TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak takut jika anggota keluarganya menjadi pecandu narkoba.
Sebab, pecandu narkoba tidak akan dipidana justru disembuhkan melalui program terapi rehabilitasi.
Dokter Seksi Pengawas Tahanan dan Barang Bukti BNNP Jatim, Astrid Kusuma Wardhani menjelaskan sesuai data penelitian hasil riset BNN RI bersama Puslitkes UI 2017 menunjukkan angka prevalensi 1,77 persen atau sekitar 3. 376. 115 orang penyalahgunaan narkoba di usia produktif.
• Dua Pria dari Aceh Dibekuk BNNP Jatim di Rungkut, Petugas Sita Empat Kilogram Sabu-sabu
• Rancang Rayon Khusus di Jawa Timur, Kepala BNNP Jatim yang Baru Angkat Bicara
Sedangkan prevalensi penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur cendurung turun di angka 1.99 persen pada 2014 hingga 1.72% di tahun 2017.
"Akan tetapi angka kunjungan penyalahgunaan dan pecandu narkoba yang mengakses rehabilitasi juga masih rendah sekitar lima persen," ungkapnya kepada TribunJatim.com, Senin (25/3/2019).
• Kepala BNN Dukung BNNP Jatim Ungkap Peredaran 18 Kilogram Sabu
Dokter Astrid memaparkan ada beberapa aspek yang menjadi alasan mengapa seseorang menolak ikut rehabilitasi di antaranya, persentase 75 persen beralasan merasa mampu mengontrol atau berhenti sendiri, lalu 21 persen karena merasa belum bisa lepas dari narkoba dan lainnya.
Padahal gangguan penggunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks hingga berdampak fisik, psikis dan sosial.
"Penggunaan narkoba yang telah sampai pada tahap ketergantungan berat bersifat kambuhan sehingga memerlukan proses pemulihan jangka panjang dan harus dimonitor dalam jangka waktu tertentu," jelasnya.
Karena itulah, imbuh Dokter Astrid, Badan Narkotika Nasional menerapkan program rehabilitasi berkelanjutan yakni proses Iayanan pemulihan secara terpadu dan berkesinambungan terhadap pecandu dan atau korban penyalahgunaan narkoba, melalui pemulihan secara medis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Agar nantinya yang bersangkutan bisa kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Sesuai Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 menyebutkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib direhabilitasi.
Pemerintah perlu memfasilitasi yaitu menyediakan sarana prasarana rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan Pecandu dan Penyalahguna Narkotika.
"BNNP Jawa Timur memiliki klinik yang memberikan pelayanan rehabilitasi rawat jalan terhadap pecandu narkoba atau korban penyalahgunaan narkoba," ujar Dokter Astrid.
Dikatakannya, klinik BNNP Jawa Timur memberikan layanam rehabilitasi berupa pelayanan asesmen untuk penggalian permasalahan penyalahgunaan dan merencanakan terapi yang diperlukan terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba.
Pemberian obat-obatan simptomatis sesuai keluhan yang dirasakan pasien penyalahgunaan narkoba untuk mengurangi keluhan medis dan gejala putus zat yang dirasakannya.
Selain itu, pemberian intervensi psikososial berupa konseling individu, grup, bersama keluarga untuk membimbing perubahan perilaku penyalahgunaan narkoba.
Proses awal pelayanan dimulai dari pendaftaran administrasi kemudian akan dilakukan pemeriksaan asesmen medis oleh dokter atau psikolog, pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan skrining urin, lalu ditentukan tingkat penyalahgunaan narkoba dan direncanakan terapi sesuai kebutuhan.
"Apabila membutuhkan rehabilitasi rawat inap nantinya dapat dirujuk ke rumah sakit atau Iembaga rehabilitasi yang telah bekerja sama dengan BNN," paparnya.
Ditambahkannya, program rehabilitasi secara garis besar mengenai program rehabilitasi rawat jalan dan program rehabilitasi rawat inap. Program rehabilitasi rawat jalan berupa program non rumatan dan rumatan.
Program rehabilitasi rawat jalan diindikasikan untuk klien dengan tingkat penggunaan coba pakai, rekreasional dan situational, adanya dukungan keluarga penuh terhadap pasien yang cukup kooperatif dan tingkat kepatuhan tinggi.
Pada rehabilitasi rawat jalan non rumatan pasien diharapkan mengikuti sesi konseling psikoterapi dengan konselor adiksi dan psikolog sebanyak 9 hingga 10 kali sesi pertemuan individu dan kelompok maupun keluarga.
Pemberian obat simptomatis disesuaikan dengan keluhan gejala pasien. Program rawat jalan rumatan biasanya berupa pemberian obat pengganti untuk ketergantungan narkotika jenis tertentu di puskesmasl rumah sakit yang ditunjuk Kemenkes seperti program terapi metadon dan buprenorphine.
Program rehabilitasi rawat inap biasanya menerapkan program terapi komunitas yang sudah dimodifikasi. Tahap awal klien akan menjalani detoksifikasi maksimal dua pekan.
Detoksifikasi diberikan jika klien mengalami intoksikasi akut ataupun gejala putus zat yang memerlukan pemulihan secara fusik dan psikis. Tahap selanjutnya adalah Reentry.
"Setelah kondisi fisik dan psikis secara umum stabil klien dipersiapkan untuk memasuki fase rehabilitasi sosial selama maksimal dua pekan. Klien yang direhabilitasi rawat inap masuk dalam program rehabilitasi sosial program TC selama 3 bulan hingga 6 bulan," pungkasnya.