TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN - Setiap musim kemarau, sebagian wilayah di Kabupaten Bangkalan selalu dilanda kekeringan.
Kesulitan air bersih menjadi permasalah klasik yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Atas dasar itulah, Himpunan Mahasiswa Bangkalan (Himaba) berupaya mengetuk pintu hati para pemangku kebijakan melalui gelar Diskusi Kedaerahan di Kafe Omah Kayu, Minggu (11/10/2020).
• Hasil Timnas Indonesia U-19 Vs Makedonia Utara - Jack Brown Cetak Brace, Garuda Muda Menang Besar
• Sikap Krisdayanti Kini ke Aurel dan Azriel: Silent Treatment, Ada Amarah dan Bahas Soal Masa Lalu
'Bangkalan dalam Ancaman Krisis Kekeringan. Ke Mana Prioritas Pembangunan Kabupaten Bangkalan?'. Begitulah tema diskusi yang dibentangkan melalui banner.
Dalam kesempatan tersebut, hadir Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB Dapil Madura H Syafiuddin Asmoro, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bangkalan Eko Setyawan.
Selain itu, hadir pula Kepala Dinas Sosial Bangkalan Wibagio Suharta dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rizal Moris.
• Jalan Raya Kawasan Jompo yang Ambruk Mulai Diperbaiki, Nilai Anggaran Sebesar Rp 15,9 Miliar
• Optimis Tekan Angka Covid-19, Petugas Gabungan Kabupaten Gresik Tak Bosan Ingatkan: Pakai Masker
"Kami lelah menunggu langkah Pemkab Bangkalan," ungkap Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al Ibrohimi (STITAL) Salman Al Farizi kepada Surya usai diskusi.
Di kampung halamannya, sebagian besar warga Desa Lerpak Kecamatan Geger untuk mendapatkan air bersih bukanlah tanpa perjuangan.
Bahkan beberapa di antara warga harus merogoh uang hingga puluhan juta untuk keperluan pengeboran sumur.
Dalam diskusi tersebut, Salman mengaku kurang sepakat jika krisis kekeringan di Kecamatan Geger disebabkan karena minimnya sumber mata air.
"Sebenarnya ada potensi sumber mata air di Desa Lerpak. Hanya saja, kurang mendapatkan sentuhan dari Pemkab Bangkalan," jelasnya.
Ia memaparkan, geografis Desa Lerpak terbagi menjadi dua wilayah; di atas dan di bawah lereng perbukitan.
Di bawah lereng perbukitan itulah, pemukiman lebih padat namun kesulitan air bersih. Sedangkan warga di atas lereng perbukitan bisa menikmati air bersih melalui sumber mata air alami.
"Itu pun tidak lebih dari 10 persen warga yang bisa menikmati air bersih. Warga hanya bermodalkan pipa, namun tidak bisa menjangku lebih jauh karena keterbatasan alat," paparnya.
Melalui forum diskusi tersebut, Salman berupaya mengetuk pintu hati para pemangku kebijakan.
Dengan harapan, pemerintah pada akhirnya mampu mengentas masyarakat dari 'kubangan' dampak krisis kekeringan.
Hingga saat ini, lanjut Salman, masyarakat masih membeli air bersih dengan seharga Rp 170 ribu hingga Rp 200 ribu per satu tangki.
"Ini permasalahan klasik yang tidak pernah terselesaikan. Atau pemerintah memang tidak peduli dengan masalah ini? Masak setiap tahun hanya janji-janji?," pungkasnya.
BPBD Kabupaten Bangkalan menetapkan sebanyak 85 desa terdampak kekeringan yang tersebar di 13 kecamatan per Agustus 2020.
Dengan rincian, sebanyak 69 kering kritis dan 16 desa kering langka.
Kepala BPBD Kabupaten Bangkalan Rizal Morris mengungkapkan, penanganan bencana kekeringan harus melibatkan lima unsur.
Unsur pemerintah, masyarakat, akademis termasuk mahasiswa, swasta atau dunia usaha, dan terakhir peran media.
"Ketika lima unsur ini telah bersinergi maka tidak ada kata yang tidak bisa," ungkapnya.
Rizal mendorong mahasiswa agar ikut mengawal pengambilan kebijakan sejak Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat desa hingga tingkat kabupaten.
Dengan begitu, lanjut Rizal, para pemangku kebijakan bisa mengetahui. Apakah suatu desa mengusulkan atau tidak terkait penanganan bencana kekeringan.
"Apakah Pak Klebun (kepala desa) mengusulkan? Apakah Pak Camat mengakomodir atau tidak?. Kami tidak tahu jika tidak ada usulan dari bawah," jelasnya.
Rizal menegaskan, saat ini merupakan masa golden time bagi mahasiswa jika bisa melakukan kegiatan Abdi Desa.
Dengan begitu, mahasiswa bisa mendatangi kepala desa dan camat untuk memastikan apakah APBDes sudah menyisihkan sekian persen untuk penanggulangan kekeringan di wilayahnya.
"Jika tidak disisihkan, mahasiswa wajib memberikan dorongan untuk pengadaan tandon air ataupun pipanisasi," tegasnya.
Selain itu, para pemangku kebijakan di tingkat kecamatan disebut Rizal bertanggung jawab penuh terhadap daun jatuh di wilayahya.
"Karena dari 18 kecamatan, ada beberapa camat masih santai. Padahal wilayahnya masuk potensi bencana," katanya.
Ia berharap, diskusi semacam ini bisa terus berlanjut dengan menghadirkan anggota DPRD Bangkalan dan Dinas Pekerjaan Umum.
Karena Dinas Pekerjaan Umum, lanjut Rizal, merupakan eksekutor teknis dari semua kegiatan yang direncanakan.
"BPBD tidak boleh mengeksekusi teknis karena kami fungsi koordinasI, fungsi komando, fungsi pelaksanaan dan penanggulangan bencana," pungkasnya.
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB Dapil Madura H Syafiuddin Asmoro mengapresiasi langkah mahasiswa dan para pemuda dalam berserikat dan berkumpul karena rasa kepedulian terhadap Bangkalan.
"Bencana krisis air bersih di sejumlah wilayah di Bangkalan memang sudah menjadi permasalahan klasik," ungkapnya.
Karena itu, pria yang akrab disapa Ji Safi itu mendorong pihak Eksekutif Bangkalan benar-benar serius mengakomodir suara mahasiswa, dalam diskusi ini, sebagai wakil masyarakat terdampak bencana kekeringan.
Di satu sisi, lanjutnya, sebagai anggota Komisi V DPR RI dirinya akan memperjuangkan secara maksimal aspirasi mahasiswa.
"Kami akan kerjasama dengan Pemkab Bangkalan. Silahkan membuat pengajuan melalui wadah yang telah terbentuk," pungkas politisi kelahiran Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan itu.
Penulis: Ahmad Faisol
Editor: Heftys Suud