Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Bulan Desember menjadi momen berharga bagi Suwandi (55). Bahkan awal pergantian tahun sudah di depan mata.
Suwandi adalah pengrajin sekaligus penjual terompet asal Sidodadi, Kabupaten Lamongan.
Suwandi terhitung sudah puluhan tahun tahun tak pernah absen berjualan terompet di Surabaya.
Mulai tahun 1985, ia telah berjualan terompet tiup dengan berkeliling Surabaya menggunakan sepeda ontel.
Namun, di tahun 1987 ia memutuskan menetap di sebuah lapak mungil di emperan depan sebuah ruko Jalan Kapasan no 124 Surabaya.
"Setiap tahun saya jualan di sini, sejak 1987 di lapak ini, para pelanggan sudah hafal tempat saya disini," katanya saat ditemui TribunJatim.com, Senin (24/12/2018).
Sebenarnya pekerjaan sehari-hari Suwandi adalah berjualan mainan keliling di daerah Pabean Cantikan.
• BREAKING NEWS: Dylan Sahara Ditemukan, Ifan Seventeen Di Sisi Istrinya yang Sudah Dalam Keranda
• Manager Madura United Tegas Madura Bukan Hal Baru Bagi Andik Vermansah
• Suporter Persebaya Bonek Kecewa Andik Vermansah Gabung Madura United
"Saya jualannya pakai sepeda kebo tiap hari," katanya kepada TribunJatim.com.
Namun khusus bulan Desember, ia mengaku tak ingin kehilangan momen meraup untung tambahan.
"Meski setahun sekali tetap saya buru," tukasnya kepada TribunJatim.com.
Dari penghasilannya berjualan mainan anak-anak dan terompet tiup, Suwandi mengaku, bisa hidupi istri dan sekolahkan kedua anaknya hingga lulus menjadi Sarjana.
"Alhamdulillah anak saya bisa sekolah tinggi dan sekarang sudah sukses punya penghasilan sendiri," katanya.
Lapak mungil beralaskan karung plastik yang digelar memanjang berukuran 2 meter x 3 meter itu, menjadi tempat Suwandi tinggal selama berjualan terompet tiup selama sebulan.
"Sebulan ya tidur di emperan ini, saya bawa perlengkapan sehari-hari baju, makanan dan alas tidur," katanya.
Berjualan terompet tiup ditahun ini, kata Suwandi, omsetnya tidak sebanyak dahulu.
Ia mengeluh, terhitung sudah dua tahun belakang omsetnya anjlok.
"Dulu saya bisa bawa pulang Rp 20 Juta, tahun lalu cuma Rp 12 Juta, tahun sekarang kayaknya lebih turun lagi," keluhnya.
Ditengah kondisi jumlah omset penjualan terompet tiup yang tak menentu. Suwandi mendadak teringat pengalamannya berjualan terompet tiup tahun 2000.
Saat itu ia mengalami patah tulang kaki sebelah kanan. Selama tujuh bulan ia tak bisa beraktifitas seperti biasanya.
Namun, karena ingat kedua anaknya waktu itu masih sekolah dan membutuhkan biaya.
Suwandi tetap nekat berjualan terompet ke Surabaya, meskipun harus berjalan dengan alat bantu.
"Saya bejalan pakai tongkat dalam keadaan pincang, ya tetap jualan, dibantu istri dan anak saya ajak ke Surabaya," katanya.
Teringat pengalamannya itu, hingga saat ini Suwandi masih teguh untuk tidak akan berhenti berjualan.
Berapapun omset yang didapat, selama masih diberi kesehatan oleh Tuhan, ia akan terus jualan.
"Karena diberi kesehatan saya akan jualan," tandasnya.