Budi mengaku tidak sepakat dengan penggunaan istilah kasus tali air.
Sejauh ini, penggunaan istilah itu juga belum pernah ada di lingkup krimonologi.
"Setahu saya tidak atau belum ada sebutan kasus tali air di kancah kriminologi. Setidaknya di buku-bukunya," kata dia.
Menurut Budi, tidak ada sumber pasti mengapa istilah itu bisa digunakan.
"Saya tidak tahu sumbernya dari mana," ucap Budi.
Istilah kasus tali air tak berdasar logika
Secara tegas, Budi mengaku tidak setuju dengan istilah tali air untuk melabeli sebuah kasus.
"Istilah itu tidak ada dasar logika pembenarannya. Kata-kata yang digunakan tidak sesuai dengan kasus atau fakta yang diwakilinya," ungkapnya.
"Justru saya menganjurkan supaya tidak ada dan tidak digunakan lagi istilah kasus tali air itu," lanjut Budi.
Dalam kasus pelecehan kepada wanita misalnya, Budi mengatakan bahwa istilah tali air sangat tidak relevan.
"Pelecehan seksual terhadap wanita (disebut tali air). Lalu hubungan yang bisa dinalar bagaimana? Malah ada yang mengkaitkan dengan perdagangan wanita segala. Jadi lebih absurd lagi," tuturnya.
Sementara pada tradisi tato napi pelaku pelecehan seksual, Budi mengatakan bahwa pelabelan kasus tali air justru kontradiktif.
"Kalau penjahat seksual dianiaya oleh napi lainnya ketika masuk ke penjara memang itu sebuah tradisi dari dulu kala. Namun kalau untuk membedakan dengan napi pelaku tindak pidana lainnya, ya harusnya tatonya itu yang harus dibedakan dengan tato yang dikenakan napi lainnya, dan jelas maknanya. Sebab biasanya para napi itu memang bertato," jelas dia.
Mencerminkan kebodohan
Tidak adanya kaitan antara istilah kasus tali air dengan fakta yang ada menunjukkan bahwa penggunaan istilah itu tidak tepat.
"Penggunaannya justru mencerminkan kebodohan," kata Budi.
"Saya nilai malah penggunaan istilah tali air itu menunjukkan keberhasilan dalam membodohi masyarakat," tandas dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
---
Berita Jatim dan Berita Viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com