Tanggapan Bupati Jember Faida Atas Sanksi Tidak Digaji Selama 6 Bulan: Risiko di Tahun Politik

Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Pipin Tri Anjani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Jember Faida.

TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Bupati Jember Faida akhirnya menyampaikan tanggapannya terkait sanksi Gubernur Jawa Timur terhadap dirinya.

Faida sudah kembali berdinas di Jember, setelah dua hari menjalani tes kesehatan calon kepala daerah di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang.

"Ya saya sudah membaca itu, surat itu datang mungkin ketika saya berada di luar kota kemarin. Saya memahami sanksi itu, tidak digaji selama enam bulan. Ini karena jabatan politik, jadi risiko di tahun politik, sehingga saya ambil risiko itu," ujar Faida kepada Surya (grup TribunJatim.com) ketika ditemui usai kegiatan evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Pendapa Wahyawibhawagraha, Jember, Kamis (10/9/2020).

Irwan Mussry Kerap Susah Diatur, Maia Sebut 1 Sosok yang Mampu: Hanya Dia yang Bisa Atur-atur Bojoku

Ratusan Gerai Ayam Gepreknya Terkena Dampak PSBB Total, Ruben Onsu Cuma Pasrah: Mungkin Bukan Rezeki

Dia menyebut, jabatan bupati merupakan jabatan politik. Karenanya, ada risiko politik yang harus dilaluinya, termasuk risiko di tahun politik seperti Pilkada 2020.

Sanksi tersebut disebutnya sebagai salah satu risiko jabatan di tahun politik seperti saat ini.

Faida menyebut akan menerima sanksi tersebut. "Jadi saya ambil risiko itu," ujarnya.

Menurutnya, tidak seorang pun di Kabupaten Jember yang bisa menyandera APBD.

"Meskipun APBD Jember (tahun 2020) tidak didok (disahkan) bersama dewan, tetap dapat digunakan karena memakai Perkada. Ada aturan itu. Jadi APBD tidak boleh disandera oleh siapapun, hak-hak rakyat harus dapat digunakan," tegasnya.

Dia menyebut, pihaknya atau eksekutif telah mengajukan pembahasan KUA-PPAS dan Rancangan APBD tahun 2020.

"Sudah diajukan, tetapi tidak membahasnya. Jadi kami tidak ingin menyandera hak-hak rakyat," lanjutnya.

Tawuran di Kenjeran Surabaya, Tiga Bocah Diamankan Polisi, Celurit dan Parang Disita

Karena pembahasan antara kedua belah pihak tidak berjalan, akhirnya Bupati Jember Faida mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) APBD Jember tahun 2020. Perkada itulah yang kini menjadi payung pemakaian keuangan (anggaran belanja dan pendapatan) di Kabupaten Jember tahun 2020.

Sesuai aturan keuangan RI, pengelolaan anggaran berpayung hukum Perkada tidak semaksimal jika memakai Peraturan Daerah (Perda) APBD yang disahkan oleh bupati dan DPRD. Anggaran berpayung hukum Perkada, tidak bisa melebihi anggaran tahun sebelumnya, juga akan ada sejumlah pendapatan yang tidak bisa masuk ke anggaran.

Namun meskipun hanya berpayung hukum Perkada, Bupati Faida menegaskan pemakaian anggaran untuk kepentingan rakyat Jember tidak terganggu.

Dia menyebutkan, pihaknya tetap bisa melakukan refocussing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.

Seperti diberitakan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjatuhkan sanksi administratif kepada Bupati Jember Faida.

Sanksi administratif itu berupa tidak dibayarkannya hak-hak keuangan bupati perempuan pertama di Jember itu selama enam bulan.

Hak-hak keuangan itu meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan lain, honorarium, juga biaya penunjang operasional.

Dari penghitungan Surya, nilai gaji pokok dan tunjangan jabatan kepala derah kabupaten/kota setiap bulan mencapai Rp 5.880.000.

Namun jika ditambah dengan honorarium, dan biaya penunjang operasional, misalnya, maka hak-hak keuangan yang didapatkan seorang kepala daerah lebih besar dari gaji pokok, dan tunjangan jabatan.

Kagetnya Prilly Latuconsina Tahu Maxime Bouttier Si Mantan Kini Pacari Dea Imut, Ungkap Alasan Putus

Sanksi tersebut menyusul keterlambatan pembahasan R-APBD Jember tahun anggaran 2020. Dalam surat keputusan gubernur itu tertulis jika penyusunan penetapan R-APBD Jember tahun 2020 menjadi APBD mengalami keterlambatan disebabkan oleh bupati Jember.

Karenanya, kepala daerah yang terlambat mengajukan proses penyusunan APBD merupakan pelanggaran administratif dan perlu dijatuhi sanksi administratif.

Dari catatan Surya, bupati menyerahkan KUA-PPAS tahun 2020 ke DPRD Jember di awal bulan November 2019, atau terlambat dari jadwal pembahasan penganggaran tingkat kabupaten/kota. Sementara berdasarkan jadwal, penyerahan KUA-PPAS tingkat kabupaten diserahkan ke DPRD di rentang waktu pekan kedua Juli sampai awal Agustus.

Setelah itu, Badan Anggaran DPRD Jember dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) membahas KUA-PPAS itu. Jika disepakati, dilanjutkan dengan pembahasan Rancangan APBD tahun 2020.

Badan Anggaran dan TAPD menyelesaikan pembahasan KUA-PPAS itu masih di bulan November, karena dilakukan secara maraton.

Sampai akhirnya, ketika membahas R-APBD, pihak legislatif atau dewan ragu untuk meneruskannya, karena ada persoalan KSOTK.

Dewan mengacu kepada rekomendasi Kementerian Dalam Negeri yang merekomendasikan gubernur supaya meminta bupati Jember untuk mencabut 30 Peraturan Bupati (Perbup) tentang KSOTK yang ditandatangani 3 Januari 2019, juga mencabut 15 Keputusan Bupati tentang pengangkatan dalam jabatan ASN di lingkungan Pemkab Jember.

Dalam perjalanannya, DPRD melakukan konsultasi terhadap persoalan tersebut. Hingga tahun anggaran 2019 berakhir, namun pembahasan R-APBD tahun 2020 tetap belum selesai. Sementara berdasarkan jadwal, 30 November merupakan batas akhir pengesahan R-APBD antara bupati dan DPRD. (SURYA/Sri Wahyunik)

Editor: Pipin Tri Anjani

Berita Terkini