TRIBUNJATIM.COM - Presiden Jokowi ingatkan sejak 4 Maret 2022. Adapun batas waktu pelaporan adalah sampai 31 Maret 2022.
Dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Istana mengatakan bahwa pelaporan SPT Tahunan sudah lebih mudah, yaitu hanya perlu daring menggunakan e-filling.
E-filling memudahkan masyarakat untuk melaporkan SPT Tahunan, karena bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Melalui surat tersebut, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa pelaporan SPT Tahunan ini penting, karena dibutuhkan untuk menunjang pembangunan negara.
Sementara itu, pajak adalah kontribusi wajib penduduk kepada negara berdasarkan Undang-Undang, yang nantinya digunakan untuk keperluan negara dan kemakmuran rakyat.
Bagi masyarakat yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, wajib untuk membayar pajak dan melaporkannya melalui SPT Tahunan.
SPT adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak.
Orang pribadi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak ditandai memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga berkewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
Lapor SPT Tahunan pajak harus dilakukan sebelum batas waktunya berakhir.
Jika tidak, maka akan dikenai sanksi.
Berikut Pengertian dan Fungsinya Lantas, kapan batas waktu untuk lapor pajak SPT Tahunan?
Batas waktu lapor Pajak SPT Tahunan
Dilansir dari laman resmi Ditjen Pajak, ada perbedaan batas waktu untuk melaporkan SPT Tahunan pajak antara Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Batas waktu lapor SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, adalah paling lambat 3 Bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada 31 Maret setiap tahunnya.
Sedangkan batas waktu lapor SPT Tahunan Wajib Pajak Badan adalah paling lambat 4 Bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada 30 April setiap tahunnya.
Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Sanksi telat lapor SPT tahunan
Dilansir dari Kompas.com (26/2/2023), berikut sanksi jika telat lapor SPT tahunan:
1. Sanksi administrasi
Berdasarkan aturan dalam pasal 7 ayat 1 UU KUP, sanksi administrasi merupakan sanksi yang diberikan dalam bentuk denda. Besaran denda tersebut adalah Rp 100.000 bagi wajib pajak orang pribadi, dan Rp 1.000.000 bagi wajib pajak badan yang tidak melapor SPT Tahunan.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:
- Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia.
- Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
- Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
- Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
- Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
- Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
- Pembayaran sanksi denda tersebut dapat dilakukan setelah Kantor Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana diberikan bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak melapor pajak, yakni dalam bentuk kurungan penjara dan denda sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 1 UU KUP.
Adapun sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
Selain itu, akan didenda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Berdasarkan ketentuan itu, sanksi pidana diberikan kepada setiap orang yang dengan sengaja:
- Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
- Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
- Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
- Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
- Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
- Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.
- Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain.
- Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Bentuk sanksi tersebut merupakan upaya terakhir yang akan dilakukan oleh pemerintah agar wajib pajak memiliki kesadaran untuk melapor SPT Tahunan.
Untuk itu, masyarakat diimbau untuk segera melakukan lapor SPT Tahunan sebelum batas akhir yang telah ditentukan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Berita Jatim dan Berita Seleb lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com