"Pastikan kalo konsultasi ke dokter, adalah ke dokter beneran, bukan dokter-dokteran.
Bukan dokter abal-abal berbekal sertifikat kursus dan cosplay pakai jas putih.
Semua dokter baik dokter umum/spesialis, drg umum/drg spesialis, yang praktik dan melakukan pelayanan medis harus ter registrasi di KKI," tutupnya.
Semoga kejadian ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. (TribunStyle.com/Galuh Palupi)
• Berduka Atas Siswa Korban Tenggelam di Kali Pucang, Bacabup Sidoarjo BHS Minta Warga Lebih Peduli
Tentang Steroid
Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)/RSUD Prof dr Margono Soekardjo, Ismiralda Oke Putranti mengatakan, penggunaan steroid sebaiknya sesuai dengan berat atau ringannya suatu penyakit.
Jika peggunaan tidak sesuai aturan atau indikasi, bisa berakibat munculnya permasalahan kulit.
"Efek samping penggunaan steroid topikal tidak terkontrol bisa menyebabkan jerawat, erupsi acneiformis, timbulnya guratan-guratan pembuluh darah (teleangiektasis), kulit menjadi tipis (atrofi)," ujar Oke saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/9/2019) lalu.
"Selain itu, efek samping yang muncul, yakni tumbuh rambut-rambut pada area yang sering diolesi dan yang paling parah terjadi strechmark yang tidak bisa diobati," kata dia.
• Ulama Arab Saudi Sebut Hari Valentine Tidak Haram, di Indonesia Malah Banyak yang Larang
Pengobatan
Oke menjelaskan, jika steroid sudah melukai atau berefek negatif pada kulit, seperti acne, teleangiektasis, trikosis, dan atrofi masih bisa disembuhkan.
Akan tetapi, jika sudah telanjur terjadi strechmark, tidak bisa ditangani dengan baik karena pembuluh darah sudah pecah.
Pada umumnya, munculnya strechmark ini di daerah ketiak, betis, dan paha akibat pemakaian lotion pemutih badan dan ketiak.
"Awal sebelum menjadi strechmark, muncul atrofi dulu. Tapi kalau sudah meregang dan melebar semua, kita sebut strechmark seperti yang dikeluhkan masyarakat," ujar Oke.
• Pengantin Baru di Tuban Berduaan Dalam Kamar, Si Tetangga Malah Asyik Intip dari Balik Jendela
Saat atrofi telah muncul, sebaiknya segera ditangani ke dokter spesialis kulit dan kelamin (SpKK).
"Kalau masih atrofi, masih mungkin diperbaiki entah dengan laser atau filler. Lebih baik diperiksakan dulu ke dokter SpKK," ujar Oke.
Untuk pemeriksaan, sebaiknya tidak ke klinik kecantikan yang tidak ditangani langsung oleh ahlinya, karena bisa berakibat fatal.
Muncul efek kusam
Tak hanya itu, krim pemutih juga menjadi produk perawatan kulit yang banyak diincar oleh perempuan.
Setelah dipakai dengan rutin, timbul efek yang sesuai dengan yang diharapkan, wajah lebih kinclong, dan glowing.
Namun, setelah berhenti pemakaian krim, kulit wajah akan tampak kusam dan lebih sensitif.
Menanggapi hal itu, Oke menjelaskan, tidak hanya krim bersteroid saja yang memiliki efek seperti itu.
"Krim malam fungsinya mengontrol proses pergantian kulit senormal mungkin dengan cara modulasi pengelupasan dan pertumbuhan," kata dia.
• Keberadaan Soimah hingga Jirayut Sempat Dipertanyakan di LIDA 2020, dari Dipecat dan Isu Rebut Job
Jika kulit wajah sudah cukup membaik dan stabil, penghentian krim malam sebaiknya tidak mendadak.
"Harus dikurangi dulu pemakaiannya, biasanya yang rebound itu kulit wajah jadi kusam, lebih sensitif karena efek berhenti mendadak," ujar Oke.
Ia menjelaskan, ada kandungan steroid pada krim malam yang bertujuan untuk mengurangi proses peradangan akibat proses pengelupasan oleh bahan aktif, terutama turunan vitamin A.
"Jadi konsumen yang cerdas. Jangan termakan iklan yang menjanjikan putih dalam waktu yang singkat dan harga murah. Tidak ada yang instan untuk perawatan kulit yang baik dan sehat," ujar Oke. (Kompas.com/Retia Kartika Dewi)