TRIBUNJATIM.COM, MALANG – Kasus dugaan jual beli organ ginjal milik Ita Diana semakin meruncing.
Pihak Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang membantah semua tuduhan yang dilontarkan kuasa hukum Ita.
Untuk menemukan titik terang, RSSA bertemu dengan kuasa hukum Ita Diana, di Ruang Singosari, Kamis (28/12/2017).
Dalam pertemuan itu, pihak RSSA melalui konsultan hukumnya Eko Budi Prasetyo membantah pernyataan Ita terkait jumlah surat yang ditandatangani sebelum menjalani operasi.
Sehari sebelumnya, Ita mengatakan kalau ia hanya sekali saja menandatangani surat dari rumah sakit seelum melakukan operasi.
“Kami memiliki banyak dokumen yang ditandatangani sebelum proses operasi. Bukan cuma sekali,” tegas Eko, Kamis (28/12/2017).
Ita Dimanfaatkan, Kuasa Hukum Tuding Keterlibatan Dokter dalam Jual Beli Ginjalnya
Bahkan pihak RSSA juga memenuhi hak Ita untuk mendapatkan layanan asuransi kesehatan dan uang pengganti karena tidak dapat bekerja selama tiga bulan pasca operasi.
Semua dokumen itu sudah ditandatangani sehingga uang bisa dicairkan.
“Nilainya dengan rumusan satu bulan untuk kehidupan empat orang anak Rp 15 juta. Jadi kalau tiga bulan Rp 45 juta. Ditambah asuransi Rp 5 juta,” beber Eko.
Pengakuan Ita tentang jumlah tandatanga ya ia bubuhkan itu membuat kuasa hukumnya, Yassiro Ardhana Rahman menduga kalau RSSA melakukan proses operasi tidak sesuai prosedur.
Pasalnya, harus ada surat-surat yang ditandatangani Ita dan pihak keluarga jika ingin melakukan transplantasi sesuai dengan Permenkes No 38 Tahun 2016.
Terungkap, Truk Trailer Penabrak 9 Rumah Warga di Kota Batu Ternyata Bodong, Padahal . . .
Saat ini, RSSA telah membentuk tiga tim untuk melakukan audit. Terdiri dari tim medi, etik dan badan audit itu sendiri.
Tim ini akan melakukan legal audit untuk mendalami prosedur serta berkas-berkas sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
“Sejauh ini sudah 80 persen berjalan. Apa yang kami lakukan sudah sesuai prosedur,” ungkap Eko.
Eko juga menjelaskan kalau polemik yang saat ini muncul di masyarakat baru diketahui oleh pihak RSSA setelah operasi dilakukan. Tepatnya delapan bulan setelah Ita menjalani operasi tranplantasi pada Februari 2017.
Dari keterangan RSSA, Ita sendiri telah mendaftarkan diri untuk mendonorkan ginjal sejak 2015. Pada 2016, sempat ada calon penemira donor. Namun kala itu operasi batal dilakukan karena ada hal medis yang tidak sesuai.
“Barulah tahun 2017 ini cocok,” ungkapnya.
Masih Bersarung dan Berkopiah, Tokoh Agama Ternama ini Tewas Digorok di Teras Rumahnya
Pada saat mendaftar, Ita disodorkan formulir dan menjalani interview.
Dikatakan, saat itu tidak ada satu pun keterangan faktor ekonomi yang melatar belakangi Ita mau mendonorkan ginjal. Kalau pun diketahui hal semacam itu, maka pihak RSSA pasti akan menolak.
“Faktor ekonomi terungkap setelah delapan bulan operasi. Terjadi setelah selesainya operasi transplantasi ini,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Ita mengatakan masih akan menunggu hasil legal audit yang dilakukan oleh RSSA.
Pasalnya, dengan belum tuntasnya legal audit yang dilakukan RSSA, pihaknya belum menerima keterangan resmi dari RSSA apakah prosedurnya sesuai atau tidak.
“Jawaban pihak RSSA masih dilakukan legal audit. Hasilnya akan diberikan kepada kami. Karena masih legal audit, saya tidak tahu apakah sesuai prosedur atau tidak,” pungkasnya.
BREAKING NEWS - PDIP Usung Pasangan Ananda Gudban-Ahmad Wanedi di Pilkada Kota Malang
Sebagai kuasa hukum Ita, Yassiro memang telah mengajukan permohonan klarifikasi atas adanya dugaan jual beli organ.
Namun setelah melakukan pertemuan, Yassiro tidak banyak memberikan penjelasan terkait hal-hal yang ia pertanyakan sebelumnya seperti dugaan keterlibatan dokter maupun prosedur yang tidak sesuai.
Ditanya terkait adanya perbedaan keterangan kliennya dengan keterangan RSSA soal surat yang ditandatangani, Yassiro tidak menjawab dengan tepat pertanyaan tersebut. Ia hanya menegaskan kalau pertemuan siang itu untuk melakukan klarifikasi.
“Pertemuan sudah berlangsung. Yang kita tanyakan adalah terkait prosedur apakah sudah prosedural sesuai permenkes 38 Tahun 2016. Jawaban dari pihak RSSA masih akan dilakukan legal audit untuk didalami,” ulangnya lagi.
Sehari sebelumnya, Rabu (27/12/2017), Yassiro dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Aisyiyah Kota Malang menduga kuat adanya keterlibatan oknum dokter yang berperan besar dalam transaksi tranplantasi ginjal milik Ita ke penerima ginjal Erwin Susilo.
Yassiro meyakini kalau para dokter yang terlibat dalam proses tranplantasi itu mengetahui adanya jual beli organ.
“Klien saya yang awam akan hukum ini dimanfaatkan oknum dokter yang tidak bertanggungjawab. Dalam proses transplantasi tidak dijelaskan resiko kesehatan. Kedua dia tidak dijelaskan apa saja haknya ketika proses transplantasi selesai,” paparnya, Rabu (27/12/2017)
Dugaan itu semakin kuat karena Yassiro mendapati beberapa kejanggalan pada kliennya. Kejanggalan itu di antaranya tidak didaftarkannya Ita ke komite nasional tranplantasi.
Kemudian tidak ada persetujuan dari keluarga dan tidak adanya surat pernyataan nota riil kalau transplantasi tersebut dilakukan secara sukarela tanpa ada permintaan imbalan apapun. (Surya/Benni Indo)