Dalam bidang keuangan, selain pernah pernah dikirim belajar ke Fort Benjamin Harisson, Amerika Serikat, Soedjono terasah kemampuannya dengan menjadi wakil Alamsjah Prawiranegara di Finansial Ekonomi Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) antara 1963 hingga 1965.
Soedjono pada 1966 berpangkat kolonel dan menempati Pembantu Khusus Ekubang/Warpam Sospol.
Soedjono Hoemardani, bersama Suryohadiputro dan Alamsyah Ratuprawiranegara termasuk jenderal-jenderal yang sering didatangi pengusaha.
Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam 'Liem Sioe Liong dan Salim Group' (2016:66), digolongkan sebagai Jenderal Finansial.
Soedjono memiliki hubungan dekat dengan Soeharto yang telah menjadi Presiden RI kala itu.
Bahkan Soedjono memiliki jalur khusu untuk bisa menghadap Soeharto kala itu.
"Di antara mereka yang punya jalur khusus dengan Soeharto adalah Sudjono, konon kata seorang ajudan dialah satu-satunya yang selain ibu Tien boleh masuk kamar tidur,” tulis Borsuk dan Chng.
Soedjono sering disebut-sebut sebagai penasehat spiritual Presiden Soeharto.
Kedekatan Soedjono dan Soeharto kono karena sosok Soediyat Prawirokoesoemo atau Romo Diyat, guru spiritual yang pernah memberi wejangan kepada sang Jenderal Gondrong untuk menjadi penjaga 'The Smiling General' sebelum jadi Presiden.
Disebut juga bahwa Soeharto dan Soedjono sering pergi ke tempat-tempat keramat.
Tak hanya jadi jenderal finansial, Sodjono juga salah satu pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Ia adalah salah satu orang yang mencarikan dana untuk menghidupkan CSIS.
Kedekatan itulah yang membuat Seharto merasa kehilangan ketika sang sahabat tutup usia pada 12 Maret di Tokyo.
Pria asli Surakarta tersebut selain berpangkat jenderal ternyata ia juga bertitel doktorandus, seorang tokoh tari jawa di Solo.
Soedjono, mertua mantan Gubernur Jakarta, Fauzi Bowo inilah salah satu orang yang bisa membuat Soeharto meneteskan air mata.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com