Berjualan terompet tiup ditahun ini, kata Suwandi, omsetnya tidak sebanyak dahulu.
Ia mengeluh, terhitung sudah dua tahun belakang omsetnya anjlok.
"Dulu saya bisa bawa pulang Rp 20 Juta, tahun lalu cuma Rp 12 Juta, tahun sekarang kayaknya lebih turun lagi," keluhnya.
Ditengah kondisi jumlah omset penjualan terompet tiup yang tak menentu. Suwandi mendadak teringat pengalamannya berjualan terompet tiup tahun 2000.
Saat itu ia mengalami patah tulang kaki sebelah kanan. Selama tujuh bulan ia tak bisa beraktifitas seperti biasanya.
Namun, karena ingat kedua anaknya waktu itu masih sekolah dan membutuhkan biaya.
Suwandi tetap nekat berjualan terompet ke Surabaya, meskipun harus berjalan dengan alat bantu.
"Saya bejalan pakai tongkat dalam keadaan pincang, ya tetap jualan, dibantu istri dan anak saya ajak ke Surabaya," katanya.
Teringat pengalamannya itu, hingga saat ini Suwandi masih teguh untuk tidak akan berhenti berjualan.
Berapapun omset yang didapat, selama masih diberi kesehatan oleh Tuhan, ia akan terus jualan.
"Karena diberi kesehatan saya akan jualan," tandasnya.