Berita Viral
Rumah Subsidi 18 Meter Persegi dari Pemerintah Dinilai Tak Manusiawi, REI: Enggak Bisa Bayangkan
Wacana lahan minimal rumah subsidi 18 meter persegi dari pemerintah adalah hal yang tidak manusiawi.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Rencana pemerintah soal rumah subsidi 18 meter persegi mendapat banyak tanggapan dari banyak pihak terkait.
Salah satu kritik datang dari Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Solo Raya.
REI menyebut jika rumah subsidi 18 meter tak manusiawi.
Baca juga: Lokasi KKN Jokowi Kini Dituding Palsu, Warga Desa Bersaksi Pernah Bertemu, Beli Gitar Naik Vespa
Hal itu disampaikan Ketua REI Komisariat Solo Raya, Oma Nuryanto.
Ia mengungkapkan, wacana lahan minimal rumah subsidi 18 meter persegi merupakan hal yang tidak manusiawi.
Oma menyebut, lahan minimal saat ini 60 meter persegi sudah ideal.
"Pada prinsipnya itu tidak memanusiakan orang. 18 meter persegi kamar berapa, parkir mobil bagaimana, kamar mandi, ruang tamu," ungkapnya saat dihubungi Tribun Solo, Minggu (15/6/2025).
Keterbatasan lahan menjadi salah satu alasan munculnya wacana ini.
Terutama bagi wilayah-wilayah kota besar yang makin sulit menemukan lahan dengan harga terjangkau.
"Ya memang baru wacana. Bagi yang di perkotaan di kota besar arahnya usulan dari teman-teman pengembang di kota besar," jelasnya.
Menurutnya, luas lahan rumah subsidi 60 meter persegi sudah ideal.
Rumah yang bisa dibangun di atas lahan tersebut mulai 21-36 meter persegi.
"Paling enggak 60 meter persegi. Itu udah dapat 2 kamar tidur, satu kamar tamu, ruang jemur, dapur, kamar mandi," paparnya.
"18 meter persegi saya enggak bisa bayangkan," tutur Oma.

Di samping itu, dengan aturan yang berlaku sekarang, mencari lahan yang terjangkau masih bisa dilakukan di sekitar Solo Raya.
Hanya saja, lahan yang terjangkau bisa didapat di pinggiran yang cukup jauh dari pusat kota.
"Memang betul harga tanah naik. Cuma kalau agak yang pinggir masih dapat."
"Kalau yang tengah kota enggak mungkin. Kalau ketersediaan unit enggak masalah," jelasnya.
Meski begitu, ia mengakui daya beli masyarakat yang terus tertekan.
Harga rumah subsidi di Jawa Tengah saat ini Rp166 juta dengan angsuran sekitar Rp1 juta.
Sementara itu, Upah Minimum Kota (UMK) Solo hanya sekitar Rp2,4 juta.
Dengan beban angsuran sebesar itu, maka rumah subsidi masih sulit dijangkau warga Solo Raya.
"Daya beli memang semua merasakan. Daya belinya memang tertekan pada umumnya," jelas Oma.
Baca juga: Guru Mundur Massal dari Sekolah Bodong, Kerja Bak ART, Disuruh Beli Ayam Goreng Buat Anak Kepsek
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 harga jual rumah subsidi di Jawa Tengah, kecuali Jabodetabek seharga Rp166 juta.
Para pengembang pun makin banyak yang mencari lahan di daerah pinggiran yang makin jauh dari pusat kota.
"Agak menepi karena dipatok Rp166 juta, harus cari lahan yang terjangkau. Kalau tepi kota secara harga tidak klop," ungkap Oma.
Ia menyebut, sejumlah wilayah banyak dibangun rumah subsidi di Solo Raya.
Di antaranya Kecamatan Makamhaji dekat Pasar Jongke, sekitar Waduk Lalung Karanganyar, dan sekitar Waduk Cengklik hingga Bandara Adi Soemarmo Ngemplak, Boyolali.
"Hampir semua merata di Sukoharjo daerah Pasar Jongke, Boyolali Bandara, Waduk Cengklik, Karanganyar Waduk Lalung," jelasnya.
Menurutnya, hunian vertikal belum menjadi pilihan karena jarak antara daerah penyangga dengan pusat kota tak begitu jauh.
"Kalau vertikal di kota besar Jakarta, Surabaya. Kalau di Solo Raya pada umumnya belum."
"Karena memang jaraknya Solo bukan kota yang terlalu besar. Enggak kaya Jakarta. Belum (urgent) di sekitar Solo," tuturnya.
Menurutnya, ongkos untuk mengembangkan hunian vertikal di pusat kota terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rumah tapak di pinggiran.
"Kalau vertikal, karena lahan di Solo Raya masih luas dan di tepi masih murah, vertikal jatuhnya lebih tinggi."
"Kecuali di kota-kota besar. Kalau beli lahan di kota dengan vertikal sama beli lahan (rumah tapak) di tepi, jatuhnya masih rumah di tepi."
"Karena relatif tanah masih terjangkau," kata Oma.

Senada, Ketua Umum REI, Joko Suranto menyampaikan, rencana pengurangan batas minimal luas rumah subsidi berpotensi mengorbankan kelayakan hunian.
Pasalnya, luas rumah yang menyempit akan bertabrakan dengan standar ditentukan dalam SNI hingga WHO.
Ia menjelaskan, berdasarkan acuan WHO, luas rumah yang ideal berkisar 10-12 meter persegi per orang.
Apabila satu rumah dihuni keluarga berisi empat orang, maka luas rumahnya 40-48 meter persegi.
Baca juga: Mendadak Pagar Digembok, Sekolah Swasta Mewah Digeruduk Puluhan Orang Tua, Pendaftaran Rp23 Juta
Sementara berdasarkan SNI, luas rumah yang ideal ialah 9 meter persegi per orang.
Apabila satu rumah dihuni keluarga berisi empat orang, maka luas rumah sebaiknya 36 meter persegi.
"Standarnya (luas rumah) kan ada WHO, ada SNI, itu harus menjadi acuan."
"Kecuali SNI juga diubah dahulu, sehingga tidak bertabrakan," ujarnya Joko kepada Kompas.com, Jumat (30/5/2025).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah mengatakan, rumah subsidi dengan luas tanah minimal 25 meter persegi dan luas bangunan minimal 18 meter persegi, berpotensi memicu sejumlah dampak negatif.
"Kekumuhan, luasan kurang dari 9 meter persegi per jiwa tidak sehat, (pemilik) tidak bisa tambah luas bangunan, (pemilik) tidak layak untuk yang mempunyai keturunan, serta hanya menjadi rumah sementara bukan rumah masa depan," terangnya kepada Kompas.com, Jumat.
Wali Kota Sebut Anaknya ke Sekolah Diantar, Kelakuan Bawa Mobil Parkir di Lapangan Dibongkar Teman |
![]() |
---|
Sebut Tempat Gibran Tuntut Ilmu Tidak Setara SMA/SMK, Said Didu Pastikan UTS Insearch Hanya Bimbel |
![]() |
---|
Penjelasan Kades usai MBG Hasil Usaha Adiknya Dikritik Pelit karena Porsi Secuil: Untuk PAUD |
![]() |
---|
Tangis Keluarga Korban Tabrak Lari Minta Keadilan Harus Ngemis, Pelaku Cuma Dituntut 1,5 Tahun |
![]() |
---|
Sosok Said Kepsek Antar Jemput 32 Siswa Pakai Tossa Tiap Hari, Nangis Tetap Ditunggu Meski Terlambat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.