Antara 60 hingga 70 persen dari mereka setiap hari makan di warung gratis itu adalah orang yang sama. Selain tukang becak, ada pengemudi ojek online, pengemis, dan lainnya.
Sisanya, sekitar 35 persen tidak datang berulang. Mereka adalah pekerja bangunan dan pekerja kasar lain seperti proyek-proyek infrastruktur yang didatangkan dari luar kota.
“Pernah ada pekerja bangunan dari Jember dan Lumajang setiap hari makan di sini. Ada 30-an orang yang kebetulan sedang bekerja di sekitar sini,” tutur Komsatun.
Sesekali, warung makan gratis itu juga didatangi peziarah Makam Presiden Soekarno dari luar kota yang mungkin tidak membawa bekal yang cukup untuk perjalanan mereka. Mereka biasanya menumpang angkutan umum.
Didin dan rekan-rekannya tidak mau ambil pusing, apakah mereka yang makan di warung makan gratis memiliki uang yang cukup atau tidak. Atau apakah mereka benar-benar orang yang membutuhkan bantuan.
“Yang penting niat kami berbuat baik, membantu sesama. Tidak penting apakah mereka yang datang sebenarnya punya uang atau tidak. Kami ikhlas menjalankan ini,” kata Didin.
Pejuang kemanusiaan
Entah apa yang membuat Didin, Komsatun, dan rekan-rekan lainnya itu begitu teguh menjalankan kegiatan amal itu selama 2,5 tahun terakhir.
Mereka tidak menikmati sepeser pun donasi yang masuk selain untuk menyediakan makanan di warung.
Mereka juga tidak memungut imbalan dari biaya dan tenaga yang mereka keluarkan selama mengelola warung makan gratis itu.
Misalnya, saat beberapa dari mereka harus mengambil donasi berupa bahan makanan di lokasi yang cukup jauh di pedesaan Kabupaten Blitar.
Selain Didin dan Komsatun, terdapat setidaknya tujuh lainnya yang selama ini terlibat aktif dalam menjalankan Warung Makan Gratis itu.
Mereka adalah Kristina Binawati, Eka Olivia, Srinurhayati, Wahyu, Bagus Santosa, Delfi Nesvi Satari, dan Suhermin.
Sama seperti saat mereka menggalang kegiatan penghijauan dalam rangka konservasi sejumlah titik sumber daya air tanah, dalam menjalankan Warung Makan Gratis itu dengan skema yang lebih formal.
Tidak jarang mereka mendapatkan tawaran dana dari donatur yang bersedia menjamin kelangsungan Warung Makan Gratis itu untuk waktu yang panjang, namun mereka tolak.
“Ada donatur yang mau bantu dalam jumlah besar, tapi syaratnya kami harus membuat yayasan. Tapi kami tidak ingin seperti itu, nanti malah membatasi ruang gerak kami. Biarkan kami membantu sesama seperti apa adanya ini,” ujar Didin.
Didin dan rekan-rekannya bukan warga berada. Didin adalah ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai penjahit pakaian. Komsatun juga ibu rumah tangga yang mencari nafkah dari berjualan gorengan.
Rekan-rekan lainnya juga bukan pejabat atau pun pengusaha besar. Di antara mereka ada yang berdagang di pasar, petani, dan profesi lain dengan pendapatan seadanya.
“Tapi sampai saat ini kami masih kompak, masih bersemangat untuk terus melanjutkan Warung Makan Gratis ini. Kami percaya kebaikan yang dijalankan dengan ikhlas akan selalu menemukan jalannya,” kata Komsatun.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com