Sidang isbat ini akan diikuti oleh rukyatu hilal di beberapa titik pantauan di Indonesia.
Hasil pantauan rukyatul hilal ini akan menjadi satu acuan dalam sidang isbat sebagai penentu kapan datangnya Idul Fitri.
Sidang isbat tersebut juga akan mempertemukan para tokoh dan organisasi massa Islam untuk bersama-sama menetapkan awal Idul Fitri.
Tak setiap tahun sidang ini menghasilkan ketetapan yang disepakati semua peserta.
Pada beberapa tahun terakhir, ada beberapa kali organisasi massa Islam memiliki ketetapan berbeda dengan hasil sidang isbat.
Hal ini bisa terjadi karena dasar penentuan awal dan akhir sebuah bulan yang menjadi rujukan dalam kalender Islam adalah penampakan bulan sabit muda di atas ufuk.
Penyebutan bulan sabit muda itulah cukup populer setiap menjelang puasa dan lebaran, yaitu hilal.
Perbedaan dimungkinkan muncul karena metoda yang dipakai untuk menentukan penampakan tersebut berbeda.
Sejumlah kalangan berketetapan, hilal harus secara harfiah terlihat mata sesuai kriteria tertentu pada petang hari sebelum tanggal 1 penanggalan baru.
Adapun sebagian kalangan yang lain berpendapat, bisa saja penanggalan baru sudah bisa dimulai sekalipun bulan tak bisa dilihat mata meski sudah memakai alat, selama perhitungan secara astronomi memastikan sudut ketinggian bulan di daerah tersebut sudah melewati garis ufuk sesuai kriteria tertentu.
Istilah untuk metoda yang mengharuskan penglihatan secara harfiah itu adalah rukyat.
Adapun metode menggunakan perhitungan dikenal dengan istilah hisab.
Rukyat dan HIsab
Ijtimak dalam istilah astronomi disebut dengan istilah konjungsi geosentris.
Ini terjadi ketika bulan, bumi, dan matahari berada pada satu bidang bujur astronomi.