"Kepada pelanggar-pelanggar yang sangat berpotensi pada fatalitas korban. Misalnya, anak-anak melakukan trek-trekan balapan di jalanan. Boleh jadi mereka memanfaatkan kebijakan pak Kapolri; tidak boleh melakukan penilangan di jalan. Lalu berlaku seenaknya di jalanan, yang sangat membahayakan orang lain.
Untuk yang seperti ini, mohon maaf, tidak dapat saya toleransi," tegasnya.
Mantan Ditlantas Polda Sumsel itu, menerangkan, penindakan hukum berupa sanksi tilang itu bukan diartikan sebagai cara agar menyengsarakan masyarakat.
Justru, tilang memberikan edukasi yang berefek jera, terhadap warga atau pengendara yang belum bisa berinteraksi sosial secara baik, menyesuaikan norma sosial dan aturan yang berlaku.
"Karena pada dasarnya tilang itu, bukan untuk membuat derita masyarakat. Tapi penegakkan hukum itu sendiri untuk memberikan efek jera kepada sebagian orang kepada orang yang belum bisa berinteraksi sosial dengan baik, dan norma sosial dan aturan yang ada," jelasnya.
Di lain sisi, Taslim juga memberikan tinjauan mengenai instruksi khusus Kapolri tersebut dari berbagai sisi.
Polantas dilarangan melakukan tilang manual dapat diartikan sebagai bagian dari implementasi program kerja Jenderal Listyo Sigit Pribowo, sebagai Kapolri, sejak mengikuti fit and proper test dihadapan Anggota DPR RI.
Bahwa, masyarakat selama ini acap mengeluh adanya penyalahgunaan kewenangan anggota Polantas dalam menjalankan tugasnya di jalanan.
Terdapat oknum anggota Polantas nakal yang kerap mencari keuntungan pribadi memanfaatkan kewenangannya menindak pelanggar lalu lintas saat di jalanan.
Sehingga, lanjut Taslim, itulah membuat Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membuat sebuah program penindakan tilang berbasis sistem IT, bernama ETLE statis dan mobile. Agar memangkas celah potensi penyalahgunaan kewenangan anggota Polantas yang biasa terjadi di jalanan.
"Dalam konteks penegakkan hukum di jalanan memang sulit kita hindari. Karena terjalin simbiosis mutualisme karena pelanggar dengan petugas di lapangan. Tapi kita tidak boleh menyerah," katanya.
"Oleh sebab itu beliau mendorong supaya dibangun sistem sistem penegakkan hukum seperti E-TLE dan INCAR yang diterapkan di Jatim, untuk memutus interaksi antara petugas dan pelanggar di jalanan, dalam hal penegakkan hukum berlalu lintas ini," tambahnya.
Upaya yang dilakukan Kapolri itu, merupakan langkah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Taslim menerangkan, November 2021 kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri, cenderung tinggi. Citra Polri di mata masyarakat mencapai titik puncak 82 persen.
"Dari aparatur penegakkan hukum di Indonesia, Polri paling atas. Diantara kementerian dan lembaga, Polri itu no 3, setelah lembaga kepresidenan dan TNI," ungkapnya.