Tolak Keserentakan dengan Pilpres, Demokrat Dukung Pelaksanaan Pilkada 2022

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pilkada tahun 2022 mendatang

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Partai Demokrat berharap gelaran pemilu nasional dengan pilkada tak dilakukan bersamaan.

Dengan kata lain, Demokrat menilai Pilkada serentak di 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan tidak bersamaan dengan pemilu nasional di 2024.

"Kami sepakat bahwa pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan," kata Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Renville Antonio kepada Surya.co.id dikonfirmasi dari Surabaya, Senin (18/1/2021).

Renville menegaskan bahwa pemilu 2019 menjadi pelajaaran berharga. Pemilu yang menggabungkan pemilihan presiden, senator, hingga legislatif di tiga jenjang sekaligus ternyata begitu melelahkan.

Baca juga: Pasca Kejadian Rumah Longsor, Seluruh Penghuni Perumahaan Griya Sulfat Inside Malang Diungsikan

Beban kerja begitu besar, bukan hanya bagi peserta namun juga penyelenggara. Akibatnya, total ada 894 petugas yang meninggal dunia serta, 5.175 petugas mengalami sakit di Indonesia.

"Kami berpijak pada pengalaman kita bersama melihat pemilu kemarin. Padahal itu belum ada pilkada serentak," kata mantan Plt Ketua DPD Demokrat Jawa Timur ini.

"Memang, itu masih di bahas di partai. Hanya saja, jika Pilkada diselenggarakan di 2024 kami khawatir akan banyak korban kembali dari pihak penyelenggara dan bahkan semakin tidak terkendali," kata mantan Anggota DPRD Jatim tiga periode ini.

Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menambahkan alasan lain pentingnya Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan. "Pilkada merupakan momen emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik di daerahnya masing-masing," kata Herzaky dikonfirmasi terpisah.

Menurutnya, seorang kepala daerah harus memiliki integritas, kompeten, dan berkomitmen penuh untuk membangun daerah dan masyarakat yang dipimpin. Untuk memastikan hal ini, masyarakat perlu waktu dan kesempatan cukup sebelum akhirnya memberikan pilihan.

Baik untuk mendalami maupun memahami sosok dan jejak rekam para calon kepala daerahnya. "Sebelum, pada akhirnya memutuskan pilihannya, masyarakat mesti memiliki kesempatan mengetahui dan mempelajari visi, misi, dan program kerja dari tiap kepala daerah," katanya.

Menurutnya, momentum ini akan berkurang jika Pilkada dilaksanakan di waktu yang berdekatan dengan pilpres. Bahkan, sekalipun di tahun yang sama dan hanya berbeda bulan.

"Bagaimanapun, pilpres memiliki daya magnet yang luar biasa. Keserentakan pilpres dan pileg di 2019 lalu, memberikan contoh nyata bagaimana pileg tenggelam di tengah hiruk pikuk pilpres," katanya.

Begitu juga kemungkinan nasib Pilkada yang bakal dilaksanakan berdekatan dengan pilpres. Pihaknya kawatir, pertarungan di pilkada pun bisa jadi bukan lagi politik gagasan.

"Bahkan, kompleksitas kompetisinya bisa memunculkan godaan melakukan tindakan-tindakan ilegal seperti politik uang, politik identitas, maupun penyalahgunaan kekuasaan," katanya.

Selain soal itu, Herzaky juga mempertimbangkan lamanya masa jabatan penjabat kepala daerah di sebagian besar wilayah Indonesia jika Pilkada 2022 dan 2023 ditunda ke tahun 2024. Ada 272 daerah, dan sebagian merupakan epicentrum pandemi covid-19.

Halaman
12

Berita Terkini