TRIBUNJATIM.COM - Terungkap siasat busuk mantan Kapolsek tipu tukang bubur sampai Rp310 juta lebih dan membuat laporan palsu, kini sosoknya diburu.
Melansir Kompas.com, seorang tukang bubur asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bernama Wahidin diduga jadi korban penipuan.
AKP SW bersama menantunya Ipda D, serta dua kawan berinisial H dan NY, menguras harta tukang bubur ratusan juta rupiah.
Wahidin bahkan terpaksa menggadaikan rumahnya lantaran hartanya telah dikuras.
Baca juga: Curhat Siswa SMP Ngadu ke Jokowi karena Diintimidasi Oknum Kejaksaan, Lapor Dikeroyok Malah Diancam
Tukang bubur yang berasal Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Kebupaten Cirebon, Jawa Barat itu kini tak henti mencari keadilan.
Dia bersama tiga orang kuasa hukum Law Firm Harum NS, membuka kasus yang terkatung-katung selama dua tahun tersebut.
Dalam konferensi pers di hadapan sejumlah awak media pada Sabtu (17/6/2023), Wahidin dan kuasa hukum beberkan bukti-bukti tindak kejahatan oknum polisi SW bersama menantu dan rekannya.
"Saya hanya minta keadilan. Saya hanya seorang tukang bubur. Saya menagih janji, duit bisa balik," kata Wahidin, Sabtu (17/6/2023).
"Tapi sampai sekarang satu rupiah pun enggak ada yang kembali dari 2021 sampai 2023. Kasus terungkap. Sebab apa, kelanjutan masa depan anak saya gimana?" imbuhnya.
Ketua kuasa hukum Wahidin, Harumningsih Surya menceritakan siasat oknum polisi AKP SW.
Ia menyebut, AKP SW menjanjikan dapat meluluskan anak pertama Wahidin menjadi anggota Polri berpangkat Bintara pada masa penerimaan anggota Polri 2021/2022.
"Wahidin mendatangi tim kami, dia bilang, saya punya perkara. Anaknya mau masuk Bintara, saya ditipu," kata Harum.
"Dua tahun dia mencari keadilan, tapi tidak pernah mendapatkan itu. Dia sudah ke sana ke mari," tambahnya.
"Bahkan rumahnya sudah dijaminkan untuk biaya ini, sampai sekarang harus kehilangan rumah," tutur Harum.
Wahidin yang hanya seorang tukang bubur, sambung Harum, mempercayai dan menuruti perintah AKP SW.
Kepercayaan Wahidin kepada AKP SW juga didasari karena polisi tersebut adalah tetangganya.
Harum menjelaskan, saat berperkara, AKP SW adalah anggota Polri dan menjabat sebagai Kapolsek Mundu di wilayah hukum Polres Cirebon Kota.
Tindak permintaan dan juga transaksi penyetoran tersebut juga diduga dilakukan di kantor Polsek Mundu.
Harum menjelaskan, AKP SW pertama kali meminta Wahidin menyetorkan uang senilai Rp20 juta di Polsek Mundu pada awal tahun 2021.
Dia mengatakan, oknum saat itu berada di ruang kerjanya bersama seorang wanita berinisial NY yang diduga merupakan PNS Bagian SDM Mabes Polri, dan merupakan jaringan AKP SW.
Pada saat itu, AKP SW memerintahkan Wahidin menyetorkan uang kepada NY di ruang kerjanya di Polsek Mundu.
Wahidin juga menerima bukti kuitansi pembayaran.
Selang beberapa jam, AKP SW kembali menelepon Wahidin untuk menyetorkan uang senilai Rp100 juta.
Wahidin kaget dan langsung merasa tertekan.
Namun, AKP SW terus meyakinkan Wahidin.
AKP SW juga mengaku akan kena marah dari Mabes Polri, bila Wahidin tidak melanjutkan dengan membayar Rp100 juta.
Lantaran kalut, Wahidin pun langsung mencari pinjaman uang dengan menggadaikan sertifikat rumahnya.
Apalagi, dia sangat berharap putra pertamanya menjadi polisi.
Baca juga: Gegara Sound System, TNI AD Tusuk Pengamen saat Mabuk Kini Terancam Dipenjara 10 Tahun & Dipecat
Uang Rp100 juta ini disetorkan oleh Wahidin kepada NY dan oknum polisi D berpangkat Ipda, yang merupakan menantu dari AKP SW.
Atas perintah AKP SW, Wahidin mengeluarkan semua uang yang dimilikinya kepada orang-orang suruhan AKP SW.
Tak cukup di situ, AKP SW disebut terus meminta Wahidin menambah setoran uang senilai Rp20 juta untuk biaya bimlat atau bimbingan latihan.
Lalu Rp20 juta untuk biaya psikotes dan Rp150 juta untuk panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun 2021/2022.
Harum memastikan, total uang yang dikeluarkan Wahidin atas permintaan oknum AKP SW melebihi Rp310.000.000.
Pasalnya banyak pengeluaran yang juga tidak tercatat.
