Berita Tulungagung

Dinkes Ambil 106 Sampel Takjil di Tulungagung, Ada Empat Makanan Mengandung Bahan Berbahaya

Penulis: David Yohanes
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dinas Kesehatan mengambil 106 sampel takjil yang dijual di seluruh wilayah Tulungagung, Jumat (8/4/2022) sore. Hasilnya kerupuk singkong asal Trenggalek terindikasi mengandung pewarna tekstil rhodamin B.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - 106 sampel takjil yang dijual di seluruh wilayah Tulungagung, diambil Dinas Kesehatan untuk diuji, Jumat (8/4/2022) sore.

Pengumpulan sampel ini melibatkan 19 puskesmas yang ada di setiap kecamatan.

Hasilnya, ada empat makanan yang mengandung bahan berbahaya berdasar hasil uji cepat. 

"Tahun ini memang jangkauannya kami perluas dengan menggandeng puskesmas-puskesmas. Yang terbanyak memang dari wilayah kota," terang Kasi Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Dinkes Tulungagung, Masduki.

Empat makanan yang terbukti mengandung zat berbahaya adalah kerupuk pasir, kerupuk puli, kerupuk singkong dan sirup.

Kerupuk pasir, kerupuk singkong dan sirup mengandung rhodamin B atau pewarna kain.

Sedangkan kerupuk puli mengandung pengawet boraks. 

"Baik rhodamin B dan boraks adalah zat berbahaya yang tidak boleh ada di makanan sedikit pun," sambung Masduki.

Selain dua zat itu, dua zat lain yang dilarang adalah formalin dan metanil yellow.

Formalin biasa ditemukan di bahan pangan yang perlu diawetkan, seperti mie dan ikan asin. 

Sedangkan metanil yellow sama seperti rhodamin, adalah pewarna tekstil. 

Namun dalam sampel yang diuji kali ini tidak ditemukan dua bahan berbahaya itu. 

Kerupuk pasir diketahui berasal dari Lodoyo Kabupaten Blitar, sedangkan kerupuk puli dari Kabupaten Lumajang. 

Sementara kerupuk singkong dari Trenggalek, dan sirup dari Desa Plandaan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.

Untuk memastikan kandungan, seluruh sampel yang dicurigai akan diuji di laboratorium.

"Ini kan tes cepat atau rapid test. Untuk memastikan memang harus di laboratorium," tegas Masduki.

Terkait makanan yang mengandung bahan berbahaya dari luar kota, Masduki akan bersurat ke Dinas Kesehatan asal makanan itu.

Diharapkan Dinkes asal produsen makanan itu juga melakukan pembinaan.

Seluruh makanan yang positif juga harus ditarik dari peredaran. 

Diakui Masduki, jumlah sampel yang ditemukan mengandung bahan berbahaya terus menurun.

Tahun lalu ada dari 31 sampel ditemukan lima makanan positif, yaitu kerupuk pasir, kerupuk puli, sirup, sate usus dan cecek (olahan kulit sapi).

"Sebenarnya produsen makanan ini sudah banyak yang sadar risiko penggunaan bahan berbahaya ini. Namun kesadaran ini perlu terus diperluas," tegas Masduki.

Yang memprihatinkan bagi Masduki, masyarakat sebagai konsumen masih rendah kesadarannya.

Mereka banyak memilih makanan dengan warga mencolok.

Padahal warna mencolok salah satu indikasi makanan tersebut mengandung bahan pewarna tekstil. 

"Kerupuk pasir misalnya, justru yang laris yang warna-warna ngejreng. Yang putih polos malah gak laku," ungkap Masduki. 

Untuk memastikan keamanan pangan, Masduki menyarankan masyarakat membeli makanan yang sudah dilengkapi label produksi seperti PIRT.

Sebab produsennya jelas dan tanggung jawabnya juga jelas.

Jika produsen kedapatan menambahkan bahan berbahaya, berisiko pemasaran produknya hancur dan berisiko terjerat hukum. 

Selain itu masyarakat diminta untuk menghindari makanan dengan warna mencolok. 

Sebab warna mencolok merupaka indikasi penggunaan pewarna kimia, bukan pewarna makanan.

"Khusus untuk boraks memang butuh indera pengecap atau rapid test," pungkas Masduki.

Berita Terkini