Lelaki yang puluhan tahun berkecimpung di dunia jurnalis itu tetap mengedepankan insting jurnalisnya dalam memilih, kemudian menulis, dan membuat buku tersebut.
Dikendalikan Dari Toko Pakaian Dalam, Arisan Ce Nying-nying Tipu Member Hingga Miliaran
"Bagi seorang jurnalis, menulis kisah maupun sosok tentang Panglima, atau calon Panglima itu menarik. Sosoknya renyah dan menarik untuk ditulis. Jadi saya kira, market (pasar) akan menerimanya," imbuh Eddy.
Karenanya buku itu ditulis dengan gaya tulisan di media, ringan tetapi penuh penggambaran.
Eddy melengkapinya dengan penggalian dan riset ke lokasi yang pernah ditinggali dan disinggahi Hadi.
Sejumlah narasumber penting diwawancarai, termasuk narasumber kunci, sang panglima sendiri, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini mengerjakan buku Anak Sersan Jadi Panglima selama tiga bulan.
"Saya menulisnya malam hari sampai dini hari, karena pagi sampai sore harus bekerja," lanjut Eddy yang kini bekerja di perusahaan non media itu.
Berita Viral - Dampingi KPK, Wali Kota Risma Marah dan Semprot Pegawai Kecamatan ini
Buku yang diluncurkan di Toko Buku Gramedia pada 12 Februari 2018 itu sudah terjual 3.000 eksemplar, dan akan menunggu cetak ulang kedua.
Malang dipilih sebagai kota pertama menjadi lokasi bedah buku tersebut. Sebab Malang, seperti dikatakan Eddy, memiliki nilai sejarah bagi lahirnya buku tersebut, dan bagi orang yang ditulis di buku itu.
"Hadi tumbuh kembang di sini, kami bersekolah di sini. Banyak teman-teman di sini. Hadi juga pernah bertugas di Lanud Abd Saleh. Jadi Malang memiliki nilai historical yang mendalam. Meskipun sebenarnya Panglima tidak ingin kisah hidupnya dibukukan," tegasnya.
Bedah buku tersebut menghadirkan pembicara adik kandung Hadi Tjahjanto, Kolonel Wahyu Tjahjadi dan Wakil Dekan FISIP UB Anang Sujoko, selain Eddy sendiri.
Wahyu menuturkan, sang kakak merupakan sosok yang sederhana.
Gara-gara Foto di Jalan Tol, Artis Syahrini Terancam Dihukum 18 Bulan Penjara