Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Rusdi, ajudan Sahat Tua P Simandjuntak, terdakwa kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim memilih tak membacakan pleidoinya secara terbuka di hadapan majelis hakim, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2023).
Bapak tiga anak yang mengenakan kemeja lengan panjang warna putih itu, memilih menyerahkan lembaran HVS berisi naskah pleidoinya itu ke majelis hakim dan JPU KPK.
Namun, Rusdi tetap memasrahkan sepenuhnya pembelaan dalam agenda sidang kali ini, kepada Penasehat Hukumnya (PH), Hermawan Harta Adam.
PH-nya Adam telah menyiapkan naskah nota pembelaan untuk sang klien. Kemudian, ia mulai membacakannya mulai pukul 13.00 WIB. Dan ternyata naskah nota pembelaan tersebut rampung dibaca membutuhkan waktu sekitar 47 menit lamanya.
Pada nota pembelaan terdakwa Rusdi, PH Adam menitiktekankan aspek terpenting pembelaan kali ini pada status kepegawaian kliennya yang bekerja di Gedung Kantor DPRD Jatim.
Baca juga: BREAKING NEWS: Sahat Tertunduk Bungkam Seribu Bahasa Usai Dituntut 12 Tahun Penjara Kasus Dana Hibah
Menurut Adam, Rusdi tidak sepantasnya dituntut terlibat dalam kasus korupsi yang menyeret Sahat. Pasalnya, Rusdi di dalam gedung kantor legislatif tersebut, merupakan petugas kebersihan atau office boy (OB) yang kemudian diangkat sebagai pekerjaan dengan ikatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Artinya, Rusdi merupakan pihak swasta atau warga sipil biasa, karena statusnya bukan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Karena terdakwa murni terklasifikasi sebagai pekerja swasta, dan kemudian baru pada September 2022, menjadi pekerjaan dengan PKWT, sudah jelas terdakwa bukan masuk klasifikasi pegawai negeri atau penyelenggara negara. Sehingga unsur kesatu dalam Pasal 12, sudah dipastikan gugur," ujar Adam.
Baca juga: Jawaban Takut Sahat Simanjuntak saat JPU Ancam Bongkar Bukti Percakapan WA, Minta Ampun: Jangan Gitu
Penjelasan tersebut, juga tertuang dalam alat bukti Surat PKWT milik Rusdi yang menjelaskan status keberadaannya sebagai pekerja di Gedung DPRD Jatim. Petikan Surat PKWT milik Rusdi bernomor 800/443/050/2023 tanggal 30 September 2022,
Adam menerangkan, Surat PKWT tersebut menjelaskan dan membuktikan terdakwa merupakan pegawai dengan PKWT yang tepatnya pada Pasal 3 Ayat 5, yang menyebutkan pihak kedua tidak dapat menuntut pihak pertama diangkat sebagai CPNS.
"Dalam pasal tersebut sudah membuktikan bahwa terdakwa bukanlah sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Sehingga fakta persidangan yang dituntut JPU haruslah ditolak," katanya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Sahat Nangis Minta Asistennya Tak Dihukum saat Sidang Korupsi: Dia Tak Tahu Apa-apa
Baca juga: Kepala Dinas Wanita Ini Nangis saat Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Hakim: Jangan Drama
Selain itu, lanjut Adam, status pekerja swasta dari sosok Rusdi juga diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi selama berlangsungnya sidang tersebut.
"Hal tersebut juga diperkuat dengan saksi; Adi, Sahat, Gigih, Ferry Agung. Terdakwa bukan Pegawai Negeri atau penyelenggara negara. Tapi sebagai pekerjaan PKWT. Karena terdakwa bukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, maka dalil JPU telah membantah bahwa secara otomatis unsur kesatu pada tuntutan umum tidak terpenuhi," ungkapnya.
Rampung pembacaan nota pembelaan Rusdi. Kemudian, giliran Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak terdakwa dugaan kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim membacakan pleidoinya yang tertuang dalam empat lembar kertas HVS, dihadapan majelis hakim.
Pantauan TribunJatim.com, Sahat membacakan pleidoinya mulai pukul 15.56 WIB. Setelah sebelumnya lebih dulu penasehat hukum (PH) terdakwa Rusdi, Hermawan Harta Adam, membacakan nota pembelaan kliennya. Kemudian disusul, PH terdakwa Sahat, Bobby Wijanarko membacakan nota pembelaan kliennya, merampungkan bacaannya.
Baca juga: Terbukti Suap Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, Eks Kades Sampang Divonis 2,5 Tahun Bui
Melalui pleidoinya pula, Sahat memanfaatkannya untuk kembali memohonkan ampun terdakwa Rusdi, office boy (OB) sekaligus staf sekretariatan DPRD Jatim, yang terpaksa terseret-seret kasus hukumnya, dihadapan majelis hakim.
Ia menyebut, Rusdi hanya menjalankan perintahnya. Bahkan, Rusdi juga tidak tahu menahu mengenai berbagai istilah yang berkelebatan sepanjang persidangan kasus ini, seperti dana hibah, pokmas, apalagi ijon fee atau sejenis.
Sahat meminta belas kasihan hakim untuk mengampuni terdakwa Rusdi. Apalagi Rusdi memiliki tiga anak yang masih berusia sekolah.
"Saya juga memohon maaf kepada Rusdi Tolong maafkan saya Rusdi semoga yang mulia berbalas kasihan memberikan keringanan hukuman kepada Rusdi," ungkapnya, seraya menyentuh pundak Rusdi yang duduk di sisi kanannya, dengan tangan kanan. Lalu dibalas anggukkan beberapa kali oleh Rusdi yang berkemeja putih lengan panjang itu.
Sementara itu, JPU KPK Rio mengatakan, pihaknya bakal menyampaikan replik terhadap terdakwa Rusdi secara lisan, pada pekan depan.
Kemudian, pada pekan depan juga, ia menambahkan, pihaknya juga bakal memberikan replik atas pleidoi terdakwa Sahat. Namun, dilakukan secara tertulis.
"Untuk terdakwa Rusdi, kami memberikan replik secara lisan. Sedangkan terdakwa Sahat, kami sampaikan secara tertulis," ujar Rio, memberikan tanggapan singkat setelah dipersilahkan oleh majelis hakim.
Diberitakan sebelumnya, JPU KPK menuntut terdakwa Rusdi dengan pidana penjara empat tahun, dan pidana denda Rp200 juta, atau subsider pidana penjara pengganti enam bulan.
Pertimbangan memberatkan atas tuntutan terdakwa Rusdi, yakni, terdakwa dianggap mendukung praktik kejahatan kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Termasuk menciderai kepercayaan masyarakat.
Sedangkan, pertimbangan yang meringankan atas tuntutan terdakwa Rusdi. Yakni, terdakwa memiliki tanggung jawab menghidupi istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah.
Kemudian, selalu bersikap sopan selama persidangan. Dan, terdakwa telah mengakui perbuatannya dalam dakwaan selama persidangan.
JPU memutuskan terdakwa Rusdi telah meyakinkan bersalah melakukan tindakan melanggar hukum bersama sama sebagaimana dakwaan pertama melanggar Pasal Tipikor.
Diantaranya, Pasal 12 a Jo Pasal 15 Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Hasil sidang tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU KPK Arif Suhermanto, dalam agenda sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (8/9/2023).