Berita Viral
Mantan Pimpinan KPK Sebut Penjual Pecel Lele Bisa Terseret Celah UU Tipikor: Setiap Orang
Ia dihadirkan oleh para pemohon yang menguji Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Menurut Chandra, dua pasal itu bisa timbul problematik.
TRIBUNJATIM.COM - Penjual pecel lele bisa saja terseret celah dari UU Tipikor.
Diketahui, Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2009, Chandra M Hamzah menjadi ahli dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia dihadirkan oleh para pemohon yang menguji Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.
Menurut Chandra, dua pasal itu bisa timbul problematik.
Baca juga: Sosok Pemilik Wilmar Group, Uang Rp11,8 Triliun Hasil Korupsi CPO Disita, Terbesar dalam Sejarah

Sebab, tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas atau bersifat ambigu.
Selain itu, delik pun tak boleh ditafsirkan secara analogi sehingga tidak melanggar asas lex certa maupun lex stricta.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, jelas Chandra, penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi tersebut.
Sebab, penjual pecel lele termasuk “setiap orang” yang melakukan perbuatan “melawan hukum” dengan berjualan di atas trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki.
Kemudian, penjual pecel lele juga bisa dikatakan mencari keuntungan atau “memperkaya diri sendiri” dengan berjualan di trotoar yang membuat fasilitas publik milik negara itu rusak sehingga dapat dianggap pula “merugikan keuangan negara”.
“Maka penjual pecel lele adalah bisa dikategorikan, diklasifikasikan melakukan tindak pidana korupsi, ada perbuatan, memperkaya diri sendiri, ada melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara,” ujar Chandra di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor pun memuat frasa “setiap orang” yang dapat mengingkari esensi dari korupsi itu sendiri.
Sebab, tidak setiap orang memiliki kekuasaan yang cenderung korup.
Padahal juga, ketentuan ini telah menegaskan adanya jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Kesimpulannya adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor kalau saya berpendapat untuk dihapuskan karena rumusannya melanggar asas lex certa, perbuatan apa yang dinyatakan sebagai korupsi,” tuturnya.
Kemudian, Chandra juga mendorong agar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor direvisi dengan mengganti dan menyesuaikan sesuai Article 19 UNCAC yang sudah dijadikan norma.
“‘Setiap Orang’ diganti dengan ‘Pegawai Negeri’ dan ‘Penyelenggara Negara’ karena itu memang ditujukan untuk Pegawai Negeri dan kemudian menghilangkan frasa ‘yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara’ sebagaimana rekomendasi UNCAC,” jelasnya.
Sebagai informasi, perkara yang tercatat dalam Nomor 142/PUU-XXII/2024 dimohonkan oleh mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (2016–2017) Syahril Japarin (Pemohon I), mantan pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Kukuh Kertasafari (Pemohon II), serta mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (Pemohon III).
Mereka memohon Mahkamah agar ada syarat bagi tersangka atau terdakwa yang dikenakan sanksi pidana/denda dalam ketentuan norma yang diuji tersebut.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 3 UU Tipikor
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Wali Kota Sebut Anaknya ke Sekolah Diantar, Kelakuan Bawa Mobil Parkir di Lapangan Dibongkar Teman |
![]() |
---|
Sebut Tempat Gibran Tuntut Ilmu Tidak Setara SMA/SMK, Said Didu Pastikan UTS Insearch Hanya Bimbel |
![]() |
---|
Penjelasan Kades usai MBG Hasil Usaha Adiknya Dikritik Pelit karena Porsi Secuil: Untuk PAUD |
![]() |
---|
Tangis Keluarga Korban Tabrak Lari Minta Keadilan Harus Ngemis, Pelaku Cuma Dituntut 1,5 Tahun |
![]() |
---|
Sosok Said Kepsek Antar Jemput 32 Siswa Pakai Tossa Tiap Hari, Nangis Tetap Ditunggu Meski Terlambat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.