung jawab.
Kisah pilunya terungkap setelah tak sengaja ditemui seorang TikToker dengan akun @lakihoki.
Baca juga: Suami Hancur Lihat Rekaman CCTV, Istri Kepergok Selingkuh Sama Mahasiswanya Sendiri di Hotel
Kisah pria disabilitas kuli bangunan asal Nganjuk ini pun menjadi sorotan netizen.
Mereka prihatin dengan sang kuli bangunan yang bernasib pilu setelah ditipu mandornya.
Diketahui, kuli disabilitas asal Nganjuk tersebut bernama Gito.
Ia sempat bekerja sebagai kuli bangunan di wilayah Pasuruan.
Saat ditemui sang TikToker, kondisi Gito tampak sungguh memilukan.
Akibat penipuan yang dialaminya, Gito nelat pulang jalan kaki dari Pasuruan menuju kampung halamannya di Nganjuk.
Langkah kakinya gemetar dan tak seimbang, ketika harus menyusuri jalanan di daerah Sidoarjo waktu dini hari.
Tubuh rentanya, seolah mengatakan jika ia sudah lemas dan kelelahan berjalan.
Gito rupanya merupakan seorang pekerja kuli.
Ketika ditelusuri, ia baru saja ditipu oleh sang mandor.
Gajinya yang seharusnya didapat, tak kunjung dibayarkan.

Padahal, pekerjaan tersebut ia lakukan demi menyambung hidup bersama ketiga anaknya.
Ia pun terpaksa harus pulang ke rumah dengan berjalan kaki, membawa harapan palsu untuk ketiga anaknya di rumah.
Kisah ini dibagikan oleh seorang TikToker, @lakihoki.
Awalnya ia bercerita, melihat seorang pria tua berjalan dengan tidak seimbang dan lemas mengarah ke Aloha, Sidoarjo.
Saat ditanya, pria tersebut bernama Gito.
Ia mengaku hendak berjalan kaki menuju ke terminal Bungurasih.
"Masih jauh lho," tanya perekam pria yang diketahui merupakan pemilik akun Tiktok tersebut, melansir Tribun Jakarta.
"Iya, tidak apa-apa," jawab Gito.
"Bapak kerja di sini? tanya pria itu.
"Sudah tidak, saya mau pulang (ke Nganjuk)," jawab Gito lagi.
Baca juga: Niat Cari Sumber Air, Warga Bor Tanah untuk Sumur Malah Temukan Sumber Minyak, Tercium Bau Solar
Gito mengalami keterbatasan fisik pada tangan kanannya.
Kakinya juga sedikit mengalami masalah sehingga jalannya tidak seimbang.
Sang pria perekam lalu menawarkan diri untuk mengantarnya ke terminal menggunakan mobil karena jarak yang cukup jauh.
Namun, tawaran tersebut ditolak Gito.
Ia berdalih masuk angin apabila melakukan perjalanan dengan mobil.
Ia pun tetap bersikukuh untuk meneruskan perjalanannya sendirian di tengah malam tersebut.
Hingga kemudian, sang pria menawarkan Gito untuk naik ojek saja.
Ia bermaksud menolong Gito dengan memesankan ojek untuknya.

