TRIBUNJATIM.COM - Hari ini bertepatan dengan momentum peringatan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, Minggu (11/3/2018).
Meski sudah 52 tahun berlalu, Supersemar masih menuai kontroversi.
Surat perintah bertanggal sebelas maret yang mengantarkan Soeharto ke puncak kekuasaan di Republik Indonesia itu menyimpan segudang misteri.
(5 Fakta Tank Tenggelam di Purworejo, Teriakan Sopir hingga Prajurit Meninggal usai Selamatkan Murid)
Berikut fakta-fakta menarik tentang Supersemar dilansir dari Kompas.com:
1. Mengawali peralihan kepemimpinan
Dari sisi sejarah, Supersemar adalah surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru.
Ia juga merupakan surat sakti yang menentukan kelahiran dan keabsahan pemerintahan Soeharto, sekaligus "penyingkiran" Soekarno.
2. Keberadaan surat yang tak diketahui
Pengungkapan misteri seputar Supersemar bisa dibilang menemui jalan buntu karena surat aslinya tidak diketahui keberadaannya.
Bersama dengan raibnya surat maha penting itu, berbagai spekulasi pun muncul.
(Tak Ada di Supersemar, Inilah Kisah Soeharto Bubarkan PKI Pasca Pemberontakan G30S/PKI)
Orang bertanya tentang siapa yang menyimpan surat itu, siapa sebenarnya yang membuatnya, seperti apa isinya, hingga apa tujuan dibuat dan bagaimana perintah itu kemudian dilaksanakan.
Dalam artikel berjudul “Arsip Supersemar 1966” yang diterbitkan Kompas 10 Maret 2015, ditulis:
"Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu."
(Chika Jessica Hengkang dari ‘Hitam Putih,’ Fotonya Banjir Komentar, Netizen Soroti Wajahnya)
3. Tiga versi naskah
Saat ini setidaknya ada tiga versi naskah Supersemar yang beredar di masyarakat.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat ini menyimpan tiga Supersemar, namun, ketiganya memiliki versi masing-masing.
Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama "Sukarno".
Kedua, Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama.
(6 Fakta Jo Min Ki, Aktor yang Meninggal Diduga Bunuh Diri, Dari Kepopuleran hingga Skandal Pelecehan)
Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu.
Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarno", pada versi kedua tertulis nama "Soekarno".
Ketiga, Supersemar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan.
Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.
4. Dimanakah naskah aslinya?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa naskah asli Supersemar disimpan di sebuah bank di luar negeri, sedangkan sumber lain menyebut yang asli sebenarnya sudah tidak ada karena dibakar dengan tujuan tertentu.
Dalam wawancara oleh Majalah Forum edisi 13, 14 Oktober 1993, mantan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud mengatakan bahwa naskah asli Supersemar diserahkan oleh Basoeki Rachmat, M Jusuf, dan dirinya kepada Soeharto yang saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.
(Susul WANNA ONE, JBJ Juga Bakal Datang ke Jakarta Lho, Yang Mau Nonton Konsernya Buruan Beli Tiket!)
Namun kemudian Pak Harto menyerahkan surat itu pada Soedharmono untuk keperluan pembubaran PKI.
Setelah itu surat tersebut “menghilang.”
Menurut Amirmachmud naskah asli Supersemar terdiri dari dua lembaran.
5. Dibuat karena paksaan?
Dalam buku “Kontroversi Sejarah Indonesia” (Syamdani halaman 189), diceritakan ada mantan anggota Tjakrabirawa , Letnan Dua Soekardjo Wilardjito yang menyaksikan bahwa Bung Karno menandatangani Supersemar pada 11 Maret 1966 di bawah todongan pistol FN kaliber 46.
Dikatakan Wilardjito, saat itu Mayjen Nasoeki Rachmat (saat itu Pangkostrad), Mayjen Maraden Panggabean (Wakasad) Mayjen M Yusuf dan Mayjen Amirmachmud mendatangi Soekarno di Istana Bogor dengan membawa map merah muda.
(Rudy Hartono Dikabarkan Meninggal, Jurnalis Ini Ungkap Kondisi Pebulu Tangkis Legendaris Sekarang)
M Yusuf kemudian menyodorkan sebuah surat yang harus ditandatangani.
Sempat terjadi dialog dengan Bung Karno.
Wilardjito mengaku, dari jarak tiga meter di belakang Soekarno, dia melihat Basoeki Rachmat dan M Panggabean menodongkan pistol.
Bila itu yang terjadi, maka orang bisa menyimpulkan bahwa sedang terjadi kudeta.
(Kisah Hidup Hari Darmawan, Punya Toko Mickey Mouse hingga Habiskan Masa Tua di Taman Wisata Matahari)
Namun begitu, keterangan Wilardjito dibantah M Yusuf dan Amirmachmud.
Dalam buku “Kontroversi Sejarah Indonesia” halaman 186 Amirmachmud hanya menyebutkan sempat ada rencana membawa senjata ke Bogor.