Empat gelar tersebut yakni Sarjana Farmasi (S. Farm), Apoteker (Apt.), Magister Sains (M.Si.), dan gelar terakhir yaitu doktor (Dr.)
"Jujur enggak nyangka bisa sampai ke S3, dan bahkan enggak ada bayangan mau jadi doktor," ujar Wiwit Nur Hidayah.
Sejak kecil, menurut Wagiman, anaknya memang disekolahkan di sekolah-sekolah favorit di tingkat Kecamatan hingga Kabupaten.
Padahal Wagiman mengakui, biaya masuk sekolah favorit tidak sedikit.
"Dulu waktu masuk TK (taman kanak-kanak) di sini, orang-orang bilang anak tukang ojek saja pakai sekolah TK segala," katanya.
Tidak lama di sekolah TK, Wagiman pun menyekolahkan anaknya ke SD yang kebetulan ada di belakang rumahnya.
Meski masuk SD di usia lima tahun, Wiwit selalu meraih gelar juara di kelasnya hingga lulus.
Saat akan masuk SMP, sesuai saran guru, Wiwit pun disekolahkan di SMPN 1 Bayongbong, meski tidak jauh dari rumahnya ada sekolah negeri juga.
Tantangan besar mulai dirasakan Wagiman dan istri saat Wiwit lulus SMP.
Karena menjadi salah satu lulusan terbaik di SMPN 1 Bayongbong, anaknya pun disarankan melanjutkan ke SMAN 1 Garut yang menjadi salah satu SMA favorit di Garut.
"Banyak guru SMP-nya yang bantu. Tapi kalau bantuan sifatnya pribadi saya tolak, kalau bantuan dari pemerintah saya terima," kata Wagiman.
Wagiman dan istri sudah sepakat akan mengantarkan kemauan anaknya sekolah hingga ke jenjang sesuai yang diinginkan Wiwit.
Namun keduanya sepakat untuk tidak menerima bantuan yang bersifat pribadi.
"Kita enggak mau ada utang budi ke orang lain," kata Tatat sang Ibu.
Baca juga: Sosok Bang Yono, Driver Ojol Gratiskan Tumpangan Tiap Jumat, Akui Senang Bersedekah: Dengan Tenaga
Pasangan suami istri ini menyadari betul bahwa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit dengan standar Internasional butuh biaya besar.