TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Tulungagung disalurkan dalam bentuk paket sembako.
Banyak di antaranya paket ini langsung dibagikan lewat kantor desa, atau diantar langsung ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Seorang KPM asal Kecamatan Sumbergempol dengan panggilan Emon mengungkapkan, BPNT sarat pelanggaran.
• Curhat Pengusaha Jatim Soal Industri Wajibkan Rapid Test, Minta Ditinjau Ulang: Jangan Dibebankan
Menurutnya, dalam pedoman umum (Pedum) BPNT, bantuan tidak boleh dipaketkan.
“Kenyataannya, sekarang semua dipaketkan. Bahkan yang mencairkan di ewarong (elektronik warung gotong royong) pun juga sudah dipaketkan,” ujar Emon.
Karena sudah dipaketkan, maka KPM tidak bebas membeli sesuai kebutuhannya.
• Kehidupan Suami Nikahi Transgender, Kuak Rahasia Istri Baru: Tubuhnya Tulen, Istri Sah Diceraikan
• VIRAL Pelakor Digerebek Sedang Berhubungan dengan Suami Orang, Justru Tantang dan Marahi Istri Sah
Padahal dalam Pedum ditegaskan, KPM bebas membeli jenis dan jumlah bahan pangan yang akan dibeli.
Emon mencontohkan, bisa saja KPM butuh lebih banyak beras dan tidak butuh telur.
“Ada yang di rumahnya punya kolam kecil berisi ikan, atau punya bebek yang bertelur setiap hari. Kan gak butuh protein,” katanya.
• Pernah Viral Transgender Bisa Hamil & Melahirkan, 13 Tahun Berlalu Begini Kabarnya, Anak Sudah Besar
Emon menilai, pemaketan bantuan ini menjadi sumber penyelewengan BPNT.
Sebab paket sembako yang dibagikan selalu kurang dari Rp 200.000.
Berbeda jika KPM dibebaskan memenuhi kebutuhannya di ewarong.
• Tak Ingin Terpuruk saat Pandemi Corona, Delon Jualan Makanan Beku: Istri Enggak Bisa Meratapi Nasib
“Kalau KPM belanja sendiri di ewarong, dia bisa cetak struk belanja dan memastikan nilainya Rp 200.000. Harga barangnya juga harga hari itu, bukan harga beberapa hari sebelumnya,” ungkap Emon.
BPNT reguler di Tulungagung diwujudkan dalam bentuk 12,5 kg beras premium, 1 kg beras fortivit dan telur senilai Rp 30.000.
Harga telur ini yang sering berbeda dengan harga pasaran, dengan alasan komoditi ini dibeli beberapa hari sebelumnya.
• Balap Liar di Sidoarjo Berujung Tragedi, Ribut Lawan Curi Start, Pembalap Semburat Tahu Ada 1 Tewas
Butuh waktu beberapa hari hingga siap dipaketkan, sehingga harganya berbeda dengan harga hari itu.
Menurut Ketua Tim Koordinasi (Timkor) BPNT Tulungagung, Sukaji, sebenarnya tidak ada pemaketan.
Namun cara itu dipilih agar teknis penyaluran BPNT lebih mudah.
• Skema Lockdown Wilayah Kelurahan Mergosono Malang, Semua Jalan Tembusan Ditutup, Bakal Satu Pintu
Mengingat saat ini ada 80.000 lebih KPM di Tulungagung.
“Kalau misalnya semua belanja di ewarong, kan malah lebih repot. Hanya memudahkan pelayanan saja,” terang Sukaji.
Menurutnya, cara itu tidak menyalahi Pedum sepanjang nilai barang sesuai.
• UPDATE CORONA di Indonesia Kamis 9 Juli 2020, Kasus Baru Tambah 2.657, Total Pasien Capai 70.736
Namun diakui Sukaji, selama ini KPM pasrah saja dengan bantuan yang diterima.
Mereka tidak peduli meski nilai bantuannya ada yang dikurangi.
“Dikasih berapa pun mereka akan bilang terima kasih, karena sudah dibantu. Itulah sebabnya tidak ada yang bersuara jika ditemukan nilai bantuan yang kurang,” sambungnya.
• Sorot Wabah Covid-19, Mahasiswi UKWMS Buat Karya Tulis Sabun Minyak Intaran: Anti Bakteri dan Virus
Namun diakui, banyak permasalahan dalam BPNT, seperti supplier (penyuplai) nakal.
Seharusnya beras yang disalurkan adalah jenis premium dan diambil dari Bulog.
Namun ternyata beras yang beredar jauh lebih besar dibanding jumlah yang diambil dari Bulog.
• Promo Telkomsel Terbaru, Dapatkan Paket Society Heros, Isi Pulsa Rp 40 Ribu Dapat Kuota 10 GB
“Indikasinya ada yang ambil dari luar Bulog kemudian dioplos,” ungkapnya.
Sukaji meminta semua pihak yang terlibat dalam penyaluran BPNT mematuhi Pedum.
Dengan demikian tidak ada polemik dan pelanggaran hukum.
Penulis: David Yohanes
Editor: Arie Noer Rachmawati