TRIBUNJATIM.COM - Setelah KPU RI mengumumkan hasil rekapitulasi, Selasa (21/5/2019) yang menyatakan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin unggul atas Prabowo-Sandiaga, tampaknya Partai Demokrat telah berbalik arah.
Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono seakan menjaga jarak dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Hal ini didukung dengan komunikasi politik antara calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo dengan Komando Satuan Tugas Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
• Andi Arief Sebut Serangan Bully untuk AHY & Demokrat Berasal dari Buzzer, Andre Rosiade Bereaksi
Ditambah lagi, keluarnya beberapa kader Partai Demokrat yang ditugaskan di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yaitu Ferdinand Hutahaean dan Jansen Sitindaon.
Seperti yang telah diketahui masyarakat bahwa, Ferdinand Hutahaean dan Jansen Sitindaon sebelumnya adalah Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Tak hanya itu, Andi Arief pun kerap kali menyinggung hubungan Prabowo-Sandiaga dan Partai Demokrat di Twitter dan menyatakan soal pihak Prabowo-Sandiaga yang tidak mendengarkan sejumlah masukan dari Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono yang berindikasi terhadap kekalahan Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019.
• Politisi Demokrat Bocorkan Keadaan SBY Pasca Ditinggal Ani Yudhoyono, Ucap 1 Kalimat hingga Menangis
Sehingga, hal ini menjadi perbincangan masyarakat mengenai Partai Demokrat yang telah memilih jalan sendiri di dunia politik nasional.
Lantas Jansen Sitindaon angkat suara mengenai kabar berpindahnya hati Demokrat ke pihak 01.
Jansen Sitindaon yang merupakan politikus Demokrat menyampaikan tanggapannya dalam program acara Apa Kabar Indonesia Malam Tvone pada (8/6/2019).
Saat Jansen Sitindaon ditanya oleh pembawa acara Apa Kabar Indonesia Malam Tvone soal apakah memang betul Partai Demokrat sudah pisah atau sudah keluar dari Koalisi Adil dan Makmur.
• Kaesang Minta Maaf Soal Sikap saat Melayat Keluarga SBY, Elit Demokrat Juga Komentari Anak Presiden
Lantas Jansen Sitindaon memberikan jawaban,
"Mungkin nanti Bang Ray (Rangkuti) yang bisa secara terang benderang menjelaskan itu, karena istilah keluar itu kan penjelasannya itu agak sulit kalau kita lihat timeline pemilu itu. Nomenklatur istilah keluar itu kan penjelasannya itu agak sulit kalau kita melihat timeline pemilu itu. Karena ujung dari pemilu itu kan tanggal 21 Mei 2019 lalu. Apakah pasca tanggal 21 Mei 2019 bangunan koalisi itu sudah selesai atau belum ataukah masih ada. Namun, yang pasti dan yang saya pahami adalah pemilu bukanlah pesta, selesai pesta panitia kemudian membuat namanya panitia pembubaran. Sehingga menurut saya tidak ada sejarahnya panitia pembubaran koalisi, tetapi yang kami pahami sampai saat ini Partai Demokrat masih ikut dalam satu tahapan Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK),” papar Jansen Sitindaon.
“Partai Demokrat menngajukan 77 gugatan terkait hasil Pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK), artinya sampai saat ini Partai Demokrat masih focus kepada pemilihan legislatif. Misalnya teman-teman di pihak 02 yang juga mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi butuh saksi dari Partai Demokrat dan mengidentifikasi kecurangan Pilpres, maka kami persilahkan hubungi kami,” sambung Jansen Sitindaon.
Jansen Sitindaon lantas membeberkan peran Partai Demokrat di persidangan sengketa hasil suara Pilpres 2019 bagi kubu Prabowo-Sandiaga.
"Kita kan berpikir kemarin klaim kemenangan 62 persen yang kemudian turun jadi 54 persen itu ada katanya profesor Laode yang hadir penghitungan itu akan dihadirkan kan, jadi artinya data-data, angka-angka C1 per TPS, hasil rapat pleno kabupaten kota, kecamatan, provinsi itu yang akan dimunculkan, ini kan tidak kan, yang dimainkan kemarin kan 'korupsi politik' artinya kan isu besar begitu," jelas Jansen Sitindaon.
"Kalau misalnya nanti teman-teman BPN yang sekarang sedang megajukan gugatan di MK butuh saksi dari Partai Demokrat misalnya, eh kami mengidentifikasi ada kecurangan di Kabupaten Barito misalnya yang tahu itu kader Partai Demokrat, silakan kontak kami," imbuhnya.
Jansen Sitindoan kemudian mengaku dirinya bersama Demokrat telah berjuang keras untuk menangkan Prabowo-Sandiaga walau di ujung penghitungan masih tetap kalah.
"Kalau bicara 8 bulan kemarin (masa kampanye) sudah habis-habisan Partai Demokrat ini," kata Jansen Sitindaon.
Selain itu, Jansen Sitindaon juga beranggapan telah menghabiskan banyak tenaga serta cara untuk mendukung Prabowo-Sandi.
Namun, akhirnya Demokrat menjadi partai koalisi yang mengalami penurunan suara di pemilihan legislatif (pileg).
Penurunan suara Demokrat dianggap pemilih dari kaum minoritas untuk Demokrat beralih dukungan karena isu politisasi agama yang kencang terdengar dari kubu 02.
"Saya sendiri habis-habisan, bahkan Partai Demokrat itu satu-satunya Partai di koalisi 02 yang mengalami penurunan suara cukup signifikan karena isu politisisasi agama yang cukup keras itu tadi, khilafah segala macam yang paling kena dampak itu Partai Demokrat," ujarnya.
"Kami kehilangan kursi misalnya di Sulawesi Utara. Kami hilang kursi di Babel, kami hilang kursi di Bali, politik identitas, jadi ada 2 juta pemilih Demokrat minoritas yang kemudian lari karena mereka mepersepsikan ini serius benar ini dukung Prabowo begitu lah, ini serius benar."
Jansen Sitindoan lantas mengaku dirinya dibenci di kampung halamannya.
Tak hanya itu ia juga diberi 1.000 suara untuk pileg karena Demokrat memutuskan untuk berkoalisi dengan Prabowo Subianto.
"Saya ini habis-habisan 8 bulan kemarin, saya ini bukan hanya tidak dipilih orang di kampung saya ini, malahan dibenci, tempat lahir saya itu hanya memberikan 1.000 suara ke saya karena saking bencinya saya mendukung Pak Prabowo," tambahnya.