Cita Rasa Kopi Saring Mbok Tajeng, Khas Dawarblandong Mojokerto Bertahan Sampai Generasi Kedua

Penulis: Febrianto Ramadani
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Proses penyajian kopi hitam saring khas dawarblandong, Minggu (18/8/2019)

TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO - Dawarblandong di Wilayah Kabupaten Mojokerto selama ini dikenal  dengan tanah tandusnya saat musim kemarau tiba. Namun ada yang menarik  dari segi kulinernya, apakah itu?  ternyata punya cita rasa penyajian kopi hitam legendaris khasnya sejak 47 tahun lalu.

Bagaimana tidak khas, kopi yang diolah secara tradisional menggunakan kayubakar dalam penggorengan biji kopi, dan ditumbuk menggunakan alu sampai penyajian ke tangan pelanggan dengan menggunakan saringan sebelum kita menyeruputnya, dilakukan almarhumah Mbok Tajeng dan bertahan sampai generasi keduanya Yuk Tum sapaan Tumina (43) putri alm. Mbok Tajeng dan suaminya Pai.

Khasnya lagi baik kopi maupun gula disimpan di dalam panci stanles yang terlihat usang, sedangkan kebanyakan warung kopi lebih memilih toples kaleng atau kaca untuk menyimpan kopi gongsoan dan gula.

Wardoyo (47) pedagang palawija di Dawarblandong ini salah satu pelanggan setia sejak tahun 2005 lalu.

"Saya sudah hampir 14 tahun ngopi di sini, sehari sampai tiga kali saya ngopi. Kopinya enak, gurih apalagi kalau minumnya sambil makan puli goreng, pisang goreng, sama tahu goreng yang dibikin Yuk Tum sendiri," ceritanya sambil menyaring kopi dari cangkir ke lepek kepada Tribunjatim.com.

Waspada Perampasan Terhadap Pelajar di Kabupaten Malang, Korban Dituduh Berkelahi dengan Ponakan

Wajah Beda SBY Rayakan Ultah Putri AHY-Annisa Pohan Tanpa Ani Yudhoyono, Kondisinya Ramai Komentar

Sejoli Indonesia - Nigeria Diciduk Atas Penipuan Online, Polres Malang Buru Bos Keduanya

Selain itu, uniknya pengunjung bisa langsung melihat proses pembuatan 5kg kopi gonsong setiap hari sejak pukul 09.00 wib secara langsung. Tak terkecuali sajian pendamping utama khasnya puli goreng, langsung diolah Yuk Tum sembari memasak air tanah untuk menyeduh kopi hitamnya.

Kopi hitam yang ada sejak tahun 1972 ini selalu menggunakan saringan dalam penyajiannya, bahkan dalam sehari gula yang dibutuhkan sebanyak 10kg untuk memenuhi kebutuhan pelanggan setianya.

"Pelanggan minum kopi menggunakan saringan sudah dari sejak awal almarhum ibu mertua saya yang jualan dulu. Soalnya kopinya kan kita tumbuk sendiri jadi kondisinya masih kasar dan akhirnya menjadi ciri khas kami," ungkap Rodi (47) suami Yuk Tum pada jatimnet.com sembari mengaduk pesanan kopi pelanggan setianya.

Kopi saring sebutan khas sekarang, disajikan dengan tiga tingkatan penyajian dan adukan yang berlawanan arah jam sebanyak 60 kali menghasilkan rasa pas.

"Sejak dulu kita punya tiga tingkatan penyajian yang diminta pelanggan, paittan isinya 3 sendok kopi 1 sendok gula, sedangan kopinya 2 sendok terus gulanya 2sendok setengah, yang ketiga manis kopinya 2sdt gulanya 2 sendak," terangnya kepada Tribunjatim.com.

Ratusan cangkir kopi tersajikan secara original dalam dua jenis cangkir, cangkir besar dihargai hanya dengan uang 3.000 rupiah sedangkan sajian cangkir kecil bisa dicicipi hanya dengan harga 2.000 rupiah saja.

Suami Yuk Tum ini menceritakan, dulunya bangunan warung kopi hanya berbahan gedeg, sejak tahun 2018 lalu baru dibangun menggunakan beton. Bangunan berukuran 4x10 ini tepat berada disamping tempat tinggalnya.

"Walau dari gedeg, yang datang mulai dari remaja, tua, muda, sampai aparat yang kesini. Malah ada yang dari Surabaya, Gresik, Mojokerto minum disini." ucapnya.

Yuk Tum nampak asik dengan gongsoan kopi robusta diatas tungku berbahan bakar kayu ini di dapur warung kopinya, sembari ditemani asap yang mengepul tebal tangannya terus membolak-balikkan kopi gongsoannya tanpa henti. Sembari ditemani kipas angin yang sengaja dihidupkan supaya kepalan asap bisa segera hilang.

Sedangkan putra semata wayangnya Muhammad Zainul (24) dengan lihainya menakar dan mengaduk tiap cangkir kopi yang diminta pelanggan membantu ayahnya Rodi (47).

Halaman
12

Berita Terkini