TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Proses pembebasan lahan untuk Jalan Lingkar Luar Barat oleh Pemkot Surabaya mendapat sorotan dari Komisi C bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya.
Pasalnya, anggaran pembebasan untuk JLLB di Dinas PU Bina Marga dan Pematusan tidak terserap dan dialihkan untuk mata anggaran belanja yang lain.
Anggota Komisi C, Vinsensius Awey mengatakan, kendala pembebasan lahan JLLB tersebut lantaran warga menolak lahannya dibebaskan. Warga di sepanjang perencanaan proyek tidak mau dibebaskan lantaran harga ganti rugi tidak diberitahukan ke warga secara langsung.
"Alasannya Pemkot memang yang melakukan pengukuran atau appreisal itu adalah pihak ketiga. Namun ada banyak hal yang menjadi dasar, salah satunya warga khawatir bahwa uang ganti ruginya tidak bisa dipakai untuk memberi rumah di Surabaya lagi," kata politisi Partai Nasdem ini, usai rapat evaluasi serapan anggaran di DPRD Kota Surabaya, Rabu (26/9/2018).
Menurutnya, sistem pembebasan lahan oleh Pemkot harus tetap terbuka. Dan harus memberikan keadilan bagi masyarakat. Misalnya, rumah lama dan baru juga diberi pembedaan harga ganti rugi.
Sebab kebanyakan warga tak mau lahannya dibebaskan lantaran uang pembebasan tidak bisa digunakan untuk membeli tanah dan perumahan yang baru.
Sistem appreisal, kata Awey tetap harus berpihak pada rakyat. Pemkot juga harus tetap humanis lantaran akan melakukan pembebasan lahan warga yang sudah ditinggali hingga puluhan tahun.
"Dari neraca belanja, anggaran pembebasan lahan untuk jalan oleh DPUBMP ini paling besar di APBD 2018 Rp 264 miliar. Dan dalam pembahasan APBD perubahan ini sudah habis terserap 97,5 persen," tegasnya.
Dana tersebut rencananya akan ditambah lagi sebesar Rp 47 miliar dengan peruntukan sama untuk pembebasan lahan untuk jalan.
Dikatakan Awey, Pemkot harus bijak dalam penggunaan anggaran yang sudah disepakati dengan DPRD. Dan penggunaannya harus sesuai dengan peruntukan dalam perencanaan sebelumnya.
Tidak hanya itu, Awey mengatakan, serapan anggaran DPUBMP masih banyak yang di bawah 50 persen. Misalnya anggaran monitoring dan evaluasi pembangunan saluran drainsae yang baru terserap 4,4 persen.
Selain itu, mata anggaran untuk monitoring jalan dan jembatan yang baru terserap 5,85 persen. Bahkan ada beberapa perencanaan yang bahkan tidak terserap. Seperti pembangunan dan penyediaan sarana prasana pematusan dan pembangunan jalan, jembatan dan kelengkapannya.
"Kalau secara keseluruhan memang lebih baik dari pada tahun sebelumnya. Di tengah tahun ini, serapan anggaran DPUBMP sudah 48 persen. Namun hanya didongkrak serapan anggaran dari pembebasan lahan yang 97 persen itu. Lainnya banyak yang masih 30 persen, bahkan ada yang 4 persen dan 0 persen," tegas Awey.
Di sisi lain, Kepala Dinas PU Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Erna Purnawati menegaskan, untuk JLLB memang terjadi penolakan merata di sepanjang perencanaan JLLB. Namun lantaran tidak terserap, maka anggaran tersebut dialihkan untuk penyelesaian proyek JLLT.
"Untuk pembebasan jalan JLLB itu sebenarnya kemarin sudah banyak yang selesai peta bidangnya. Ada sebanyak 147 persil lahan yang sudah siap dilakukan pengukuran. Tapi warga menolak. Mereka maunya dikasih tahu harganya dulu, kan nggak bisa seperti itu," tegas Erna.
Lantaran waktu pennggarapan proyek sudah habis dan warga tetap tidak mau dibebaskan, maka Pemkot memutuskan untuk mengalihkan anggaran itu untuk pembebasan JLLT.
"Ini kita ajukan lagi penambahan Rp 47 miliar untuk pembebasan lahan. Di akses lapangan tembak untuk JLLT dan juga untuk pemebasan persil untuk pelebaran di Jalan SImpang DUkuh, di hotel Inna Simpang," tegas Erna. (Fatimatuz Zahroh)