Gito pun mau menerima tawaran tersebut setelah dipaksa.
Ia kemudian bercerita, bahwa dirinya akan pulang ke Nganjuk dan telah berjalan kaki dari Pasuruan sejak subuh sebelumnya.
Hal ini dia lakukan karena tak memiliki uang untuk ongkos ke rumah.
Sudah sebulan ia bekerja sebagai kuli, gajinya tak kunjung dibayar oleh sang mandor.
"Mandornya bermasalah pak, waktunya bayaran ditinggal," kata Gito.
Hatinya pun remuk dan merasa tertipu.
Gito tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk tiga anaknya di rumah tanpa uang sepeser pun.
Kata Gito, ini pengalamannya yang pertama kali bekerja jauh dari tempat tinggalnya.
Bekerja di kota, rupanya tak seperti yang ia harapkan, pengalaman pahit dirasakan, bahkan tak tahu harus bagaimana cara pulang ke rumah.
"Pulang enggak bawa uang sama sekali?" tanya sang pria.
"Enggak ada," jawab Gito.
Meski demikian, Gito mengaku tak marah dengan mandornya tersebut.
Di tengah keterbatasan, Gito mencoba ikhlas menjalani nasib yang dialami.
"Saya ikhlas enggak apa-apa, biar Yang Kuasa yang balas," katanya.
Baca juga: Berkurban di Tengah Keterbatasan, Mbah Wuh Sisihkan Uang BLT Beli Kambing Rp2 Juta: Duit Buat Apa?
Sementara itu, kisah lain datang dari Mbah Sape'i yang jalan kaki menjadi tukang patri keliling meski di usia senja.
Ia berkeliling menjajakan jasanya membawa boks yang ia pikul, sambil sesekali beristirahat.
Sesekali pandangannya kosong, matanya terkadang melihat jalan dan langit.
Pria tersebut bernama Sape'i warga asal Cibinong, Bogor, Jawa Barat, yang rela jalan kami puluhan kilometer untuk mencari pelanggan.
Sape'i merupakan satu-satunya tukang patri atau memperbaiki panci dan sejenisnya.
Meski usianya sudah senja, tapi semangat untuk mencari uang masih terpancar dari raut wajahnya.
Jika ia tidak keliling mencari pelanggan, maka tidak bisa bisa bawa pulang uang untuk makan sehari-hari bersama anak dan cucunya.
Istrinya sudah lama tiada, sehingga ia tinggal dengan anak dan cucunya di rumah.

Setiap hari, Sape'i berangkat keliling pukul 08.00 WIB dan pulang sekira pukul 17.00 WIB.
Dari rumah, ia keliling kampung untuk mencari warga yang ingin perbaiki panci atau sejenisnya.
Setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke wilayah Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
"Keluar jalan rasa dari Cibinong saya naik angkot, terus turun di Pasar Cisalak dan jalan kaki keliling Cibubur," kata Sape'i saat ditemui di Jalan Pertigaan Kali Caglak, Kelurahan Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (9/5/2025).
Sape'i tidak punya pilihan pekerjaan lain di usianya yang sudah memasuki 74 tahun.
Ia pernah banting setir menjadi kuli bangunan beberapa tahun lalu, tapi karena semakin tua, tenaganya tak lagi dibutuhkan.
Keahliannya sebagai tukang patri pun ia manfaatkan demi anak dan cucu serta dirinya bisa makan.
Anaknya perempuan tidak bekerja dan gaji dari menantunya tak cukup untuk hidupi keluarga.
"Saya belajar dari orang tua saya. Terus saya mulai sendiri dari sidang PKI tahun 1966," ucap pria berkemeja lusuh tersebut.
Baca juga: Orang Tua Murid Keberatan Sekolah Minta Sumbangan Rp1.500.000, Wakasek SMAN Bantah Ancam Siswa
Dalam sehari, kata Sape'i, belum tentu dapat perbaikan panci dari warga.
Rasa sedih diakuinya sangat menyelimuti karena tak bisa bawa pulang uang.
Ia memasang tarif tergantung tingkat kesulitannya, jika kerusakan ringan maka hanya mematok harga Rp5.000 dan paling mahal Rp50.000.
"Ada juga yang minta bikinin talang (saluran di atap rumah) itu mahal. Per meter itu dihargai Rp50.000, kadang kalau lagi ramai bisa bawa uang Rp300.000," tegasnya.
Ia berharap, setiap hari ada pelanggan yang memperbaiki panci atau lainnya, supaya bisa mendapatkan pemasukan untuk biaya hidup sehari-hari.
Sape'i menilai, masyarakat zaman sekarang banyak yang tidak mau repot karena setiap kali panci rusak atau bolong memilih untuk dibuang.
"Kalau saya gimana ya, mau kerjaan lain sudah enggak kuat. Jadi tetap bertahan dengan keahlian ini," imbuhnya.
Presiden Prabowo Bakal Lantik Wakil Panglima TNI, Simak 3 Jenderal Calon Potensial |
![]() |
---|
Pantas Proyek Kolam Renang Gagal, Kades Kusno Rugikan Negara Rp 600 Juta Pakai Cara Ilegal |
![]() |
---|
Konten Kreator Dikecam karena Sedekah Nasi Isi Tulang Ayam Bekas ke Gelandangan |
![]() |
---|
115 Siswa Mundur dari Sekolah Rakyat, Tak Siap Hidup di Asrama hingga Terpaksa Rawat Orangtua |
![]() |
---|
Gaji Bella Shofie Anggota DPRD yang Didemo karena Malas Ngantor, Dulu Janji Tak Ambil Sepeserpun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.