Potensi Sound Horeg bagi Kesehatan, Dinkes Trenggalek Soroti Dampak Kebisingan Ekstrem
Fenomena sound horeg menjadi perdebatan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Fenomena sound horeg menjadi perdebatan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Di Kabupaten Trenggalek sound horeg kerap menghiasi berbagai acara karnaval dan pesta rakyat di berbagai desa/kecamatan.
Namun demikian, penggunaan sistem audio bersuara keras tersebut berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat, terutama akibat tingkat kebisingan yang ekstrem.
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB) Trenggalek, dr. Sunarto, mengingatkan masyarakat bahayanya terpapar suara dengan intensitas tinggi.
Baca juga: Bupati Mas Ipin Luncurkan 157 Koperasi Merah Putih di Trenggalek, Dorong Pemerataan Ekonomi Desa
Terlebih lagi jika terjadi secara terus-menerus atau dalam durasi yang panjang.
"Kadang kebisingan tidak bisa kita hindari. Tapi ketika melampaui batas waktu dan ambang yang ditentukan, maka harus diwaspadai karena dapat merugikan kesehatan," kata Sunarto, Sabtu (12/7/2025).
Menurutnya, penggunaan sound horeg yang sering dibawa menggunakan kendaraan dalam pawai atau karnaval desa sering kali menghasilkan suara dengan kekuatan 135 hingga 139 desibel (dB).
Angka ini jauh di atas batas aman yang ditetapkan, bahkan melebihi suara sirene ambulans atau pesawat lepas landas.
Mengacu pada Permenakertrans No. Per.13/Men/X/2011, yang menyatakan bahwa paparan kebisingan 85 dB hanya diperbolehkan maksimal 8 jam. Untuk 94 dB hanya 1 jam, dan pada 115 dB hanya 58 detik. Bila kebisingan mencapai lebih dari 130 dB, dampaknya bisa fatal bahkan dalam hitungan detik.
"Bising bernada tinggi dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, mual, gangguan tidur, dan dalam jangka panjang bisa memicu stres hingga penyakit psikosomatik," ucap Sunarto.
Ia juga menambahkan bahwa suara ekstrem bisa memengaruhi sistem saraf, keseimbangan tubuh, dan kemampuan komunikasi. Kondisi ini berpotensi membahayakan karena dapat menghambat respon terhadap sinyal atau tanda bahaya di lingkungan sekitar.
Baca juga: Rencana Penerapan Jalur Satu Arah di Sepanjang Jalan Panglima Sudirman di Trenggalek
"Kadang kita tidak dapat memilih lingkungan, tapi kita bisa menyiasatinya agar tetap sehat dan tidak terdampak secara signifikan," jelasnya.
Sebagai bentuk mitigasi, Dinkes menyarankan masyarakat untuk:
- Menjauhkan tempat tinggal dari sumber suara bising,
- Menggunakan pelindung telinga saat berada di lingkungan bising,
- Mengurangi penggunaan alat elektronik bersuara keras,
- Tidak sering membunyikan klakson, dan turut mengedukasi masyarakat soal risiko kebisingan ekstrem.
Imbas Sejumlah Agen Menarik Produknya, Emak-emak di Mojokerto Beralih ke Beras Premium Lokal |
![]() |
---|
Pemain Asing Madura United Sampaikan Belasungkawa atas Meninggalnya Affan Kurniawan |
![]() |
---|
Massa Aksi Solidaritas Affan Bakar Water Barrier, Kapolresta Malang Kota: Penabrak Sudah Ditahan |
![]() |
---|
Basha Market Surabaya 2025 Suguhkan Instalasi Emas dan Ruang Kolaborasi Kreatif Fesyen hingga Seni |
![]() |
---|
Pimpin Apel Peringatan Hari Pramuka ke-64 Kwarcab Nganjuk, Bupati Kang Marhaen: Gerakan Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.