Reporter: Fatimatuz Zahroh | Editor: Januar AS
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengizinkan untuk penyelenggaraan salat Idul Fitri 2021, namun dengan sistem dan mekanisme yang ketat. Ia menyebutkan bahwa di Jatim, salat Idul Fitri 2021 dilakukan berbasis zona mikro.
Sedangkan masjid jami’ atau Masjid Agung di kabupaten kota di Jatim yang ada di zona oranye dan kuning, yang menyelenggarakan salat Idul Fitri harus dilakukan dengan sistem pendaftaran jamaah sebagaimana format Masjid Nasional Al Akbar.
“Setelah rapat tadi malam, kita sepakat bahwa salat Idul Fitri, di Jatim dilakukan berbasis zona mikro. Artinya ada yang berbasis RT, berbasis RW tergantung masing masing desa membrickdown PPKM Mikro mikro,” kata Khofifah, Senin (10/5/2021).
Di Jatim ada sebanyak 8.501 desa dan kelurahan, dari jumlah itu ada satu desa yang statusnya zona merah. Desa zona merah itu ada di Kabupaten Banyuwangi. Bagi desa zona merah tersebut ditegaskan Khofifah agar masyarakatnya salat Idul Fitri di rumah saja.
Baca juga: Salat Idul Fitri di Masjid dan Musala di Sidoarjo Dibolehkan
“Satu desa itu di Banyuwangi itu, masyarakat diharapkan salat di rumah. Di luar itu Satgas Covid-19 di tingkat RT RW Desa dan Kelurahan silahkan mengatur. Karena di luar zona merah boleh menyelenggarakan salat Idul Fitri,” tegasnya.
Meski dibolehkan, Khofifah menegaskan bahwa salat Idul Fitri tetap ada batasan. Untuk zona oranye, kapasitas maksimalnya adalah 25 persen jamaah, sedangkan di zona kuning kapasitas maksimalnya adalah 50 persen. Selain itu seluruh jamaah harus menjaga protokol kesehatan.
“Selama salat Idul Fitri, imam hanya membaca surat pendek. Bahkan secara spesifik ditentukan surat yang dibaca adalah Surat Al Kafirun dan Surat Al Ikas. Khutbahnya hanya 7-10 menit saja. Sehingga total salat Idul Fitri hanya 30 menit saja, sudah selesai semua, dan ingat tidak ada jabat tangan,” tegasnya.
Sedangkan untuk salat Idul Fitri di Masjid harus membawa kantong plastik untuk membawa sandal masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kerumunan.
“Di masjid Jami’ dan Masjid Agung, diseyogyakan mengikuti format yang sudah ada di tutorial masjid al akbar. Ada turorial secara detail, jamaah mendaftar, dan diberikan ID Card. Itu penting karena takutnya yang tidak terinfo, bisa datang beramai ramai dan bisa berpotensi melebihi kuota,” pungkas Khofifah.
(Fz/fatimatuz zahroh)
Kumpulan berita Jatim terkini