TRIBUNJATIM.COM - Beberapa negara kini telah melakukan lockdown karena virus Corona, misalnya negara China tepatnya kota Wuhan yang merupakan tempat pertama dimana virus ini berasal.
Selain itu, negara Italia juga sudah melakukan lockdown sampai kabarnya bulan April 2020 nanti.
Nah, bagaimana dengan Indonesia sendiri?
Apa alasan pemerintah Indonesia tak lockdown wilayah yang ditemukan virus Corona di Indonesia?
Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini!
• Kim Jong-Un Disebut Kabur dari Pyongyang Korea Utara Takut Virus Corona, 3.700 Tentara Dikarantina
• WHO Tetapkan Status Virus Corona Jadi Pandemi Global: Jangan Sembrono, Pertarungan Belum Berakhir
• Syuting Persiapan Film di Australia, Tom Hanks dan Istrinya Umumkan Positif Terinfeksi Virus Corona
Juru Bicara Pemerintah terkait Virus Corona, Achmad Yurianto, membeberkan alasan mengapa Indonesia tidak menerapkan lockdown atau karantina skala besar.
Yurianto menyinggung soal isolasi diri dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Dilansir Tribunnews.com (grup TribunJatim.com ), hal itu diungkapkan Yurianto dalam tayangan YouTube KOMPASTV, Kamis.
Menurut Yurianto, tindakan lockdown malah membuat tindakan penanganan virus Corona tidak maksimal.
"Kita tidak akan membuat opsi lockdown. Karena kalau di-lockdown kita malah tidak akan bisa berbuat apa-apa," ujar Yurianto.
Namun keputusan tidak akan lockdown itu nantinya akan melibatkan jajaran menteri demi keputusan final.
"Tetapi tentunya ini akan menjadi keputusan bersama yang akan segera dikoordinasikan di tingkat kementerian," kata Yurianto.
• Abash Capek Ditanya Identitas Aslinya Wanita, Catut Kekasih: Lihat Lucinta Luna Bentuknya Bagaimana?
• Car Free Day di Surabaya Terancam Ditiadakan Gegara Virus Corona, Wali Kota Risma: Lagi Koordinasi
Kini pemerintah tak hanya mempersiapkan penanganan pasien virus Corona di rumah sakit negeri namun juga swasta.
"Rumah sakit pasti akan kita kejar semua. Sekarang tidak hanya rumah sakit pemerintah, tidak hanya rumah sakit TNI/Polri, BUMN," ungkap Yurianto.
"Tetapi rumah sakit swasta pun banyak kapasitasnya yang bisa digunakan dan ikut berperan," sambungnya.
Bagi Yurianto, orang yang positif virus Corona tidak semuanya dalam kondisi lemah tak berdaya, namun masih bisa beraktivitas layaknya orang sehat.
Paling penting adalah isolasi diri
Sehingga, menurutnya yang paling penting dilakukan adalah isolasi diri.
"Karena kalau kita lihat, pada pergerakan penyakit ini tidak seluruhnya jatuh pada kondisi severe, berat, membutuhkan peralatan," ungkap Yurianto.
"Justru sebagian besar kita lihat dari kasus yang ada, sebagian besar dari mereka dalam posisi kondisi sakit yang ringan/sedang," sambungnya.
"Oleh karena itu yang paling penting adalah melaksanakan isolasi."
Yurianto menyebut penerapan isolasi diri di India bisa dijadikan contoh.
• Siapa Sosok Gadis Indigo yang Selamatkan Nyawa Wali Kota Risma dari Bahaya? Terjadi Saat Magrib
• Pemkot Support RS Unair Atasi Virus Corona, Beri Bantuan Baju Pelindung dan Masker
Di mana warga yang sudah terinfeksi diberi pembinaan dan pengawasan sehingga bisa melakukan isolasi diri di rumah.
"Di beberapa negara yang sudah melaksanakan ini dan terlihat bagus, misalnya di India, untuk kasus positif tanpa gejala, maka mereka melaksanakan self-isolated, jadi tidak di rumah sakit," terang Yurianto.
"Mereka diminta untuk melakukan isolasi dirinya sendiri di rumah tentunya dengan edukasi, dan ini di bawah supervisi pengawasan dari Puskesmas," tuturnya.
Yurianto yakin masyarakat Indonesia mampu untuk melakukan pengendalian penyebaran virus Corona ini.
