Ngaji Gus Baha

Gus Baha : Bagaimana Mungkin Maulid dan Tahlil Dikatakan Bid'ah?

Penulis: Yoni Iskandar
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha merupakan penjaga khazanah intelektual Islam, yang jadi aset Nahdlatul Ulama masa depan yang disebut juga sebagai manusia Al Quran .

“Bagaimana mungkin membaca tarikh seperti itu dikatakan bid’ah? Seandainya paham (maulid), bisa menangis dia. Mau membid’ahkan bagaimana?”

Dalam madzhab Syafi’i bid’ah terbagi menjadi dua,yaitu Hasanah (baik) dan Sayyiah (buruk).

“Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki dalam kitabnya Abwabul Faroj dan kitab-kitab beliau yang lain mengatakan bahwa salah kalau mendefinisikan bid’ah sebagai hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW itu salah besar,” ucap Gus Baha.

Gus Baha menjelaskan, bahwa Sayyid Alwi Al-Maliki menceritakan tentang sebuah hadis, “Dalam hadis shahih diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang menjadi imam Masjid Quba yang setiap mengimami shalat bacaan surahnya (setelah fatihah) hanya surah Al-Ikhlas (Qul Huwallahu Ahad), lantas para sahabat mengadukan hal ini kepada Nabi SAW.”

“Lantas ketika sahabat tersebut ditanya oleh Nabi SAW, “kenapa kamu kalau mengimami shalat selalu hanya pakai surah Al-Ikhlas ?”. Sahabat tersebut menjawab “Li Annaha Sifaturrohman” karena di dalam surat Al-Ikhlas itu hanya ada sifatnya Allah SWT dan tidak ada kepentingan siapapun disitu, maka dari itu saya senang membaca Al-Ikhlas. Lalu Nabi SAW berkata “Akhbirhu Fa Inallaha Yuhibbuh” Kasih tahu dia bahwa Allah SWT mencintainya.”

“Dalam contoh ini bisa kita simpulkan bahwa hal tersebut dibenarkan Nabi SAW tanpa ada pelajaran dari beliau, runtuhlah teori bid’ah adalah semua yang tidak pernah dilakukan dan diajarkan Nabi SAW, karena faktanya beberapa kali Nabi SAW membenarkan sesuatu yang belum pernah diajarkan oleh beliau,” tutur Gus Baha

Gus Baha lalu menekankan dengan kalimat “Bid’ah yang pasti sesat itu adalah yang berhadap-hadapan dengan syariat, tetapi jika Bid’ah itu menguatkan syariat maka tidak musuhnya syariat tetapi malah menjadi bagian dari syariat.

Gus Baha kemudian mencontohkan sebuah hadis.

“Diceritakan dalam hadis shahih ada sahabat yang setelah I’tidal yang biasanya membaca رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمٰوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ Tapi sahabat ini membaca الْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ setelah shalat selesai Nabi SAW berbalik dan mencari “Ayyukum Yaqulu Hadihil Kalimah ? Siapa tadi yang melafadkan itu ?” lalu para sahabat dia semua dan tidak ada yang berani menjawab karena mereka tahu kalimat tersebut tidak diajarkan oleh Nabi SAW.”

“Namun kemudian Nabi SAW berkata “tidak ada masalah cuma saya kaget saja karena ada 30 malaikat yang berebutan siapa yang duluan mencatat kalimat tersebut, karena begitu indahnya kalimat tersebut.” (Teks hadis tersebut tertulis dalam Shahih Bukhari Hadis nomor 799 : رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ)

“Dari hadis ini kita bisa menyimpulkan bahwa ada kalimat kreatif yang tidak diajarkan Nabi SAW tapi dibenarkan oleh Nabi SAW, makanya saya yakin kalau Nabi SAW melihat kita saya mengajar seperti ini lalu anda semua membawa kitab dan mencatat pasti Nabi SAW senang, hal ini tidak bisa dibid’ah-kan karena Nabi SAW tidak bisa menulis. (misalnya),” kata Gus Baha.

Gus Baha menutup pembahasan tentang bid’ah ini dengan mencontohkan bagaimana ulama Ushul Fiqh menyelesaikan sebuah permasalahan.

“Tidak bisa kamu memakai definisi bidah itu adalah yang tidak pernah dilakukan nabi SAW, tidak bisa seperti itu. Apalagi kalau kamu mempelajari Ushul Fiqh malah akan kelihatan (bahwa orang) yang sedikit-sedikit menduh Bid’ah itu salah, karena dalam Ushul Fiqh itu kalau memaknai hadis itu diganti, seperti contoh hadis ini ا,ِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ” jelas Gus Baha mencontohkan.

Berita Terkini