TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Merantau ke Wamena, Abdul terpaksa bersembunyi dalam plafon rumahnya di Jalan Hom-hom, Wamena kala puluhan massa mengepung.
Pria Sampang yang akrab disapa Dul itu bekerja sebagai penjual bakso di Papua, tepatnya di area Kantor Bupati Jayawijaya.
Dia sedang menyiapkan bahan-bahan bakso kerusuhan di Papua mulai terjadi.
Tiba-tiba, puluhan massa melakukan sweeping, menggedor pintu dan menyerang warga di sekitar tempat tinggalnya.
(Masih Ada 28 Warga Sampang yang Tertahan di Penampungan Timika, Minta Segera Pulang dari Papua)
“Rumah-rumah dibakar. Ada yang diserang pakai panah. Kacau sekali,” kisah Dul ketika ditemui di Malang, (3/10/2019).
Dul yang tinggal seorang diri menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Ia lari dan bersembunyi di dalam plafon.
Melihat tidak ada orang, sekumpulan massa itu membakar rumah Dul menggunakan minyak tanah.
Dul pun alami luka di wajah serta tangan akibat kobaran api.
“Sisa tenaga saya gunakan untuk lompat ke semak-semak,” ucapnya.
Ia mengatakan berhasil mendapat pertolongan kala datang ke Markas Kodim.
Selama seminggu, ia mengungsi bersama ribuan warga lain yang mayoritas berasal dari Sumatera Selatan.
Dul kemudian memutuskan ke Bandara Wamena agar bisa pulang ke Jawa. Dua hari di bandara, ia lantas diangkut ke Jayapura dan akhirnya diterbangkan ke Malang.
“Saya sangat bersyukur bisa pulang. Alhamdulillah,” ucapnya.
Pria 32 tahun itu mengatakan tidak ingin kembali ke Papua. Pengalaman kelam ini membuatnya trauma hingga ia memutuskan pulang.
“Saya cari kerja di rumah (Jawa Timur) saja. Kalau ingat keluarga di kampung, sudah ndak pingin kembali,” tutupnya.
Selain Dul, ada 120 orang pengungsi lain yang memilih ke luar meninggal Wamena.
Mereka menumpang pesawat hercules milik TNI AU dan mendarat di Lanud Abdulrachman Saleh.