Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Viral Lokal

Tumini Diusir dari WC Umum usai Tinggal 15 Tahun, Minta Ganti Rugi, Dulu Pasang Pompa Air Rp1,5 Juta

Tumini diusir dari WC umum yang ia tinggali selama 15 tahun. Dirinya meminta ganti rugi.

KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH
DIUSIR - Warga Kelurahan Ngagel, Surabaya, Tumini (47) tinggal di WC umum selama 15 belas tahun. Ia kini diminta pindah namun minta ganti rugi biaya pasang pompa air, sumur hingga listrik, Kamis (3/7/2025) 

TRIBUNJATIM.COM - Warga Kelurahan Ngagel, Surabaya, Tumini (47) tinggal di WC umum selama 15 belas tahun.

Tumini dan keluarganya menyewakan ponten umum di Taman Ngagel Tirto, Surabaya sejak 2010.

Namun sejak viral, Pemkot Surabaya dan jajaran terkait melakukan sterilisasi.

Tumini yang menjadikan WC umum sebagai tempat tinggal diminta hengkang.

Perabot Tumini yang berada di ponten pun dikembalikan ke rumah.

Pemerintah setempat melarang tempat umum tersebut digunakan sebagai hunian.

Baca juga: 15 Tahun Tinggal di WC Umum dan Buka Warung, Tumini Bayar Sewa Rp 1 Juta Setahun, Kini Cemas Diusir

Pihak kelurahan meminta agar masyarakat yang menggunakan toilet tidak membayar karena merupakan bagian dari fasilitas umum.

“Tadi Pak Lurah ke sini, katanya enggak boleh lagi, minta digratiskan,” kata Tumini saat ditemui Kompas.com, Kamis (3/7/2025).

Tumini tak menampik ponten umum tidak diperuntukkan untuk hunian.

Oleh karena itu, dia bersedia meninggalkan tempat tersebut. 

Namun, dia berharap mendapat ganti rugi.

“Kalau sudah enggak boleh, tidak apa-apa. Tapi maksud saya, listrikku diganti, pasangnya dulu 1 juta, pompa air dulu 1,5 juta, dan sumur sekitar Rp 750.000,” ujar dia. 

Baca juga: Sopir Habis Rp 91 Juta untuk Tinggal di Gua, Lelah Kerja 10 Jam untuk Lunasi Utang, Tetap Dapat Uang

Tumini mengaku dia memasang listrik, pompa air, dan membangun sumur sedalam 17 meter sejak awal dia kelola pada 2010.

Jika harapan tersebut dipenuhi, uang ganti rugi rencananya digunakan untuk menyambung hidup dan membayar utang.

“Kalau bisa, kan uangnya bisa buat tambahan untuk usaha nanti. Karena saya masih punya pinjaman harian,” kata Tumini.

Sebelumnya, Camat Wonokromo, Maria Agustin Yuristina menyebut akan memberikan bantuan gerobak dan modal sebagai ganti pekerjaan.

Tumini juga meminta tempat untuk menjalankan usahanya.

Sebab, jika berjualan di sembarang tempat, dia rawan ditertibkan oleh Satpol PP.

“Saya sudah sampaikan ke Pak Lurah. Katanya akan dipikir-pikir. Karena kalau bantuan rombong, katanya ada warga yang malah dijual dua bulan setelahnya. Tapi kan tidak semua gitu. Saya sangat butuh kerjaan. Kalau dijual, saya dapat penghasilan dari mana?” katanya. 

Sementara itu, Lurah Ngagel, Juanedi mengatakan Tumini belum menyampaikan permintaan ganti rugi kepadanya secara langsung, sehingga belum bisa memberikan keputusan.

“Ya, namanya harapan orang kan. Tapi mohon maaf kalau informasi itu nggak ada disampaikan ke kami,” kata Junaedi.

Pihak kelurahan telah melakukan pendekatan dengan Tumini agar tidak menjadikan ponten sebagai tempat tinggal.

Pihak kelurahan menawarkan Tumini bisa mendapatkan pendapatan untuk tempat usaha melalui program pemberdayaan UMKM di kelurahan.

“Kami ada pemberdayaan UMKM. Kadang kami punya event, kalau mau ikut, silakan. Atau pas senam lansia di Taman Asreboyo, ibunya bisa jualan di situ, silakan,” katanya. 