"Apa yang dilakukan Pak AKP SW, sangat sangat merugikan klien kami. Sebenernya kalau mau berhitung, kerugian tidak hanya Rp 310 juta saja," tutur Harum.
"Selama masa pencarian ini, dua tahun, dia mengeluarkan uang cukup banyak," tambahnya.
Eka Suryaatmaja yang juga kuasa hukum Wahidin menyampaikan, setelah mengeluarkan semua uangnya, sang putra pertama tetap gagal menjadi bintara Polri di tahun 2021/2022.
Bahkan kegagalan tersebut langsung terjadi pada tes kesehatan yang merupakan tes tahap pertama.
Setelah kegagalan tersebut, Eka menyebutkan, kliennya depresi dan sangat kebingungan.
Dia terus meminta keadilan kepada AKP SW.
Di saat itulah, AKP SW diduga mempermainkan dengan membuat laporan palsu, oknum PNS atas nama NY yang telah menipu Wahidin.
"Bapak bisa langsung ke KSPK atas inisial AK, dalam pengakuan di Paminal Polda Jabar, ini dipalsukan tanda tangannya," beber Eka.
"Jadi ini semua (laporan polisi) adalah pemalsuan untuk ngadem-ngademin Wahidin, supaya Wahidin tidak ribut ke mana-kemana, jadi dua tahun (kasus) Wahidin diabaikan," kata Eka sambil menunjukan berkas-berkas.
Setelah ditangani dan dipelajari oleh tim kuasa hukum, laporan polisi tersebut akhirnya diserahkan ke Polres Cirebon Kota untuk ditindaklanjuti.
Eka mengaku, Polres Cirebon Kota merespons baik dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang yang diduga terlibat.
Namun dia sangat menyayangkan dan memohon tindak tegas dari Kapolri, pasalnya AKP SW masih berkeliaran.
"AKP SW ini memiliki backing kuat, Pak, dan saya minta atensi Pak Kapolri, Pak Kadiv Program Mabes Polri, untuk mengurusi in," ucap Eka.
"Agar tidak ada mafia yang dilakukan oleh AKP SW dan NY. Banyak korban yang sudah ada," tegas Eka.
Baca juga: Nasib Oknum Anggota Polres Lumajang yang Diduga Pakai Narkoba, Bakal Jalani Rehabilitasi?
Kuasa hukum pun mengapresiasi langkah Polres Cirebon Kota dan juga Polresta Cirebon yang telah bergerak cepat untuk menangani kasus ini.
Dia mengetahui, beberapa oknum sedang menjalani sidang etik.
Namun dia menitikberatkan agar penanganan juga menyasar AKP SW yang diduga kuat sebagai otak.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Ariek Indra Sentanu, telah membenarkan kasus tersebut dan memastikan sedang melakukan penanganan.
"Saya sedang gas, supaya penyidik lebih fokus. Ini kejar tayang."
"Hari ini saya perintahkan Kasatreskrim langsung ke Jakarta," kata Ariek saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/6/2023) petang.
Ariek bahkan mengutus Kasatreskrim Polres Cirebon Kota, AKP Perida, untuk mengejar oknum yang diduga terlibat.
Pengejaran dilakukan lantaran diduga oknum berada di luar kota dan terus berpindah-pindah.
Kasus penipuan serupa juga dilakukan oknum Kepala Desa Mojosari, Gatot Susiyanto, dan Kasie Pemdes Mojosari, Imam Fatoni.
Mereka tertunduk lesu usai diduga melakukan pungutan liar berkedok pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL.
Modus operandi yang dilakukan kedua tersangka adalah memperdayai warga modus mempermudah pengurusan PTSL.
Para pelaku diduga menghasut warganya agar menyetorkan uang sebesar Rp2.250.000 untuk biaya pengurusan akta tanah terlebih dahulu.
Padahal pengurusan PTSL tidak menyaratkan ketentuan yang dibuat-buat oleh tersangka.
"Motif mereka (tersangka) melakukan perbuatan tersebut murni karena ingin memperkaya diri sendiri," ujar Kapolres Lumajang, AKBP Boy Jeckson Situmorang, saat gelar rilis pada Senin (29/5/2023).
Aksi tipu daya pelaku mulai dicurigai oleh para pelapor pada April 2023.
Saat itu puluhan pelapor yang merasa dirugikan dengan aksi pelaku sempat melakukan demonstrasi di kantor desa.
71 pelapor selanjutnya melaporkan apa yang dialaminya ke Polres Lumajang.
Tak lama sejak kedua oknum kades dan perangkat desa tersebut dilaporkan oleh warganya, keduanya ditangkap polisi.
Polisi pun melakukan penyelidikan hingga menemukan fakta terdapat 88 warga pemohon PTSL yang diduga telah diperdayai oleh kedua tersangka.
"Hingga saat ini sudah ada 88 pemohon yang mau mendaftarkan proses penerbitan akta tanah dengan dana yang terkumpul sebanyak Rp195.800.000," bebernya.
Di sisi lain, tidak ada sepatah kata apapun yang dilontarkan kedua tersangka ketika menjawab pertanyaan wartawan.
Keduanya tertunduk dan langsung digelandang menuju ruang tahanan Polres Lumajang.