Kupas Ricuh UU Cipta Kerja, DIHPA Indonesia Lihat Ada Potensi Kewenangan yang Koruptif

Penulis: Sylvianita Widyawati
Editor: Hefty Suud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TERINSPIRASI OMNIBUSLAW - Karya angggota Komunitas Serikat Mural Surabaya yang terpampang di kawasan Jl Dinoyo Surabaya. Ramainya pembahasan Omnibuslaw RUU Ciptakerja yang baru saja disahkan menjadi inspirasi untuk membuat karya Mural Jalanan (Street Art). (SURYA/HABIBUR ROHMAN)

Contoh kasus skandal mega korupsi Jiwasraya yang sedang disidik atau dituntut Kejaksaan Agung saat ini atau kasus korupsi.

Karena kasus ini dapat diperiksa dan diadili berawal dari unsur merugikan uang negara yang dikemas oleh pelaku dengan modus seolah salah investasi yang menimbulkan merugikan keuangan negara.

Kemudian di klausula dalam bab X terkait investasi pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional ini nampaknya ingin membuat kekebalan hukum pada penyelenggara LPI. Serta ingin menggeser unsur kerugian negara menjadi kerugian Lembaga.

"Berarti semua perbuatan yang berpotensi korupsi yang terjadi di lembaga investasi bukan lagi ranah kewenangan aparat penegak hukum," katanya.

Organisasi ini melihat proses check and balance berupa keterlibatan DPR juga minim dalam pengambilan keputusan investasi ini.

Sebab aset negara atau aset BUMN yang diinvestasikan tadi dengan persetujuan lembaga bisa dpindahtangankan secara langsung pada perusahaan tanpa keterlibatan DPR.

Memperhatikan hal ini, maka pemerintah perlu menjelaskan alasan dibalik pengaturan eksepsional yang bisa menjadi celah koruptif dalam pengelolaan triliuan uang negara.

Apalagi pakar hukum telah sejak lama mengkritisi syarat formil pembentukan Omnibus law UU CK ini yang bermasalah. Sejauh ini, draft akhir UU ini masih tidak bisa diakses publik.

Paling lama dalam waktu tiga bulan semua peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan pelaksana dalam undang undang ini harus sudah ada.

Maka potensi ketergesaan perumusan dan rumusan bermasalah akan muncul kembali. Pasca pengesahan UU ini, dalam waktu dekat akan lahir puluhan PP sebagai tindak lanjut pengaturan yang ada dalam UU Cipta Kerja.

Zulkarnain SH MH, Dosen Universitas Widyagama (UWG) Malang, salah satu dari 17 dosen yang mendeklarasikan organisasi ini melihat, jika UU ini dijudicial review-kan, peluang dikabulkan MK bisa jadi kecil.

"Sebab MK adalah pilihannya DPR dan Presiden," jelas Zulkarnain pada TribunJatim.com, Minggu (11/10/2020). Dikatakan, organisasinya ingin tetap konsisten dalam netralitas keilmuan Hukum Pidana.

Organisasi ini sudah soft launching sejak Juli 2020. Namun secara informal sudah teroganisir informal sejak beberapa tahun lalu. Mereka adalah para dosen FH dari berbagai daerah. "Dari telaah ini, kami ingin menyadarkan pemerintah dan masyarakat agar sama-sama waspada atas potensi penyimpangan yang akan merugikan negara dan masyarakat jika UU tersebut diberlakukan serta merta," jawabnya.

Penulis: Sylvianita Widyawati

Editor: Heftys Suud

Berita Terkini