Laporan Wartawan TribunJatim.com, Hanggara Pratama
TRIBUNJATIM.COM, SAMPANG - Keseriusan belajar para siswa Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMP Al-Lathifi) Dusun Kasangkah, Desa Banyukapah, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, Madura tidak perlu diragukan lagi.
Berseragam rapi dengan dilengkapi sepatu hitam bersih, mereka antusias mengikuti proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), padahal berlokasi di pedalaman desa.
Namun, semangat belajar mereka berbanding terbalik dengan kondisi Sarana dan Prasarana (Sarpras) lembaga sekolah setempat.
Mengapa tidak, kondisi gedung sekolah yang mereka tempati untuk menuntut ilmu terbilang tidak layak, bahkan ruang kelasnya numpang di teras rumah milik warga setempat.
Sebagai pemisah antara dua kelas, tepatnya kelas VII dan VIII hanya menggunakan kayu triplek sehingga jalannya proses belajar tidak maksimal.
"Apalagi saat jalannya penyampaian materi praktek seperti puisi kadang tidak kondusif. Saya saja kadang tidak bisa konsentrasi saat mengajar apalagi murid," kata salah satu guru, Musrifah (30).
Yang paling memprihatinkan, para siswa terpaksa melaksanakan proses KBM di sebuah gazebo atau gardu. Di mana tempat tersebut merupakan warung kopi.
Para guru sengaja membawa siswanya untuk belajar di lokasi itu sebagai bentuk siasat agar anak didik bisa lebih fokus, mengingat sausana lebih tenang dan bersentuhan langsung dengan alam.
Baca juga: Kondisi Gedung Unida Gontor Ponorogo Pasca Gempa Bantul, Dinding Kampus Retak dan Plaster Rontok
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Siswa SDN di Madiun Was-was, Atap Lapuk Diganjal Bambu, Dinding Perpus Bolong
"Belajarnya lebih efektif di gardu karena suasananya tenang dibandingkan di kelas karena kan dua kelas digabung satu," tuturnya.
Sementara, Kepala Sekolah SMPS Al-Lathifi, Nurahmat menyampaikan bahwa semua siswa yang bersekolah merupakan warga Desa Banyukapah, Kecamatan Kedungdung, Sampang.
Para orang tua di desa setempat enggan menyekolahkan anaknya ke lembaga lain karena lokasinya cukup jauh. Sehingga harus memaksakan anak menggunakan sepeda motor yang sangat beresiko.
"Untuk jumlah siswa kini sebanyak 48 siswa diantaranya, kelas VII 17 Siswa, VIII 17, dan IX 14 Siswa," terangnya.
Baca juga: ASN di Sampang Wajib Beli Baju Adat Seharga Jutaan, Bisa Dicicil 12 Bulan
Terkait kondisi Sarpras, dirinya mengaku telah berupaya dengan mengajukan batuan rehabikitasi ruang kelas terhadap pemerintah namun tidak disetujui. Begitupun mengajukan bantuan komputer.
Sehingga, pihaknya berharap kepada pemerintah terutama Pemkab Sampang agar memperhatikan kondisi sekolah SMPS Al-Lathifi demi maksimalnya proses KBM siswa.
"Kami menginginkan siswa disini sama dengan siswa di sekolah lainnya yang maju, bisa belajar dengan nyanan dan tenang, serta mampu mengoperasikan komputer," pungkasnya.