Baca juga: 30 Tahun Mbah Irah Tinggal di Atas Makam, Dulu Punya Gubuk Tapi Dibongkar, Tolak Tinggal Bareng Anak

Perabotan dipindah

Ponten umum yang diduga digunakan warga Ngagel sebagai tempat usaha dan tinggal, Rabu (2/7/2025)
Ponten umum yang diduga digunakan warga Ngagel sebagai tempat usaha dan tinggal, Rabu (2/7/2025) (KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH)

Camat Maria mengatakan sebelumnya dia juga sudah mengingatkan agar mereka segera pindah.

"Beliau menempati ponten ini sekitar 15 tahun yang lalu, sejak 2010. Beliaunya kooperatif sadar ini adalah fasilitas umum yang harus dikosongkan," kata Maria, Kamis (3/7/2025).

Maria menyebut, proses pengosongan perabotan yang ada di dalam bangunan tersebut, dilakukan oleh petugas gabungan Satpol PP dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya.

Selanjutnya, petugas langsung memindahkan sejumlah barang milik keluarga penghuni ponten umum tersebut, ke tempat tinggal aslinya yang berada di Kecamatan Wonokromo.

"Untuk bangunannya kami kembalikan kepada pemilik, yang kebetulan dulu melakukan inisiasi pembangunan (ponten umum) dan akan segera kami selesaikan sesuai ketentuan," ujarnya.

Selain itu, kata Maria, pihaknya berencana memberi bantuan kepada keluarga tersebut.

Dengan tujuan, penghuni ponten bisa mendapatkan penghasilan dari pekerjaan lainnya.

“Kami lakukan pendekatan, apa yang dapat kami lakukan supaya dapat mensupport ekonomi keluarganya. Yang bersangkutan menyampaikan berfikir dulu untuk memulai usaha," jelasnya.

Lebih lanjut, Maria meminta, kepada masyarakat langsung melapor apabila mengetahui informasi serupa.

Dengan demikian, dia bisa mendatangi untuk menyelesaikannya.

“Sebagai masyarakat Surabaya mari kita bersama jaga keindahan dan taati peraturan yang ada di Kota Surabaya ini," ucapnya.

"Jika ada masyarakat yang mengetahui aktivitas serupa atau aktivitas negatif lainnya, dapat hubungi perangkat wilayah setempat baik kecamatan dan kelurahan, segera kami tindaklanjuti,” tambahnya.

Baca juga: 10 Tahun Pria Rawat Pacar Sakit Parah, Sehari Habis Rp11,4 Juta, Kini Bahagia Tinggal di Panti Jompo

Diberitakan sebelumnya, Tumini dan ibunya menjadi perbincangan warganet karena diduga menjadikan ponten umum sebagai tempat tinggal.

Tumini menceritakan, ia hanya meneruskan pekerjaan suaminya yang sudah dilakoni sejak 2010 karena diminta oleh Jasa Tirta.

“Jasa Tirta yang nyuruh ngelola tempat ini ke suami. Karena sudah almarhum tahun 2013, saya yang meneruskan,” kata Tumini kepada Kompas.com, Rabu (2/7/2025).

Sebelum mengelola ponten, suami Tumini bekerja sebagai hansip kecamatan dan mengenal sejumlah pengurus kelurahan sehingga berujung dia diminta menjaga ponten.

Sementara Tumini menjaga parkiran becak.

“Dulu ada 400 becak yang bisa parkir ini. Terus sejak era Bu Risma (Walikota Surabaya 2010-2020) diubah jadi taman,” ungkapnya.

Pihak Jasa Tirta resah, karena warga kerap buang air dan kotoran lain ke Sungai Jagir.

Sebab air sungai ini akan dikelola menjadi air bersih. Sehingga dibangun lah ponten umum.

Karena menjadikan ponten umum sebagai ladang pekerjaan, Tumini akhirnya membayar sewa ke Jasa Tirta sekitar Rp1 juta per tahun.

“Sebenarnya ya bahasanya bukan sewa, seperti uang rokok gitu karena tidak ditargetkan berapa gitu. Karena buat sandang pangan, ya gimana ya,” ujarnya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved