TRIBUNJATIM.COM - Tanggal 11 Maret menjadi peringatan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Buat kamu anak muda, tentu pernah mengenal tentang peristiwa terkait surat tersebut di pelajaran sejarah kan?
Supersemar yang muncul di tahun 1966 menjadi momentum peralihan kekuasaan Presiden pertama RI, Soekarno ke Soeharto.
(Chika Jessica Hengkang dari ‘Hitam Putih,’ Fotonya Banjir Komentar, Netizen Soroti Wajahnya)
Nah, guys, sebagai pengingat, kejadian terkait Supersemar ini sempat menimbulkan berbagai kontroversi.
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (11/3/2018), ada tiga kontroversi yang pernah muncul jika membicarakan Supersemar.
Berikut ulasannya:
1. Keberadaan surat
Menurut peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, keberadaan naskah otentik Supersemar hingga kini belum diketahui.
"Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen TNI AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur," ujar Asvi dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016).
(Penyebab Tewasnya Pendiri Matahari Departement Store hingga Viral Komikus Cantik Diduga Tipu Fansnya)
2. Proses mendapatkan surat
Perlu dijelaskan kepada masyarakat, terutama dalam pelajaran sejarah, bahwa Supersemar diberikan bukan atas kemauan Soekarno, melainkan di bawah tekanan.
Menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno pernah didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.
Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat marah dan melempar asbak.
(Dapat Hadiah Pemain Muda Terbaik Piala Gubernur Kaltim, Ini Rencana Kartika Ajie Gunakan Uangnya)
"Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor," ungkap Asvi.
3. Yang dilakukan Soeharto
Setelah Supersemar dibuat oleh Soekarno, Soeharto menggunakannya untuk melakukan aksi beruntun sepanjang Maret 1966.
Yang dilakukan Soeharto di antaranya pembubaran PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.
(Tabrak Sejumlah Pengendara di Jalan Pahlawan, Mobil Pelaku Jadi Sasaran Amukan Warga hingga Penyok)
Sementara itu, bagi Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku Presiden dan keluarganya.
Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority.
Namun, Amirmachmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.