Berita Viral
Penjelasan Dedi Mulyadi Sebut 'Masyarakat Sama Koruptifnya dengan Pemimpin'
Dedi awalnya menyinggung soal program perhutanan sosial yang menurutnya sering disalahgunakan.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dipelintir hingga menimbulkan tafsir bermacam-macam di masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan saat Dedi Mulyadi menjadi pembicara dalam acara di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Kala itu, ia menyebut tentang 'masyarakat sama koruptifnya dengan pemimpin'.
Baca juga: Arif Syok PBB Tanah Milik Ortunya Naik 3000 Persen, Harus Bayar Rp9,5 Juta
Dalam acara tersebut, Dedi menyinggung soal program perhutanan sosial yang menurutnya sering disalahgunakan.
Seharusnya, kata dia, perhutanan sosial memberi ruang bagi rakyat untuk mengakses hutan sehingga dapat mengembangkan ekosistem kehutanan yang menopang kehidupan ekonomi.
Kenyataannya, lahan garapan justru dijual dan dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman.
"Kan ini problem lagi sehingga hari ini saya ingin segera melakukan penataan itu," ujar Dedi, dalam video yang diterima Tribun Jabar, Senin (25/8/2025).
"Kalau nanti ada komitmen yang kuat antara Pemprov Jabar, Unpad, dan Kementerian Kehutanan, kami wajibkan seluruh penerima hak perhutanan sosial menanam tanaman agroforestri, di antaranya kelapa dan sukun," imbuhnya.
Menurutnya, masyarakat hari ini berbeda dengan rakyat era 1960-an atau 1970-an.
Karakter masyarakat sekarang, menurutnya, sama dengan pemimpin, sama-sama punya potensi serakah.
"Rakyat hari ini adalah rakyat tahun ini yang karakternya sama dengan kita. Sama buasnya, kadang sama serakahnya. Cuma beda tingkatan kekuasaannya," ujarnya.
"Ini rakyat, Pak. Jadi, sifat koruptif, sifat nepotisme bukan hanya milik politisi kayak Dedi Mulyadi," lanjut Dedi.
"Enggak usah menunggu orang lain, tetapi juga yang lain juga punya karakter itu, punya karakter serakah," tambahnya.
Pernyataan tersebut kemudian viral dan menuai beragam komentar dari netizen.
Ada yang menyesalkan, tetapi banyak pula yang mendukung dan membenarkan pernyataan tersebut.

Dedi Mulyadi pun memberikan penjelasan, bahwa baik masyarakat maupun pemimpin sama-sama punya potensi koruptif dan serakah.
Sifat serakah dan potensi koruptif tersebut, kata Dedi, merupakan bagian dari fitrah manusia yang ada pada setiap orang, bukan hanya pejabat atau politisi.
"Sama, ya sama, saya kan punya pengalaman. Dikasih kios satu, ingin adiknya masuk, pengin saudaranya masuk, ingin menguasai seluruh kios gratis. Kan ada pengalaman," ujar Dedi.
Saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Dedi mengaku, ada warga yang diberi fasilitas tempat usaha secara gratis, tetapi justru disewakan kepada orang lain dengan harga tinggi.
"Pengalaman saya dulu di Pasar Rebo Purwakarta. Video YouTube-nya ada, lapak disewakan Rp 11 juta, padahal itu gratis disediakan bagi pedagang," katanya.
Baca juga: Khawatir Pasar Dibakar untuk Kosongkan Lapak, Pedagang Pasar Sentil Janji Bupati Lucky Hakim
Perilaku seperti itu, kata Dedi, menunjukkan bahwa potensi koruptif tidak hanya melekat pada pejabat atau pemimpin, tetapi juga ada pada masyarakat.
"Jadi, ya potensi koruptif itu bukan hanya pada kita ini, para politisi, termasuk diri saya, masyarakat juga sama punya sifat koruptif," ucapnya.
Menurutnya, karena sifat serakah adalah bagian dari fitrah manusia, negara memiliki fungsi penting untuk mengatur agar tidak terjadi penyalahgunaan.
"Itu fitrah manusia. Setiap manusia itu punya potensi dalam dirinya serakah."
"Makanya, fungsi negara itu mengatur agar kebuasan itu tunduk pada undang-undang. Intinya kan itu," katanya.
Sehingga, kata dia, baik pemimpin maupun rakyat sama-sama harus memperbaiki diri dan taat pada aturan.
"Bagi saya, mau pemimpin, mau rakyat, ya dua-duanya harus bener, gitu lho," katanya.
Dedi berharap, pernyataan utuhnya tidak lagi dipelintir.

Di sisi lain, Dedi Mulyadi menoroti kasus Raya, bocah asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, yang meninggal pada 22 Juli 2025, dengan kondisi tubuh penuh cacing.
Saat mendapat perawatan di RSUD R Syamsudin SH, disebutkan ditemukan cacing dengan jumlah hampir 1 kilogram yang berhasil dikeluarkan dari tubuhnya.
Atas kejadian memilukan tersebut, Dedi menegur Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
Meski begitu, Pemkab Sukabumi menyebut telah berupaya maksimal dalam penanganan Raya.
Baca juga: Gelar Acara Halal Bihalal, Mbah Endang Syok Didenda Bayar Rp115 Juta
Terbaru, Dedi Mulyadi menjatuhkan sanksi berupa penundaan pencairan dana desa untuk Desa Cianaga.
"Saya memutuskan terhadap desa itu memberikan hukuman. Saya tunda bantuan desanya karena desanya tak mampu urus warganya," ujar Dedi saat pidato di Rapat Paripurna DPRD Jabar, Selasa (19/8/2025), dikutip dari Kompas TV.
Dedi menilai, perangkat desa hingga RT lalai dan gagal mengurus warganya.
"Hari ini kita punya derita seorang anak berumur tiga tahun dari Kabupaten Sukabumi pada sebuah kampung terpencil, ibunya ODGJ, bapaknya mengalami TBC. Anak itu tiap hari di kolong. Dia meninggal di rumah sakit dalam keadaan seluruh cacing keluar dari hidungnya," kata Dedi.
Ia menegaskan, kasus ini menunjukkan lemahnya empati birokrasi.
"Betapa kita gagap dan lalai. Perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT ternyata tidak bisa membangun empati," tegasnya.

Isu Nisan Baru Bermunculan di Situs Religi Wali Songo, Pengurus Makam Sunan Bonang: Bukan Tiba-tiba |
![]() |
---|
Karyawan Koperasi Kaget Uang Titipan Rp 2 Juta Raib di Dekat Bantal, Motor Majikan Juga Dimaling |
![]() |
---|
Nasib Pak Lurah Dikira Anggota DPR, Malah Diamuk Massa saat Perjalanan Pulang Naik Mobil |
![]() |
---|
Alasan Jibril Minta Keringanan Hukuman Setelah Tusuk Kekasihnya yang Hamil Sebanyak 98 Kali |
![]() |
---|
Hidup Susah, Agung Pengamen Disabilitas Merana Imbas Isu Royalti, Warungpun Ketakutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.