TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan yang menjerat bos PT Bumi Gala Perkasa (GBP), Henry J Gunawan di PN Surabaya menghadirkan tiga saksi, Senin (20/11/2017).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso SH menghadirkan ketiga saksi masing-masing Teguh Kinarto, Notaris Paulus, Widjijono Nurhadi.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Unggul Warso Mukti SH, Teguh Kinarto yang juga seorang pengusaha ternama di Surabaya ini menceritakan asal-usul perkara pidana yang dilakukan oleh Henry J Gunawan.
Sebelum perkara pidana Henry dilaporkan Notaris Caroline, Teguh Kinarto menjabat sebagai Direktur PT GBP.
Tetapi di tengah perjalanan dihentikan sebagai dirut, April 2012 tanpa diberitahu oleh terdakwa, lewat RUPS bulan Maret 2012.
Saksi mengaku tidak mengetahui keputusan itu bahkan saat diminta menandatangani perjanjian antara PT GBP dengan PT Pembangunan Perumahan senilai Rp 245 miliar untuk proyek Pasar Turi.
Usai Nyabu, Kontraktor Ternama ini Langsung Ditangkap Polisi
Ketika Teguh Kinarto menjabat sebagai Dirut PT GBP, ia diminta terdakwa Henry untuk menandatangani akte jual beli tanah di Claket.
Tujuan dibelinya tanah itu untuk menjadi aset PT GBP. Tanah itu akan dibangun rumah sakit dan hotel.
Teguh Kinarto yang juga PT Podojoyo Mashur Group ini mengaku mendapat tawaran pembangunan objek tanah di Claket oleh terdakwa dengan investasi sebesar 25 persen , 10 persen untuk Widjijono Nurhadi dan 15 persen untuk Teguh Kinarto.
Pada 12 Juni 2010 dibuat kesepakatan menaruh saham sebesar 15 persen atau setara kurang lebih Rp 1,2 miliar pada rencana pembangunan rumah sakit dan hotel itu.
"Tapi proyek itu gagal karena ditolak bank," kata Teguh Kinarto.
Demi WiFi Gratis, Pemuda ini Relakan Motornya
Teguh lantas menambahkan, seandainya ia tahu tanah itu sudah dijual pada April 2010, ia tidak mau menandatangani kesepakatan itu.
Dalam persidangan juga diungkap, bukan hanya proyek di Claket, Teguh juga merupakan investor pembangunan Pasar Turi.
Namun investasi di proyek Pasar Turi itu gagal dan Teguh meminta terdakwa Henry untuk mengembalikan dana yang dimasukkan dalam proyek Pasar Turi.
"Saya dibayar pakai Bilyet Giro (BG) tapi blong. Nilainya Rp 120 milliar dan masalah ini sudah saya laporkan ke Bareskrim Polri," ujar Saksi Teguh.
Nama Emil Makin Nyaring Digandeng Khofifah, PDIP Panik, Lha Kok?
Kesaksian Teguh ini sempat dipotong oleh tim penasihat hukum Henry. Namun saksi Teguh berkata “sebentar” secara tegas untuk tetap meneruskan penjelasan secara utuh dan detail karena ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa sepotong-potong jawabannya.
Rupanya keterangan saksi Teguh itu dibantah oleh terdakwa Henry J Gunawan. "Tidak benar," kata terdakwa Henry saat ditanya hakim Unggul terkait keterangan saksi.
Sementara kesaksian Notaris Paulus, mengaku tidak begitu tahu asal usul akte perjanjian yang dibuat antara terdakwa Henry dengan saksi Hermanto.
"Saya tidak tahu masalah akte-akte itu, saya tahunya hanya sertifikat sudah atas nama PT GBP," tegasnya.
Pasangan Mesum di Kediri Makin Marak, Seks Resleting Demi Bisa Indehoi di Warung
Kesaksian saksi Widjijono tak beda jauh dengan yang disampaikan Teguh Kinarto. Ia juga menyebut telah dirugikan dalam proyek pembangunan rumah sakit dan hotel pada di Claket.
Saksi Widjijono juga mempertegas, jika tanah di Claket itu adalah milik terdakwa Henry. "Itu pengakuan terdakwa saat saya ditawari investasi pada proyek itu," ujarnya.
Terdakwa Henry juga membantah keterangan yang dijelaskan saksi Widjijono. Namun saksi Widjijono tetap pada keterangannya yang dijelaskan dipersidangan.
"Saya tetap pada keterangan saya," tegas Saksi Widjijono saat ditanya oleh Hakim Unggul Mukti Warso. (Surya/Anas Miftakhudin)