"Artinya mereka kita pastikan mampu mengendalikan sebaran yang mungkin muncul dari keberadaan dia di situ," ujarnya.
Simak video selengkapnya:
Rizal Ramli Ingatkan Dampak Serius Virus Corona, Ancam Ekonomi Indonesia: Bisa Turun 3 Persen
Pengamat ekonomi, Rizal Ramli mengingatkan dampak serius virus Corona terhadap ekonomi di Indonesia.
Apabila tak diantisipasi, virus tersebut bisa mengancam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"Di 2020, (pertumbuhan) ekonomi Indonesia tanpa virus Corona akan turun ke 4 persen. Kalau masalah virus Corona sangat parah, bisa turun lagi menjadi tiga persen," kata Rizal kepada jurnalis ketika dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (8/3/2020).
• Kabar Lidya Pratiwi, Artis yang Dipenjara 14 Tahun karena Bunuh Kekasih, Kini Mualaf, Sikap Berubah?
• Imbas Wabah Virus Corona, Banyuwangi International BMX 2020 yang Diikuti 20 Negara Resmi Ditunda
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, era Presiden Abdurrahman Wahid ini menyebut beberapa gejala penurunan ekonomi dibandingkan tahun lalu yang masih di atas 5 persen.
Beberapa di antaranya terlihat dari indikator makro ekonomi yang merosot dibandingkan 5-10 tahun yang lalu.
Mulai dari defisit perdagangan, transaksi berjalan, hingga tax Ratio.
"Kalau semua indikator ekonomi merosot, seharusnya Indonesia menurun. Namun kali ini tidak, karena didoping dengan hutang dari luar negeri dan beban bunga cukup mahal," katanya.
Imbuhnya menjelaskan, "Doping pertama kedua biasanya masih bisa juara, tapi doping ketiga, bikin jantung nggak kuat terus kelonjotan. Ekonomi juga tidak bisa didoping terus menerus."
Gejala berikutnya karena penurunan daya beli. Pihaknya menyangkal bahwa penurunan daya beli di pasar karena adanya sistem belanja online.
Sebab, belanja online hanya mencapai 8 persen dari total perdagangan.
"Sisanya, masih bisnis konvensional," katanya.
Rendahnya perdagangan dipengaruhi rendahnya pertumbuhan kredit yang hanya tumbuh di angka 6,02 persen.
Padahal, kalau ekonomi normal (pertumbuhan di angka 6-6,5 persen), seharusnya pertumbuhan kredit bisa mencapai 18 persen.
"Ini hanya sepertiganya. Sehingga, uang yang beredar di bawah sedikit. Tidak heran kalau daya beli sedikit," katanya.
Gejala ketiga adalah gagal bayar Asabri dan Jiwasraya.
"Total Rp33 triliun. Namun, ada reksadana, dana pensiun yang tak mampu bayar, bisa mencapai Rp150 triliun," ungkapnya.
• 7 Cara Mudah Cegah Penyebaran Virus Corona ala Dokter Unit KAI Daop 8 Surabaya, Simak Penjelasannya!
• Antisipasi Virus Corona, Hotel dan Pusat Perbelanjaan Di Kota Malang Pasang Hand Sanitizer
"Sehingga, kalau negara ibarat petinju yang sudah sempoyongan karena kebanyakan hutang, tiba-tiba mendapatkan jab karena gagal bayar 150 miliar dolar, maka dia akan crisis," urainya.
Berikutnya, bisnis digital dan online yang mengalami koreksi valuasi. "Gelembungnya terlalu besar, kemungkinan akan mengalami koreksi mencapai 40-50 persen," katanya.
Gejala berikutnya karena penurunan pendapatan petani. Sebab, adanya pergeseran masa tanam dari November ke Januari akibat pergeseran musim penghujan.
Hal ini semakin diperparah dengan kemungkinan bulog yang tak mampu menyerap hasil pertanian pada masa panen karena masih memiliki hutang serta kecukupan stok. "Sehingga, kasihan sekali ketika musim panen nanti," katanya.
"Padahal di desa, kalau tak ada panen, tak ada uang. Begitu pun sebaliknya," tandasnya.
Apabila tak ada solusi dari kelima gejala tersebut, besar kemungkinan akan menimbulkan gejolak di kuartal kedua. "Akan terjadi sesuatu di Indonesia. Di antaranya perubahan politik," katanya. (Bobby Constantine Koloway)
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alasan Indonesia Tak Lockdown karena Corona, Jubir: Isolasi Diri