TRIBUNJATIM.COM - Berikut lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com, pada Jumat (1/9/2017):
1. Ternyata Anak Bos First Travel Nggak Cuma Satu, yang Sulung Namanya Ini
Selama ini orang mengira jika pasangan bos First Travel ini hanya memiliki satu buah hati, namun fakta lain terungkap.
Bahkan pasangan ini baru saja dikaruniai satu anak setelah 11 tahun menanti.
Kabarnya Anniesa baru saja melahirkan bayinya pada Juli 2017 lalu.
Namun terungkap ternyata Anniesa sudah pernah memiliki momongan sebelumnya.
Faktanya Anniesa pernah melahirkan putri pertama mereka pada 2008 lalu.
a. Anak pertama Anniesa dan Andika bernama Nadira
b. Saat ini, Nadira berusia sembilan tahun
Melansir dari akun media sosial Facebook-nya, untuk kehamilan kali ini, Anniesa sempat diminta untuk bedrest.
Hingga akhirnya, Anniesa kembali mendapat kesempatan dikaruniai anak untuk menjadi adik dari Nadira pada 2017 ini.
Sayangnya, sekarang Anniesa justru harus mendekam di penjara.
Padahal ia sudah menanti sekian tahun untuk dapat memberikan adik untuk Nadira.
2. Pengakuan Mengejutkan PNS Kota Tegal, Diberhentikan Karena Lupa 'Setoran'
Sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) merasakan ketidakadilan selama kepemimpinan Wali Kota Tegal nonaktif Siti Masitha Soeparno.
Ada yang di-nonjob-kan, pangkat diturunkan, bahkan tidak menerima gaji.
Khaerul Huda, seorang PNS, mengaku di-nonjob-kan karena tak patuh terhadap aturan pimpinan.
Saat baru menjabat kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Tegal, ia pernah didatangi Amir Mirza Hutagalung.
Bersama Siti Masitha, Mirza terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebelum ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap.
"Dia (Mirza) merupakan orang yang perkataannya harus ditaati seperti perkataan wali kota. Saat itu dia ngomong, 'Jangan lupa, ya,'" ungkap Huda, Kamis (31/8/2017).
Perkataan tersebut merupakan isyarat alias kode keras bagi Huda.
Maksud ucapan itu adalah jangan lupa memberi setoran sebagai imbal jasa atas pengangkatannya.
"Saat itu saya tidak memberikan. Saya lupa. Akhirnya jabatan saya diturunkan," terangnya.
Padahal saat itu Huda mampu melampaui target pendapatan asli daerah (PAD) yang dibebankan kepadanya.
Dia kemudian beberapa kali dimutasi, bahkan sempat menjadi staf pemerintah kecamatan.
Klimaksnya, wali kota memberhentikan Khaerul Huda sebagai PNS beberapa bulan lalu.
Dia diberhentikan meski sebenarnya masih menyisakan masa bakti dua tahun lagi.
Pemberhentian itu hanya menggunakan surat keputusan dari Wali Kota Tegal, bukan dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
"Kalau pensiun itu ada tahapannya. Kalau surat BKN turun, saya masih dapat uang pensiun bulanan. Tapi, gaji dan tunjangan pensiun saya disetop. Saya ini seperti bukan PNS," imbuhnya.
Selain Khaerul Huda, ada beberapa PNS eselon II dan III yang mengalami nasib serupa.
Satu di antaranya Agus Arifin, yang harus melepas jabatan sebagai Sekretaris Dinas Kependudukan Kota Tegal.
"Saya dinilai sebagai orang yang vokal mengkritik pemerintah," tutur Arifin.
Hingga akhirnya, jabatan dia diturunkan menjadi staf di Dinas Pekerjaan Umum (DPU).
Mantan Lurah Debong Lor, Kecamatan Tegal Selatan, Akhmad Rofii, tak ketinggalan ikut menggunduli rambut. Ia mengungkapkan rasa bahagia karena Siti Masitha ditangkap KPK.
"Jabatan saya diturunkan. Tadinya lurah, menjadi Kasubag Umum Kantor Lingkungan Hidup. Lalu pindah lagi, sekarang jadi kepala seksi di Kantor Perpustakaan Daerah," jelas Akhmad.
Ia menjelaskan alasan dimutasi beberapa kali hingga jabatannya diturunkan.
"Ada seorang wanita, tak perlu saya sebut, mengaku sebagai koordinator (pemenangan) Tegal Selatan. Dia meminta sejumlah uang," papar Akhmad.
Wanita itu tak menyebutkan jumlah yang diminta. Akhmad bergeming, tak memenuhi permintaan itu.
"Saya juga orang yang kerap mengkritik wali kota. Hingga akhirnya saya dipanggil camat dan ditegur. Akhirnya menjadi seperti ini," imbuhnya.
3. Gibran Diminta Beritahu Jokowi Agar Bersikap Sebagai Kepala Negara, Begini Jawabannya
Kunjungan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong ke Indonesia beberapa waktu lalu ternyata masih menyisakan rasa tidak puas bagi segelintir orang.
