"Ini jelas sekali dari berbagai teori bahkan kemarin ahli yang diajukan pihak Ferdy Sambo menyatakan bahwa pasal 55. Bahwa orang yang menyuruh melakukan dialah yang bertanggungjawab. Sedangkan yang disuruh tidak dapat dituntut pertanggungjawaban pidana," tutup Fredrik.
Di sisi lain, hasil tes lie detector atau uji kebohongan disebut bisa menjadi alat bukti sah dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir.
Hal itu diungkapkan ahli hukum pidana yang juga juru bicara (jubir) RKUHP, Albert Aries saat menjadi saksi meringankan untuk Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Albert mengatakan soal barang bukti sebenarnya sudah diatur dalam pasal 39 KUHP.
Sementara alat bukti sudah diatur dalam Pasal 184 KUHP.
Namun, adanya lie detector sebagai metode pembuktian belum termaktub dalam KUHP baru.
"KUHP membedakan alat bukti dengan barang bukti. Barang bukti diatur dalam Pasal 39 KUHP, alat bukti diatur (Pasal) 184 KUHP yang limitatif ada saksi ada surat ahli petunjuk keterangan terdakwa. ketika ada metode seperti itu yang mungkin belum termaktub atau diatur dalam KUHP karena prinsip hukum acara itu limitatif dan interaktif, terbatas dan memaksa," kata Albert.
Baca juga: Pesona Bharada E sampai Bikin Fans Gaduh di Persidangan, Jauh-jauh dari Lampung: Mau Saya Culik!
Albert menambahkan, hasil lie detector bisa saja dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan dengan syarat dipaparkan ahli terkait.
"Kita ketahui KUHP ini dari tahun 81 banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi sebagainya. Maka ketika hasil metode itu dibunyikan, maka ketika hasil pemeriksaan itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka dia bisa menjadi alat bukti yang sah dan sepenuhnya pertimbangannya otoritatif hakim untuk menilai," jelasnya.