Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ita Dimanfaatkan, Kuasa Hukum Tuding Keterlibatan Dokter dalam Jual Beli Ginjalnya

Dugaan kuat adanya keterlibatan oknum dokter yang berperan dalam transaksi tranplantasi ginjal milik Ita akhirnya diungkap.

Penulis: Benni Indo | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM/SOFYAN ARIF CANDRA
Ita Diana (tengah) korban penipuan jual beli ginjal di Kota Malang, Kamis (21/12/2017). 

TRIBUNJATIM.COM, MALANG -  Kuasa hukum Ita Diana, Yassiro Ardhana Rahman dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Aisyiyah Kota Malang menduga kuat adanya keterlibatan oknum dokter yang berperan besar dalam transaksi tranplantasi ginjal milik Ita ke penerima Erwin Susilo.

Yassiro meyakini kalau para dokter yang terlibat dalam proses tranplantasi itu mengetahui adanya jual beli organ tersebut.

“Klien saya yang awam akan hukum ini dimanfaatkan oknum dokter yang tidak bertanggungjawab. Dalam proses transplantasi tidak dijelaskan resiko kesehatan. Kedua dia tidak dijelaskan apa saja haknya ketika proses transplantasi selesai,” paparnya, Rabu (27/12/2017).

Dugaan itu semakin kuat karena Yassiro mendapati beberapa kejanggalan pada kliennya. Kejanggalan itu di antaranya tidak didaftarkannya Ita ke komite tranplantasi.

Kemudan tidak ada persetujuan dari keluarga dan tidak ada surat pernytaan nota riil kalau transplantasi tersebut dilakukan secara sukarela tanpa ada permintaan imbalan apapun.

“Kita menduga ada jual beli organ,” sambungnya.

Yassiro menerangkan, hal-hal di atas telah melanggar Permenkes 38 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ.

Dalam Permen itu, dijelaskan bahwa Komite Transplantasi Nasional terdiri atas unsur tokoh agama atau masyarakat, profesi kedokteran terkait, psikolog atau psikiater, ahli etik kedokteran atau ahli hukum, pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan.

Dalam Permen itu pula, Komite Transplantasi Nasional memiliki tugas untuk melakukan penelusuran latar belakang Pendonor.

Lebih rinci, pada Pasal 12 diungkapkan setiap calon pendonor dan calon resipien harus terdaftar di Komite Transplantasi Nasional, setelah memenuhi persyaratan.

“Mereka memanfaatkan klien saya yang tidak tahu hukum untuk melakukan proses tranplantasi. Saya yakin saat syarat 38 tahun 2016 diajukan, maka tidak akan terlaksana karena keluarga tidak akan memberikan izin,” pungkasnya.

Sejauh ini, pihak LKBH tengah berupaya mendapatkan keterangan langsung dari pihak Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA).

Upaya untuk mediasi itu sebetulnya dijadwalkan Rabu siang, namun jadwal itu berubah dan direncanakan akan diganti Kamis (28/12/2017) di Ruang Singosari RSSA, pukul 13.00 wib.

Masih menurut Yassiro, jika sejumlah persyaratan untuk melakukan donor tidak terpenuhi, seharusnya dokter tidak melakukan operasi transplantasi.

Namun faktanya, operasi itu terjadi. Ia pun menyayangkan sikap dokter yang berani menabrak regulasi karena taruhannya adalah keselamatan jiwa manusia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved