Kedua, mukallaf, yaitu baligh dan berakal.
Adapun anak kecil, wajib bagi walinya (orang tua, kakek, dan sebagainya) untuk menyuruhnya berpuasa saat dia berumur 7 tahun.
Jika sudah berumur 10 tahun tidak mau berpuasa, sang wali wajib memukulnya jika hal tersebut memungkinkan.
Ketiga, mampu baik secara indrawi maupun syar’i.
Mampu secara indrawi maksudnya bukan orang yang sakit parah, atau sulit sembuh, atau sangat tua.
Mampu secara syar’i, artinya bukan orang yang sedang haid atau nifas.
Seperti tertulis dalam firman Allah:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. البقرة
“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Keempat sehat.
Hanya orang sakit tidak diwajibkan berpuasa.
Ukuran sakit yang menjadikannya boleh tidak berpuasa: sekira jika tetap berpuasa, dikhawatirkan sakitnya tambah parah, atau sembuhnya menjadi lama. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:
هُوَ الشَّيْخُ الكَبِيْرُ وَالمَرْأَةُ الكَبِيْرَةُ لاَ يَسْتَطِيْعَانِ أَنْ يَصُوْمَا: فَلْيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْن. رواه البخاري
“Dia (orang yang membayar fidyah, penj) adalah orang laki-laki atau perempuan lanjut usia, keduanya tidak mampu berpuasa, maka keduanya memberi makan (untuk) setiap harinya satu orang miskin.” (HR. Bukhari)
Kelima, muqim atau tidak bepergian. Puasa tidak wajib bagi orang yang sedang bepergian jauh (minimal 82 kilometer) dan perjalanannya merupakan perjalanan yang mubah/boleh, bukan untuk maksiat.