Wawancara Khusus dengan Nurul Ghufron, Capim KPK dari Universtas Jember

Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nurul Ghufron, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember yang masuk ke-10 besar Calon pimpinan KPK

 TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Nurul Ghufron, satu dari 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diserahkan Presiden Joko Widodo kepada DPR RI. Sebelumnya, panitia seleksi calon pimpinan KPK meloloskan nama dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember itu ke dalam 10 besar dari daftar 20 besar.

Nama 10 besar Capim KPK itu kemudian diserahkan ke presiden, dan diteruskan ke DPR RI. Nantinya anggota parlemen bakal melakukan uji kepatutan dan kelayakan.

Ghufron, panggilan akrab lelaki ini, termasuk dalam kelompok dosen atau akademisi. Ada dua orang akademisi yang lolos di 10 besar.

Selain akademisi adalah komisioner KPK saat ini, anggota Polri, jaksa, hakim, auditor BPK, juga advokat, pegawai sekretaris kabinet, dan PNS kementerian.

Di sela proses tahapan Capim KPK ini, Surya sempat berbincang khusus dengan lelaki kelahiran Sumenep 44 tahun silam tersebut itu di ruang kerjanya di Fakultas Hukum Unej (universtas Jember).

Surya : Bagaimana ceritanya anda mendaftar di KPK?

Ghufron : Masuk di 20 besar, kemudian 10 besar ya Alhamdulillah. Karena tidak menyangka akan masuk sampai sejauh ini. Apalagi sebenarnya saya tidak kepikiran untuk mendaftar di KPK. Memang dikabari sama teman-teman ada pandaftaran Capim KPK. Namun saya awalnya tetap tidak mendaftar. Sampai akhirnya dua hari sebelum penutupan, teman-teman bertanya lagi. Mereka mendorong saya untuk ikut mendaftar. Akhirnya saya mendaftar di detik-detik terakhir. Penutupan pendaftaran pukul 23.59 Wib, saya mendaftar sekitar pukul 21.00 Wib. Pendaftaran semuanya dilakukan secara online.

Surya : Kenapa tidak kepikiran untuk mendaftar Capim KPK?

Ghufron : Ada banyak pertimbangan, termasuk pertimbangan jabatan di KPK dengan segala beban dan tantangannya. Bukan melihat jabatan di KPK sebagai sesuatu yang prestisius, namun bagaimana amanahnya yang besar dan berat. Jadi sampai sekarang ya santai saja. Kalau lolos, apalagi sampai lima besar ya Alhamdulillah. Kalau tidak terpilih berarti bukan amanah untuk saya.

Surya : Saat tes wawancara oleh Pansel, perihal apa saja yang ditanyakan kepada anda?

Ghufron : Itu lebih kepada klarifikasi track-record masing-masing calon. Karena ada laporan dari masyarakat yang masuk. Lebih banyak perihal integritas, kemampuan atas 'pressure', juga kejujuran, dan konsistensi. Hal yang ditanyakan kepada saya antara lain tentang penggunaan fasilitas mobil dinas karena saya dekan. Apakah disalahgunakan. Mobil dinas saya pakai untuk keperluan dinas saja. Juga tercantumnya nama saya di sebuah 'law firm'. Saya jawab tidak karena itu susunan empat tahun lalu.

10 Nama Calon Pimpinan KPK Diserahkan ke Presiden, Agus Rahardjo: Semoga Tidak Asal Diterima

Kebenaran Cerita KKN Desa Penari Diungkap Wanita Indigo Furi Harun, Uya Kuya: Bisa Dibilang Fiktif?

Cut Meyriska Sakit, Ustaz Felix Siauw Puji Istri Roger Danuarta Sudah Berhasil Bahagiakan Suami

Surya : Anda beberapa kali menjadi saksi ahli, termasuk untuk terdakwa, apakah itu juga ditanyakan?

Ghufron : Itu tidak banyak disinggung. Saya memang sering jadi saksi ahli, karena memang saya ahli pidana. Namun dari rangkaian saya menjadi saksi ahli, lebih banyak untuk penegak hukum baik polisi dan jaksa. Paling hanya 4 - 5 kali menjadi saksi ahli untuk terdakwa atau penasehat hukum. Saya jadi saksi ahli untuk kasus tindak pidana korupsi, maupun pidana umum.

Surya : Tentang penanganan korupsi di Indonesia, termasuk di KPK. Bagaimana menurut anda sejauh ini?

Ghufron : KPK itu lembaga penegakan hukum dengan segala keluarbiasaan kewenangannya. Karena luar biasa itu, maka KPK bisa mengambil-alih penanganan Tipikor dari aparat penagak hukum lain, namun di sisi lain juga bisa memerintahkan penegak hukum lain melanjutkan kasus OTT misalnya. Namun di luar dari kelebihan itu, harusnya lebih penting membangun sistem pencegahan korupsi bagi semua instansi di republik ini. Penindakan atau penegakan hukum selama ini hanya menangkap pelakunya dan mengembalikan kerugian negara terhitung secara ekonomi. Padahal ada kerugian lain yang lebih besar dalam sebuah kejahatan korupsi. Seperti tentudanya pemakaian barang, kerusakan barang, dari sisi kemanfaatan tidak bisa segera dinikmati. Belum lagi dari sisi 'life time', jika tidak dikorupsi bisa saja bertahan 20 tahun, namun karena korupsi jadi hanya lima tahun.

Halaman
12

Berita Terkini