Laporan Wartawan TribunJatim.com, Ani Susanti
TRIBUNJATIM.COM, DEPOK - Sidang kasus penipuan dengan terdakwa tiga bos First Travel kembali digelar di Pengadilan Negeri Depok, Jalan Boulevard Grand Depok City, Cilodong Depok, Senin (26/2/2018) pagi.
Agenda sidang adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan oleh terdakwa Andika Surachman, Anniesa Hasibuan dan Siti Nuraidah.
Sidang lanjutan ini dipimpin oleh Hakim Ketua Sobandi, dengan anggota Teguh Arifiano, dan Yulinda Trimurti Asih Muryati.
Sidang yang digelar untuk kedua kalinya ini masih didatangi oleh korban biro perjalanan umrah First Travel.
Mereka sudah mulai berdatangan dari pukul 08.30 WIB pagi tadi.
Rata-rata mereka yang datang sudah mengikuti persidangan sejak awal diselenggarakan pada tanggal 19 Februari 2018.
TribunJatim merangkum berbagai fakta terkait persidangan tersebut.
Dilansir dari beberapa artikel Tribunnews, berikut ulasannya :
1. Sidang berlangsung singkat
Berlangsung singkat, jalannya sidang lanjutan kasus penipuan dan penggelapan PT First Travel membuat bingung para korban.
Pantauan wartawan Tribunnews.com, sidang berlangsung dari pukul 10.30-11.00 WIB.
"Itu hasilnya gimana, engga jelas, bentar banget sidangnya, saya jadi bingung, ujar Sukowari, korban jamaah First Travel, di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (26/2/2018).
2. Bos First Travel hampir diserang
Aneka makian dan cacian diarahkan para pengunjung sidang dan keluarganya yang menjadi korban dugaan penipuan umrah.
Awalnya Anniesa Desvitasari Hasibuan, serta adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki turun terlebih dahulu dari bus tahanan dan langsung dimasukkan ke ruang tahanan pengadilan dengan kawalan ketat.
Lima menit kemudian, Andika Surachman turun dari bus tahanan dan dikawal ketat petugas untuk dibawa ke ruang tahanan PN Depok.
Begitu Andika turun seorang pria gondrong yang belakangan diketahui Kosasih (38) warga Bekasi, salah safu korban First Travel, merangsek mendekati Andika.
"Bunuh diri aja lu, Andika. Hei Monyet," kata Kosasih geram.
Ia sempat akan mendekati dan menyentuh Andika, namun berhasil ditahan aparat.
"Monyet Andika, kenapa gak bunuh diri aja sih lu. Katanya mau bunuh diri, monyet," ujarnya.
3. Diteriaki maling
Tak hanya dimaki monyet dan disuruh bunuh diri, Andika, istri dan adiknya juga mendapat cacian lain dari para korban.
"Woy, maling...maling...maling. Anniesa, balikin duit saya Anniesa," teriak para korban kepada Anniesa dan suami serta adiknya.
Seketika, ruang persidangan menjadi riuh. Suara cacian dan makian tak berhenti ditujukan kepada ketiga terdakwa.
4. Anniesa Hasibuan menangis
Mendengar hujatan, Anniesa yang mengenakan kemeja putih dipadu kerudung hitam, mata Anniesa terlihat berkaca-kaca.
Anniesa berusaha menahan air matanya ketika para korban terus menghujaninya dengan cacian dan serapah.
Air matanya menetes di ruang sidang yang suasananya semakin memanas.
"Maling..maling..maling," teriak para korban lagi.
Anniesa Hasibuan terlihat mengambil tisu dari dari saku celananya.
Ia lantas mengusap air matanya.
Hampir semenit Anniesa terus mengusap kedua matanya.
"Anniesa, balikin uang saya," seru para korban.
Terlihat suasana persidangan semakin tidak kondusif.
Petugas pengadilan lalu mengingatkan agar para hadirin tenang.
"Tenang bapak ibu, persidangan tidak akan dimulai jika tidak kondusif," kata petugas PN Depok.
Tak lama berselang, hakim ketua tiba di ruang pengadilan dan memimpin persidangan.
5. Persidangan ricuh
Memasuki ruang sidang, ketiga tersangka langsung duduk di kursi terdakwa,
Anniesa terlihat duduk diapit oleh suami dan adiknya, Kiki.
Suasana persidangan semakin tidak kondusif, lantaran para korban terus berteriak menghujat ketiganya.
6. Hasil persidangan
Dalam sidang lanjutan, Bos First Travel, Andika Surachman, Anjiesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan, tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan penipuan calon jammah umrah dan pencucian uang.
Justru terdakwa meminta agar aset-aset yang disita segera dijual untuk kepentingan jamaah.
"Kami tidak mengajukan eksepsi. Kami mohon kepada ketua pengadilan, majelos hakim, demi kepentingan jamaah untuk dapat menjual aset-aset terdakwa," ujar Puji Wijayanto, salah satu penasehat hukum terdakwa.
Aset yang dimaksud diantaranya mobil, rumah, dan ruko.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa dilakukan sebelum proses persidangan pemeriksaan saksi dilakukan.
TM Luthfi Yazid selaku Kuasa Hukum para korban penipuan yang yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Dana Umroh/TPDU dan yang pertama melapor ke Bareskrim menuturkan ada beberapa catatan pihaknya atas jalannya sidang kedua tersebut.
Pertama, kata dia sidang di PN Depok ini mesti terus digelorakan agar persidangan berjalan sebagaimana seharusnya, profesional, transparan dan akuntabel
"Kedua, kita berharap JPU dalam tahap pembuktian benar-benar dapat membuktikan yang didakwakan, seperti dakwaan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Terutama aspek TPPU, saksi yang dihadirkan harus yang benar-benar tahu persis praktek TPPU para terdakwa. Jadi harus dihadirkan saksi yang benar-benar memberatkan para terdakwa agar hukumannya maksimal," papar Luthfi.
Ketiga, katanya selaku kuasa hukum para jamaah dan para agent yang membuat LP pertama di Bareskrim tgl 4 Agustus 2017, ia berharap agar Kemenag atau pemerintah tak lepas tangan begitu saja.
Keempat, kata Luthfi para terdakwa, jangan hanya pasang badan, tapi juga harus mengembalikan uang para jamaah.
Dan kelima, tambah Luthfi, fakta bahwa penasihat hukum para terdakwa tidak menyampaikan eksepsi dan hanya mengatakan telah menyampaikan surat kepada Kajari Depok agar aset yang disita dijual.
Namun JPU mengatakan bahwa belum terima surat dan assetnya harus dikroscek dengan saksi-saksi terkait, sebab sebagian masih ada keterkaitan dengan pihak ketiga.