Cerita Guru GTT di Jember, Rela Gendong Balita dan Dibayar Rp 200 Ribu Demi Mengajar di Sekolah

Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Adi Sasono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan guru tidak tetap (GTT) menggelar demonstrasi di depan Kantor Pemkab Jember, Senin (26/11/2018).

"Ya akhirnya dibawa ikut demo. Saya harapkan gaji saya segera dibayar karena itu untuk menambah biaya hidup di rumah. Suami saya hanya petani dan sawah juga tidak luas," kata Yuyun.

Kisah sedih dari GTT Jember juga disampaikan oleh Rini, seorang GTT dari SDN Jatian 2 Kecamatan Pakusari.

Detik-detik Wanita di Malang Saksikan Kakak Dibantai hingga Tewas: Kakakku Manusia, Bukan Tikus!

Setiap pagi perempuan itu harus menempuh jarak sekitar 40 kilometer.

Rumahnya di Desa Balung Kulon kecamatan Balung, dan mengajarnya di Desa Jatian Kecamatan Pakusari.

Tidak hanya berkendara seorang diri, dia membawa serta dua anaknya.

Anak pertamanya duduk di bangku kelas 3 SD terpaksa berpindah ke SDN Jatian 2 mengikuti dirinya yang berpindah ke sekolah itu.

PTPN X bersama dengan Pertamina Ajak Generasi Milenial Bertani Tebu

Dia juga membawa anak keduanya yang masih balita.

Anak pertamanya dibonceng di belakang, dan anak keduanya digendong di depan.

Rini baru tiga bulan mengajar di SDN Jatin 2, sesuai dengan SP yang diterimanya.

Bayaran yang diterima Rini hanya Rp 200.000.

Support Make Up dan Hair Do 40 Model Bule di Paris, Produk Kosmetik Asal Surabaya Go International

"Itu pun dirapel mbayarnya. Anak juga harus ikut saya karena tidak ada yang jaga di rumah. Suami juga kerja. Mau tidak mau ya begini," ujar Rini.

Surya ketika bertemu Rini di bulan November lalu, mengaku belum mendapatkan bayaran sejak bulan September. Rini menjadi seorang GTT selama 11 tahun.

Lain kisah dengan cerita Ferdian Wibowo, GTT di SDN Curahtakir 3 Kecamatan Tempurejo. Lelaki ini tidak mendapatkan surat penugasan (SP) sejak 2017 lalu. GTT Jember yang tidak memiliki SP sama dengan tidak bayaran.

"Ya sejak SP-SP itu diterbitkan, saya tidak pernah mendapatkan SP ya sama dengan tidak bayaran. Ya untung setelah ngajar saya jualan, jualan nasi pincuk di Jenggawah. Itu pun bisnis keluarga istri saya, jadi saya membantu di situ," kata Ferdian.

Mahasiswa ITS Surabaya Olah Limbah Jadi Bahan Baku Beton Ramah Lingkungan dan Lebih Ekonomis

Jika tidak membantu di bisnis keluarganya, dia yakin tidak akan mendapatkan pemasukan. Meski begitu, Ferdi tetap ingin memperoleh gaji dari kerjanya sebagai guru.

Halaman
123

Berita Terkini