Sejak rencana kunjungan itu tersiar, pro kontra di media sosial pun tak terhindarkan.
Ada yang meminta agar pemerintah menolak kunjungan tersebut karena menganggap komunis bertentangan dengan Pancasila.
Di sisi lain, ada pula netizen yang memaklumi kunjungan tersebut, melihatnya sebagai kunjungan kerja antar negara.
Pada praktiknya, kunjungan itupun terlaksana Rabu (23/8/2017).
Nguyen Phu Trong tiba di Istana Merdeka sekira pukul 10.30 WIB.
Kedatangannya disambut dengan upacara kenegaraan.
Dalam pertemuannya, Presiden mengapresiasi hubungan kerjasama antara kedua negara yang telah terbangun selama 60 tahun.
Sikap presiden itulah yang masih menjadi ganjalan bagi segelintir netizen dan menkaitkan dengan peristiwa lainnya.
Salah satu pengguna Twitter mengunggah sebuah foto Emine Erdogan saat mengunjungi muslim Rohingya.
Melalui postingan itu, ia meminta Presiden Jokowi bersikap layaknya seorang pemimpin negara, dan bukan malah menyambut hangat komunis.
Postingan itu ia sampaikan dengan memention akun Twitter @Chilli_Pari yang notabene dikelola Gibran Rakabuming Raka.
Dalam postingan itu, pemilik akun Twitter @SultanMudaVIII meminta Gibran untuk memberitahu ayahnya agar bersikap sebagai kepala negara.
Gibran pun ternyata merespon mention tersebut, dengan jawaban khasnya yang santai.
4. Dapat Hadiah Dua Ekor Kuda Sandalwood, Presiden Jokowi Lapor KPK
Presiden Joko Widodo melaporkan dua ekor kuda pemberian warga Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini terkait perintah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi agar penyelenggara negara melaporkan gratifikasi ke KPK.
Saat kunjungan ke Kabupaten Sumba Barat Daya pada pertengahan Juli 2017 lalu, Presiden Jokowi mendapat hadiah dua ekor kuda jenis Sandalwood.
Dua ekor kuda ini diberikan sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi warga adat Sumba Barat Daya kepada Presiden Jokowi.
5. Polisi Telah Amankan Enam Tersangka Terkait Saracen
Penyidik Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri sudah menangkap enam pelaku dalam sindikat Saracen yang menyebarkan kebencian menggunakan isu SARA di media sosial (medsos). Para pelaku saling mengenal dan terintegrasi di medsos.
Pengungkapan berawal dari penangkapan RK pada 2016. Lalu, aparat kepolisian menangkap pelaku RY pada Februari 2017.
Berselang lima bulan, polisi menangkap pelaku penyebar konten SARA, MFT, dan seorang ibu rumah tangga, SRN.
SRN, tersangka penghinaan Presiden Joko Widodo. Setelah ditangkap, akun media sosial, Facebook milik SRN yang digunakan menyebarkan kebencian masih aktif. Ternyata, akun itu dipulihkan Jasriadi yang belakangan diamankan di Pekanbaru, Riau.
Berdasarkan penyidikan, Jasriadi terkait tiga orang yang sudah diamankan aparat kepolisian karena kasus ujaran kebencian.
Mereka yaitu, SRN, RY, dan MFT dan diketahui, para pelaku saling mengenal.
"Ema, tersangka. Penanganan hukumnya saya," tutur Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Besar Irwan Anwar, kepada wartawan, Kamis (31/8/2017).
Belakangan, aparat kepolisian kembali mengamankan pelaku dalam Sindikat Saracen.
MAH, pendiri grup Saracen di media sosial Facebook, diamankan di kediamannya, Jalan Bawal, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Rabu (30/8/2017), sekitar pukul 06.00 WiB.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan keterlibatan MAH adalah founder atau pendiri atau yang membuat kelompok Saracen ini dalam media sosial.
Selain itu, MAH juga diduga memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi.
MAH seringkali mengunggah berbagai konten ujaran kebencian dan bernuansa SARA di dalam akun Facebook Saracen.
MAH terpantau mengubah grup Saracen menjadi NKRI Harga Mati.
Dia diketahui tetap aktif menebar kebencian, meskipun Jasriadi telah ditangkap. Penyidik menetapkan MAH sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Bareskrim Polri yang berlokasi di Mapolda Metro Jaya.
"Keterlibatan yang bersangkutan ini sebagai founder Saracen. Yang bersangkutan mengganti web Saracennews.com menjadi NKRI harga mati. Artinya, yang bersangkutan ini mempunyai kemampuan mengganti," kata Martinus.
Penyidik masih menelusuri lebih lanjut terkait grup Saracen. Penyidik tidak menutup kemungkinan akan mengembangkan ke nama-nama lain yang muncul dalam kasus ini kemudian menetapkan sebagai tersangka.
"Potensi tersangka lain ada dan tentu bukan ingin menyasar seseorang, tetapi karena praktek perbuatan melawan hukum ini dilakukan," ujarnya.